Latest Post

 

SANCAnews.id – Anies Baswedan akhirnya angkat bicara terkait pernyataan Sandiaga Uno yang menyebutkan bila dirinya masih memiliki hutang 50 miliar saat mengikuti Pilkada DKI.

 

Dijelaskan Anies Baswedan saat menjadi bintang tamu di podcast Merry Riana, pada Pilkada DKI ada pemberi dukungan yang minta mencatat dukungan mereka sebagai hutang. 

 

Jadi ini merupakan dukungan terhadap kampanye, bila ini berhasil maka itu dicatat sebagai dukungan. Tapi bila tidak berhasil di dalam Pilkada maka itu dicatat sebagai hutang yang harus dikembalikan.

 

"Nah itu kan jadinya dukungan tuh, siapa penjaminnya? Penjaminnya adalah pak Sandi. Jadi uangnya bukan dari pak Sandi," ujar Anies Baswedan, dikutip Sabtu (11/2/2023).

 

Lebih lanjut, Anies menegaskan, sebenarnya ada pihak ketiga yang mendukung. Dan saya menyatakan dalam bentuk surat pernyataan hutang, saya yang tanda tangan.

 

"Di dalam surat itu, apabila Pilkada kalah maka saya dan pak Sandiaga Uno berjanji mengembalikan. Jadi apabila menang itu bukan hutang. Jadi Pilkada menang, selesai lah," pungkas Anies.

 

Diketahui belakangan Anies Baswedan diterpa kabar tak sedap terkait hutang 50 miliar terhadap Sandiaga Uno. Namun terbaru Sandiaga Uno mengaku untuk mengikhlaskan hutang tersebut. (suara)

 

SANCAnews.id – Peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro menilai bahwa kemungkinannya kecil jika Khofifah Indar Parawansa menjadi calon wakil presiden (cawapres) pendamping Anies Baswedan di Pilpres 2024.

 

Dia menyebutkan setidaknya ada 3 alasan yang membuat pasangan Anies-Khofifah susah diwujudkan. Pertama, Khofifah sejauh ini tidak memberikan reaksi apa pun atas isu tersebut.

 

Bahkan, di lingkaran Khofifah banyak yang tidak menghendaki Mantan Ketua Fatayat NU tersebut maju ke Pilpres 2024.

 

"Sebagian besar justru menghendaki Khofifah maju lagi di Pilgub Jatim, untuk menyelesaikan sejumlah target pembangunan yang belum terselesaikan di periode pertama," kata Bawono dalam keterangannya, Jumat (10/2/2023).

 

Menurut Bawono, Anies Baswedan juga tidak menunjukkan gestur tertentu yang mengindikasikan akan mendekati Khofifah. Sebaliknya, Anies justru lebih banyak “bergandengan” dengan AHY di sejumlah acara, seperti yang terakhir terlihat di Konser Dewa 19.

 

"Ini menunjukkan bahwa komunikasi intens antarkeduanya mengalami peningkatan. Bukan lagi hubungan partai koalisi, mungkin meningkat ke opsi cawapres. Mengingat sejauh ini, nama lain yang sering dibahas mendampingi Anies adalah AHY," lanjutnya.

 

Alasa ketiga, jelas Bawono, sesepuh Nahdlatul Ulama (NU) juga tidak menunjukkan sinyal mendukung Khofifah merapat ke Anies.  Menurutnya, Khofifah sebagai kader NU dikenal dekat dengan para ulama dan sesepuh ormas Islam itu.

 

"Jika dukungan tersebut ada, mungkin Khofifah akan meningkatkan hubungannya dengan Anies. Faktanya itu semua tidak terjadi dan Khofifah justru terlihat passionated dengan tugasnya sebagai Gubernur Jatim," pungkas Bawono. (kontenjatim)

 

SANCAnews.id – Surat diduga utang piutang Anies Baswedan kepada Sandiaga Uno viral di media sosial. Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa mantan Gubernur DKI Jakarta Periode 2017-2022 meminjam uang sebesar Rp92 miliar.

