Latest Post

 

SANCAnews.id – Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Wahyu Imam Santoso dielu-elukan publik pasca menjatuhkan hukuman berat kepada dua terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

 

Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi diputus bersalah dengan hukuman pembunuhan berencana. Sambo divonis dengan hukuman mati. Sementara Putri dijatuhi hukuman 20 tahun penjara.

 

Putri Candrawathi terbukti sah dan meyakinkan melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.

 

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Putri Candrawathi dengan pidana penjara selama 20 tahun,” ujar Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jakarta.

 

Sementara Sambo dinyatakan bersalah melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sambo juga dinyatakan bersalah melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Ferdy Sambo pidana mati," kata hakim ketua Wahyu Iman Santoso.

 

Putusan dari majelis hakim PN Jakarta Selatan ini lebih berat dibanding dengan tuntutatn jaksa penuntut umum (JPU).

 

JPU sebelumnya menuntut Putri hanya dengan ancaman hukuman 8 tahun penjara. Sementara untuk Sambo dituntut hukuman seumur hidup.

 

Publik di laman sosial media pun bersorak. Di laman Twitter, cuitan tentang Wahyu Imam Santoso bahkan menjadi salah satu trending topic. Hampir ada 4000 lebih tweet tentang hakim Imam Santoso.

 

"Tolong jaga keselamatan Pak Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso di PN Jaksel," cuit salah satu akun Twitter.

 

"Hormat dan salut untuk Hakim Wahyu Imam Santoso," cuit akun lainnya.

 

"Kiranya pak Hakim Wahyu Iman Santoso, dijauhkan dr marabahaya dan malapetaka," tambah akun lainnya.

 

"Saluutt kpd Majelis hakim yg Anti suap diketuai oleh Pak Wahyu Iman Santoso yg telah memberikan vonis hukuman maksimal sesuai Pasal yg disangkakan," timpal netizen lainnya.

 

Wahyu Imam Santoso merupakan mantan ketua pengadilan Negeri Denpasar. Pria kelahiran 17 Februari 1976 ini pernah juga menjadi Ketua Pengadilan Negeri Kediri Kelas 1B. (suara)

 

SANCAnews.id – Aktor utama alias dalang pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), yakni Ferdy Sambo kini resmi dijatuhi hukuman mati. Adapun sosok yang memberi vonis mati kepada sang eks Kadiv Propam itu adalah ketua majelis hakim, Wahyu Iman Santoso.

 

Hakim Wahyu membacakan vonis hukuman pidana mati terhadap Ferdy Sambo pada sidang vonis Ferdy Sambo beserta istrinya, Putri Candrawathi dijadwalkan pada Senin (13/2/2023) hari ini.

 

"Menjatuhkan pidana bagi terdakwa Ferdy Sambo, (divonis pidana) mati," kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso, Senin (13/2/2023).

 

Bak seorang pahlawan, ucapan sang hakim Wahyu disambut oleh riuh gemuruh bahagia dari keluarga Brigadir Yosua dan seisi ruang persidangan.

 

Rekam jejak hakim Wahyu Iman Santoso

Hakim Wahyu Iman Santoso bukan sosok yang kaleng-kaleng di dunia hukum. Selain berhasil memvonis Sambo yang berpangkat Irjen, sosoknya juga pernah memberi vonis berat kepada beberapa tokoh politik besar di daerah-daerah seantero negeri.

 

Hakim Wahyu sempat berkarier di Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun yang beroperasi di bawah unit kerja Pengadilan Tinggi Pekanbaru, Riau.

 

Atas prestasinya, pria kelahiran 17 Februari 1976 ini akhirnya diangkat sebagai hakim/wakil ketua Pengadilan Negeri Pasarwajo, Sulawesi Tenggara.

 

Wahyu sempat menjajal menjabat PN Denpasar, Bali dari tahun 2021 hingga 2022. Sosoknya juga tercatat pernah mengemban jabatan sebagai Ketua PN Kediri Kelas 1B dan Ketua PN Kelas 1A Batam.

