Latest Post

 

SANCAnews.id – Majelis Hakim menyatakan terdakwa Putri Candrawathi terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J bersama-sama dengan Ferdy Sambo dkk.

 

Hal itu disampaikan langsung oleh Majelis Hakim saat menyampaikan unsur-unsur pertimbangan dalam surat putusan atau vonis untuk terdakwa Putri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin sore (13/2).

 

Majelis Hakim mengatakan, terdakwa Putri seolah-olah tidak mengetahui apa yang terjadi di dalam rumah Saguling. Padahal, terjadi suara teriakan suaminya, Sambo maupun suara tembakan yang sangat keras.

 

"Sebaliknya terdakwa tidak berusaha ingin tahu apa yang terjadi setelah adanya suara tembakan justru menunjukkan peran terdakwa berkaitan dirampasnya nyawa korban Yosua," ujar Majelis Hakim.

 

Selain itu kata Majelis Hakim, sesaat nyawa Brigadir J dirampas, para saksi Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf, Richard Eliezer diberikan masing-masing handphone iPhone 14 dan uang oleh Sambo dan terdakwa Putri.

 

"Serta adanya pemberian dari Ferdy Sambo dan terdakwa di lantai dua rumah Saguling 10 Juli 2022, masing-masing satu buah iPhone 14 kepada saksi Richard Eliezer, Kuat Ma'ruf dan saksi Ricky Rizal, serta pemberian uang masing-masing Rp 500 juta kepada Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal, serta Rp 1 miliar kepada saksi Richard Eliezer meskipun uang tersebut kemudian tidak jadi diberikan, dan akan diberikan setelah satu bulan perkara selesai," kata Hakim.

 

Hal tersebut menurut Majelis Hakim, justru mempertegas adanya kaitan saksi Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf, Richard Eliezer, Sambo dan terdakwa Putri dengan dirampasnya nyawa korban Brigadir J.

 

"Sehingga jelas tindakan para saksi Ricky Rizal, saksi Kuat Ma'ruf, saksi Richard Eliezer, Ferdy Sambo serta terdakwa merupakan satu kesatuan kehendak bekerja secara bersama-sama satu sama lain seperti suatu sistem sesuai perannya masing-masing tanpa peran salah satu saksi, baik Kuat Ma'ruf, Ricky Rizal, Richard Eliezer, terdakwa maupun Ferdy Sambo, maka tidak mungkin korban Yosua meninggal dunia," jelas Majelis Hakim.

 

Dengan demikian kata Majelis Hakim, dapat disimpulkan bahwa terdakwa Putri adalah orang yang turut serta melakukan menghilangkan nyawa korban Brigadir J. Sehingga, seluruh unsur tindak pidana dalam dakwaan Primer melanggar Pasal 340 KUHP Juncto Pasal 54 Ayat 1 ke-1 KUHP telah terpenuhi.

 

"Oleh karena itu, terdakwa Putri Candrawathi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan tindak pidana pembunuhan berencana. Menimbang bahwa, telah Terbuktinya terdakwa melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan primer, maka terhadap dakwaan subsider tidak perlu dipertimbangkan lagi," pungkas Majelis Hakim. (rmol)

 

SANCAnews.id – Putusan atau vonis terhadap mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo lebih berat dibandingkan tuntutan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

 

Dalam sidang vonis yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ini, Majelis Hakim memvonis pidana mati terhadap terdakwa Sambo.

 

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana mati," ujar Majelis Hakim, Senin sore (13/2).

 

Majelis Hakim memutuskan bahwa terdakwa Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama melanggar Pasal 340 KUHP Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

 

Selain itu, Majelis Hakim juga memutuskan bahwa terdakwa Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan yang berakibat terganggunya sistem elektronik menjadi tidak bekerja secara bersama-sama sebagaimana mestinya.

 

Ferdy Sambo divonis melanggar Pasal 49 Juncto Pasal 33 UU 19/2016 tentang Perubahan Atas UU 11/2008 tentang ITE Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

 

"Tidak ditemukan adanya hal yang meringankan dalam hal ini," pungkas Hakim.

 

Putusan Majelis Hakim ini lebih berat dibandingkan tuntutan JPU yang menuntut terdakwa Sambo dengan pidana penjara seumur hidup. (rmol)


 

OLEH: ALEX WIBISONO

APA itu turbulensi? Gerakan yang kagak beraturan ke segala arah yang mengakibatkan guncangan. Itu pengertian simpel, supaya anda mudah memahami.

Itulah kira-kira gambaran Gerindra sekarang. Panik, lalu serang Anies. Semua jurus dikeluarkan, tapi tidak beraturan. Akibatnya, terjadilah guncangan.

 

Panik, karena Anies nyapres. Begitu yang ada di benak publik. Panik, lalu serang Anies. Bilang Anies tidak tahu diri. Tidak bisa berterima kasih. Menelikung dari belakang. Macam-macam tuduhannya.

 

Perjanjian utang kampanye ikut diviralkan. Padahal, udah lunas. Tapi diungkit-ungkit. Poin nomor 7 dalam perjanjian utang yang viral itu, kalau Anies-Sandi menang, utang lunas. Lah, kan udah menang. Lunas dong. Kenapa sekarang dibuka-buka bro?