 

Pinjaman uang yang dilakukan Anies Baswedan ini untuk modal kampanye pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017 lalu.

 

Anies meminjam uang kepada Sandiaga Uno dan pihak ketiga lainnya secara bertahap untuk modal dirinya kampanye. Bahkan bila dijumlahkan totalnya mencapai Rp92 miliar.

 

Anies Baswedan dipastikan memang pernah meminjam uang puluhan miliar Rupiah kepada Sandiaga Uno dan pihak ketiga lainnya untuk modal kampanye saat Pilgub DKI 2017 lalu.

 

“Saya mengakui total jumlah dana pinjaman 1, pinjaman 2 dan dana pinjaman 3 adalah sebesar Rp 92 miliar,” tulis Anies Baswedan dikutip dari Holopis.com pada Jumat, 10 Februari 2023.

 

“Karena dana yang dijanjikan antara Bapak Aksa Mahmud/Erwin Aksa (pihak penjamin) berdasarkan kesepakatan antara Bapak Aksa dengan PKS dan Partai Gerindra yang mana saya tidak menghadiri pertemuan/kesepakatan tersebut, sampai saat ini belum tersedia,” tulisnya.

 

Dalam salah satu poin dalam surat tersebut, disebutkan jika Anies Baswedan kalah pada Pilgub DKI 2017 maka akan dikembalikan.

 

Akan tetapi, apabila pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno berhasil menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies hanya perlu mengganti hutang puluhan miliar tersebut dengan cara lain.

 

“Mekanisme penghapusan dana pinjaman akan ditentukan kemudian melalui kesepakatan antara saya dengan Bapak Sandiaga Uno,” tulisnya. (suara)

 

SANCAnews.id – Anies Baswedan akhirnya mengungkap kenapa dia menolak menjadi calon wakil presiden (cawapres) untuk mendampingi Prabowo Subianto yang menjadi calon presiden (capres). Dia memberikan alasan yang masuk akal terkait penolakannya ini.

 

Pernyataan ini disampaikan Anies Baswedan sehari lalu. Dia menyatakan, dia memang sempat diajak Prabowo Subianto untuk menjadi cawapres, namun menolaknya.

 

Hal itu diungkapkan Anies Baswedan kepada Merry Riana dalam kanal Youtube dengan nama yang sama. Merry awalnya menanyakan ada utang janji antara Anies dengan Prabowo, bahwa Anies tidak akan menjadi capres jika Prabowo menjadi capres.

 

“Tapi sekarang dua-duanya capres (untuk Pemilu 2024),” tanya Merry dalam video Jumat (10/2/2023).

 

Menjawab pertanyaan itu, Anies Baswedan menyatakan, pada waktu dia menjadi calon gubernur Jakarta dalam Pilgub Jakarta 2017, memang dia sudah berkomitmen akan menyelesaikan pemerintahan selama lima tahun.

 

Artinya, dia akan melaksanakan tugas sebagai gubernur Jakarta sampai 2022. Dia pun menegaskan tidak akan meninggalkan jabatan itu sebelum habis masa tugasnya.

 

“Pada waktu mulai bekerja bahwa saya akan fokus di Jakarta lima tahun, saya akan fokus Jakarta lima  tahun dan sesudah Pilkada 2017 itu ada Pilpres 2019 jadi saya sampaikan saya tidak akan tengok kanan-kiri, saya akan full lima tahun di Jakarta karena itu saya tidak akan mengikuti Pilpres,” jelasnya.

 

Bahkan, saat debat calon gubernur, dia sempat ditanya panelis apakah akan ikut Pilpres 2019 bila nanti terpilih jadi gubernur DKi Jakarta.