 

Jabatan terbaru Wahyu kini adalah Wakil Ketua PN Jaksel sejak 9 Maret 2022, menggantikan Lilik Prisbawono. Ini setelah Lilik diketahui mendapatkan promosi jabatan menjadi Ketua Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus Jakarta Pusat.

 

Vonis berat sejumlah tokoh besar

Hakim Wahyu terbilang dikenal sebagai sosok hakim yang berani memberi hukuman berat ke tokoh-tokoh besar.

 

Ia sempat menyelesaikan kasus gugatan praperadilan Bupati Mimika Etinus Omaleng pada bulan Juli 2022. Diketahui, sosok Bupati Mimika Etinus Omaleng itu terjerat kasus dugaan korupsi atas pembangunan Gereja Kingmi Mile 32.

 

Kala itu, hakim Wahyu bersama jajaran majelis hakim berhasil membuat KPK memenangkan kasus itu.

 

Wahyu juga sempat menjatuhi hukuman Bupati Pasuruan Dade Angga pada tahun 2010. Sang Bupati saat itu terseret kasus korupsi dana kas daerah sebanyak Rp10 miliar.

 

Mahfud MD apresiasi keputusan Wahyu

Keputusan hakim Wahyu juga mendapat apresiasi yang datang langsung dari Menkopolhukam Mahfud MD. Bagi Mahfud, Wahyu telah membuat keputusan yang sesuai dengan rasa keadilan publik.

 

"Peristiwanya (kasus Yosua) memang pembunuhan berencana yang kejam. Pembuktian oleh jaksa penuntut umum (JPU) memang nyaris sempurna. Para pembelanya lebih banyak mendramatisasi fakta," tulis Mahfud via akun Twitter.

 

"Hakimnya bagus, independen, dan tanpa beban. Makanya vonisnya sesuai dengan rasa keadilan publik. Sambo dijatuhi hukuman mati," tambah Mahfud. (suara)

 

SANCAnews.id – Ibunda Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Rosti Simanjuntak seketika merasa emosional saat majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman 20 tahun penjara terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

 

Sambil menggenggam foto anaknya, Rosti mengatakan dirinya juga ikut menderita akibat perbuatan Putri.

 

"Putri, ini Yosua yang kau bunuh. Derita anakku itu loh," kata Rosti di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

 

Dengan nada bergetar sembari menangis, Rosti lantas mempertanyakan di mana para ajudan lain yang kerap mendampinginya.

 

"Mana ajudanmu yang terbaik itu Putri," ujar Rosti.

 

Putri Divonis 20 Tahun Penjara 

Sebelumnya, hakim menjatuhkan vonis penjara selama 20 tahun terhadap istri mantan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi terkait kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

 

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Putri Candrawathi dengan pidana 20 tahun penjara," kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso dalam persidangan.

 

Lebih lanjut, hakim menyatakan perbuatan Putri terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana turut serta merampas nyawa seseorang dengan perencanaan terlebih dahulu sebagaimana yang didakwakan.

 

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Putri bersalah melanggar Pasal 340 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer dari jaksa penuntut umum (JPU). (suara)

 

SANCAnews.id – Istri mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara. Putri terbukti turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

 

Putusan atau vonis itu dibacakan langsung oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin malam (13/2).

 

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Putri Candrawathi dengan pidana penjara selama 20 tahun," ujar Majelis Hakim.

 

Majelis Hakim menilai, terdakwa Putri terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana.

 

Majelis Hakim membeberkan unsur-unsur pertimbangan dalam surat putusan atau vonis untuk terdakwa Putri. Terdakwa Putri seolah-olah tidak mengetahui apa yang terjadi di dalam rumah Saguling. Padahal, terjadi suara teriakan suaminya, Sambo maupun suara tembakan yang sangat keras.

 

"Sebaliknya terdakwa tidak berusaha ingin tahu apa yang terjadi setelah adanya suara tembakan justru menunjukkan peran terdakwa berkaitan dirampasnya nyawa korban Yosua," ujar Majelis Hakim.

 

Selain itu kata Majelis Hakim, sesaat nyawa Brigadir J dirampas, para saksi Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf, Richard Eliezer diberikan masing-masing handphone iPhone 14 dan uang oleh Sambo dan terdakwa Putri.