 

Kamu bantu orang, kamu pinjamkan uang ke orang, terus kamu ungkit-ungkit. Kamu bilang ke semua orang kalau kamu pinjemin uang ke si anu. Dengan nada marah, kamu bilang si anu tidak tahu terima kasih. Kira-kira, orang yang dengerin umpatan kamu tu suka tidak? Emang ada orang yang seneng lihat kamu pamer-pamer kebaikan ke orang lain? tidak bro.

 

Itu namanya mukul orang, tapi kena muka sendiri. Siapa yang rugi? Kalkulasi politiknya, ya yang pamer yang rugi. Sekarang malah jadi bahan bully-an yang tidak karuan.

 

Gara-gara serangan yang tidak diukur, Prabowo bisa jeblok elektabilitasnya. Sandi? Hampir pasti akan ikut jeblok juga. Salah strategi bro. Tidak begitu cara main politiknya. Orang akan mengira kamu putus asa.

 

Gerindra dan Prabowo salah strategi. Harusnya, Prabowo bilang: selamat kepada Anies yang telah mendapatkan tiket nyapres dari Koalisi Perubahan. Ini anak muda yang smart dan potensial. Aset bangsa kita. Semoga Koalisi Perubahan konsisten dukung Anies. Kita akan bertemu di pilpres 2024. Kita buat kompetisi yang mencerdaskan rakyat. Kontestasi yang fair dan jujur, agar kelak jadi referensi buat sejarah demokrasi di Indonesia.

 

Kalah menang, saya tetap menang. Kalau yang menang saya, jadi presiden. Kalau yang menang Anies, saya juga merasa bangga. Saya ikut serta dalam perjalanan karir dan kesuksesan Anies. Saya ikut membesarkan Anies sejak Pilgub DKI 2017. Saya menang juga. Kesuksesan Anies itu kesuksesan saya juga.

 

Jika narasi itu yang disampaikan Prabowo, rakyat akan simpatik. Tapi kalau yang keluar itu tuduhan, upaya mendiskreditkan Anies, nagih hutang yang udah lunas, ya blunder. Rakyat makin kagak simpatik.

 

Coba baca medsos beberapa hari belakangan ini. Segala hal yang berhubungan dengan janji-janji Prabowo mulai dibongkar-bongkar. Komitmen Prabowo dengan partai pengusung dan para pendukungnya di pilpres 2019 mulai diviralkan. Pidato Prabowo 2019 berseliweran di medsos. Aduuuh. Salah langkah.

 

Seorang elite Demokrat juga ikut membongkar upaya Sandi dongkel Prabowo di Pilpres 2019. Ini baru episode pembukaan. Bisa berlanjut jika suhu politik terus memanas.

 

Saya, dan juga banyak temen saya pada bilang: kok bisa ya urusan privasi dibuka-buka. Ini dunia politik bro, bukan panggung entertainment. rmol.id

 

(Penulis adalah pemerhati sosial politik)

 

SANCAnews.id – Utang politik Anies Baswedan kepada Sandiaga Uno yang diungkap elit politik mencerminkan bahwa politik di Indonesia tidak bisa terhindarkan dari money politik atau politik uang.

 

“Ternyata, sebagian elite politik negeri ini masih menggunakan kampanye hitam untuk menghantam lawan politiknya. Politik zaman kuda makan besi masih digunakan di era keterbukaan ini,” kata pengamat politik Jamiluddin Ritonga kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (11/2).

 

Akibatnya, kata Jamiluddin, isu utang untuk menghancurkan reputasi Anies tampaknya tidak berhasil. Justru yang terjadi efek bumerang kepada pihak-pihak yang mengangkat isu tersebut.

 

“Kasus tersebut setidaknya menjadi pembelajaran bagi politisi dalam melemparkan isu. Tanpa kecermatan bermain isu, politisi itu akan dipermainkan isunya sendiri. Itu sangat berbahaya bagi dirinya sendirinya,” tutupnya. (*)


SANCAnews.id – Alasan relawan Ganjar Pranowo Mania (GP Mania) bubar sebelum proses pencalonan presiden diketok Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai rasional dan beralasan kuat. Pasalnya, gubernur Jawa Tengah itu memang tidak mempunyai sesuatu yang dapat "dijual" pada Pilpres 2024 nanti, kecuali pencitraan.

 

Begitu kata Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi menanggapi alasan GP Mania bubar, yang salah satunya karena Ganjar Pranowo dianggap minim gagasan.

 

Menurut Muslim, Ganjar merupakan sosok yang dibesarkan oleh lembaga survei. Posisinya selalu ditempatkan di tiga besar bersama Anies Baswedan dan Prabowo Subianto. Tapi soal gagasan, tidak pernah ada yang pernah mengukur ide-ide Ganjar andai jadi presiden RI.

 

"Tidak jelas alasannya, pokoknya 3 besar saja. Makanya dugaan survei bayaran tidak bisa ditepis. Sebab, Ganjar tidak punya prestasi yang dijual," ujar Muslim kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (12/2).

 

Pembubaran GP Mania, sambungnya, menjadi tamparan keras bagi Ganjar dan lembaga survei. Apalagi, Muslim melihat sudah banyak kritik terhadap prestasi Ganjar selama menjadi Gubernur Jawa Tengah.

 

"Ganjar juga sudah pasti tidak akan dilirik lagi oleh koalisi-koalisi," pungkas Muslim. (*)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.