 

Pertanyaan ini mengingatkan Jokowi sebagai gubernur Jakarta yang baru memimpin selama 2 tahun dari 2012 ternyata malah menjadi capres dalam Pilpres 2014.

 

“Jadi kita komit 5 tahun,” terangnya.

 

Nah, karena komitmen untuk menyelesaikan sebagai gubernur Jakarta, dia tidak mengikuti langkah Jokowi untuk ikut sebagai kontestan Pilpres 2019. Walau demikian, Anies mengaku pada tahun 2018 dia sempat diajak Prabowo untuk menjadi cawapres pasangan Prabowo yang kala itu maju sebagai capres.

 

Namun, Anies mengaku sudah menyampaikan penolakan menjadi cawapres untuk mendampingi Prabowo.

 

“Prabowo terima kasih atas undangannya, ini sebuah kehormatan tetapi saya punya komitmen untuk menyelesaikan di Jakarta selama 5 tahun,” kata Anies, menirukan pernyataannya kepada Prabowo kala itu.

 

Anies pun menyatakan, itu kunci mengapa dia menolak jadi cawapres Prabowo kala itu. Sebab, dia punya janji politik bahkan dituangkan dalam kontrak politik dengan warga Jakarta.

 

“Banyak saya tanda tangan tuh kontrak-kontrak politik dengan masyarakat miskin kota, dengan Kampung Aquarium, dengan masyarakat kaki lima, itu semua janji-janji yang saya harus tunaikan," jelas dia.

 

"Apa yang harus saya sampaikan kepada mereka kalau setelah satu tahun saya pergi. Kemudian nanti mereka tidak lagi percaya kepada proses demokrasi karena yang bertanda tangan untuk mengikuti pemilu begitu saja meninggalkan. Saya tidak mengerjakan itu dan itulah yang kemudian saya laksanakan,” paparnya. (suara)

 

SANCAnews.id – Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman gerah melihat tingkah Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate.

 

Pasalnya Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai NasDem itu terkesan mengulur-ulur waktu, karena mangkir pada pemanggilan pertama dari Kejaksaan Agung (Kejagung), sebagai saksi kasus dugaan korupsi penyedia infrastruktur BTS 4G, pada Kamis (9/2/2023).

 

Boyamin mengingatkan, agar Johnny mau menepati janjinya untuk hadir pada pemanggilan kedua, yang rencananya berlangsung pada Senin (13/2/2023) mendatang.

 

Ia mengatakan Johnny yang telah menggunakan haknya sebagai saksi yang boleh meminta penundaan, harus paham juga untuk menunaikan kewajibannya yakni memenuhi panggilan secepatnya. “Ditunggu panggilan kedua karena KUHAP sudah mengatur saksi boleh minta penundaan,” ujar kepada inilah.com di Jakarta, Jumat (10/2/2023).

 

Boyamin meminta pihak Kejagung untuk bertindak tegas, jangan lagi maklum dengan sikap mengulur-ulur waktu. Menurutnya Johnny bisa dipanggil atau dijemput paksa. “Nanti kalau panggilan kedua tidak hadir, maka diterbitkan surat perintah membawa,” kata Boyamin.

 

Diberitakan sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana menjelaskan batalnya pemeriksaan terhadap Menteri Johnny karena yang bersangkutan sedang mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi).

 

Ia mengatakan Kejagung telah menerima surat resmi dari pihak Sekretaris Kementerian Kominfo, terkait dengan ketidakhadirannya Johnny. Dalam surat itu juga dijelaskan bahwa Johnny juga tidak dapat hadir pada Senin (13/2/2023), namun bisa hadir pada Selasa (14/2/2023).

 

“Adapun alasan alasan yang disampaikan oleh Beliau yaitu adalah bahwa pada hari ini beliau dampingi bapak Presiden RI dalam acara Puncak Pers Nasional di Medan,” kata Ketut dalam sesi jumpa pers di Kejaksaan Agung, Kamis (9/2/2023). (inilah)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.