 

"Serta adanya pemberian dari Ferdy Sambo dan terdakwa di lantai dua rumah Saguling 10 Juli 2022, masing-masing satu buah iPhone 14 kepada saksi Richard Eliezer, Kuat Ma'ruf dan saksi Ricky Rizal, serta pemberian uang masing-masing Rp 500 juta kepada Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal, serta Rp 1 miliar kepada saksi Richard Eliezer meskipun uang tersebut kemudian tidak jadi diberikan, dan akan diberikan setelah satu bulan perkara selesai," kata Hakim.

 

Hal tersebut menurut Majelis Hakim, justru mempertegas adanya kaitan saksi Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf, Richard Eliezer, Sambo dan terdakwa Putri dengan dirampasnya nyawa korban Brigadir J.

 

"Sehingga jelas tindakan para saksi Ricky Rizal, saksi Kuat Ma'ruf, saksi Richard Eliezer, Ferdy Sambo serta terdakwa merupakan satu kesatuan kehendak bekerja secara bersama-sama satu sama lain seperti suatu sistem sesuai perannya masing-masing tanpa peran salah satu saksi, baik Kuat Ma'ruf, Ricky Rizal, Richard Eliezer, terdakwa maupun Ferdy Sambo, maka tidak mungkin korban Yosua meninggal dunia," jelas Majelis Hakim.

 

Dengan demikian kata Majelis Hakim, dapat disimpulkan bahwa terdakwa Putri adalah orang yang turut serta melakukan menghilangkan nyawa korban Brigadir J. Sehingga, seluruh unsur tindak pidana dalam dakwaan Primer melanggar Pasal 340 KUHP Juncto Pasal 54 Ayat 1 ke-1 KUHP telah terpenuhi.

 

"Oleh karena itu, terdakwa Putri Candrawathi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan tindak pidana pembunuhan berencana. Menimbang bahwa, telah terbuktinya terdakwa melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan primer, maka terhadap dakwaan subsider tidak perlu dipertimbangkan lagi," pungkas Majelis Hakim. (rmol)

 

SANCAnews.id – Vonis mati terhadap Ferdy Sambo, terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J menuai apresiasi anggota DPR dari lintas fraksi.

 

Mereka menyatakan bahwa vonis terhadap mantan Kadiv Propam Polri itu membuktikan bahwa kinerja aparat penegak hukum (APH) mulai dari Polri, Kejaksaan hingga Pengadilan menjadi bukti bahwa mereka dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat.

 

“Ya, sudah sesuai dengan harapan masyarakat. Masyarakat merasa keadilannya terpenuhi kalau Sambo divonis mati,” kata Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP Trimedya Pandjaitan kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/2).

 

Menurut dia, vonis mati terhadap Sambo juga merupakan serangkaian kerja pihak kepolisian yang cepat merampungkan perkara dengan mengungkap fakta apa adanya dan pihak Kejaksaan yang melakukan penuntutan sesuai dengan tindakan para pelaku hingga Majelis Hakim yang memutus secara objektif.

 

Hal senada juga disampaikan oleh anggota komisi III DPR dari Fraksi PPP, Arsul Sani. Menurut pria yang juga menjabat sebagai wakil ketua DPR RI itu, vonis mati terhadap Sambo selain memenuhi rasa keadilan bagi keluarga korban dan publik, juga membuktikan sangkaan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana oleh Polri dapat dibuktikan di Pengadilan.

 

“Yakni pembunuhan berencana vide pasal 340 KUHP,” ujar Arsul.

 

Namun Arsul meminta agar putusan Majelis Hakim PN Jakarta Selatan dikawal, pasalnya Ferdy Sambo masih memiliki hak untuk  melakukan upaya hukum banding atas vonis mati tersebut.

 

“Namun FS (Ferdy Sambo) punya hak hukum untuk ajukan banding,” pungkasnya.

 

Sebelumnya, Ferdy Sambo divonis pidana mati. Sambo terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

 

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana mati," ujar Majelis Hakim saat membacakan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, (13/2). (rmol)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.