Latest Post

 

SANCAnews.id – Mahkamah Konstitusi baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah sembilan hakim konstitusi, seorang panitera, dan satu panitera pengganti dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan kasus pemalsuan dokumen.

 

Diketahui, laporan tersebut dilayangkan oleh seseorang bernama Zico Leonard Djagardo Simanjuntak pada hari Rabu (1/2/2023), selaku pemohon uji materi perkara 103/PUU-XX/2022 Nurlidya Stephanny Hikmah.

 

Dalam laporannya tersebut, Zico menyebut bahwa para terlapor diduga telah melakukan pemalsuan dengan mengubah substansi putusan perkara nomor 103/PUU-XX/2022.

 

Lantas, seperti apakah fakta-fakta 9 hakim yang dilaporkan ke polisi tersebut? Simak informasi lengkapnya berikut ini.

 

1. Mengubah Frasa dalam Salinan Putusan dan Risalah Persidangan 

Melansir dari berbagai sumber, kuasa hukum Zico, Leon Maulana menjelaskan bahwa para terlapor mengubah frasa dalam salinan putusan dan risalah persidangan. Frasa yang diubah merupakan kata “demikian”m menjadi “ke depan” di salah satu bagian pertimbangan dalam putusan perkara nomor 103/PUU-XX/2022.

 

Leon menyebut bahwa pengubahan tersebut menjadikan substansi dalam surat salinan putusan risalah persidangan berbeda dengan putusan yang dibacanya di ruang persidangan, dan berujung pada pencopotan Hakim Aswanto.

 

2. Klien Merasa Dirugikan 

Kuasa hukum Zico yang lain bernama Angela Claresta Foek mengungkapkan bahwa kliennya tersebut merasa dirugikan dengan pengubahan frasa tersebut.

 

Oleh karenanya, Zico pun menjerat para pelapor dengan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemalsuan surat. Laporan tersebut telah teregistrasi dengan nomor LP/B/557/II/2023/SPKT/POLDA METRO Jaya.

 

3. Pertama Kali dalam Sejarah 

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) berdiri pada tahun 2003. Hampir dua dasawarsa berlalu, sejarah baru dicetak yaitu sembilan hakim konstitusi dilaporkan ke polisi.

 

Dugaannya pun tidak main-main, yaitu skandal dugaan adanya pemalsuan putusan MK.

 

4. Daftar hakim MK dan Panitera yang Dilaporkan 

Berikut ini, daftar hakim mahkamah konstitusi dan panitera yang dilaporkan: 

Anwar Usman (Hakim Konstitusi)

Arief Hidayat (Hakim Konstitusi)

Wahiduddin Adams (Hakim Konstitusi)

Suhartoyo (Hakim Konstitusi)

Manahan MP Sitompul (Hakim Konstitusi)

Saldi Isra (Hakim Konstitusi)

Enny Nurbaningsih (Hakim Konstitusi)

Daniel Yusmic Pancastaki Foekh (Hakim Konstitusi)

M. Guntur Hamzah (Hakim Konstitusi)

Muhidin Panitera Perkara No. 103/PUU-XX/2022)

Nurlidya Stephanny Hikmah (Panitera Pengganti Perkara No. 103/PUU-XX/2022).

Diketahui, pelaporan pidana hakim MK ini menjadi babak baru peradilan konstitusi tersebut. Sebelumnya, sejumlah kasus pidana melilit MK yang saat ini diketuai oleh adik ipar Jokowi, Anwar Usman.

 

Sebagai informasi, pada tahun 2013, Ketua MK Akil Mochtar ditangkap KPK karena tertangkap menerima suap dan ia akhirnya dihukum penjara seumur hidup.

 

Ada juga hakim konstitusi Patrialis akbar yang ditangkap karena kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi. Mulanya Patrialis Akbar dihukum 8 tahun penjara. Namun, hukumannya dipangkas setahun menjadi 8 tahun oleh MA. (suara)


SANCAnews.id – Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli (RR) turut menyoroti permasalahan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Ini setelah Kepala BRIN Laksana Tri Handoko disemprot habis-habisan oleh Komisi VII DPR karena dianggap tak becus memimpin lembaganya.

 

DPR RI turut membongkar sejumlah 'borok' BRIN, termasuk masalah anggaran yang dinilai tidak jelas penggunaannya. Tak hanya itu, BRIN juga menuai sorotan tajam dari masyarakat lantaran menghentikan sistem peringatan deteksi dini tsunami.

 

Penghentian sistem peringatan tsunami itu sendiri sempat dikomentari Susi Pudjiastuti dengan emoji tangisan di Twitter. Emoji menangis itu rupanya mengundang atensi Rizal Ramli yang langsung bertanya ke sosok mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) tersebut.

 

Melalui cuitannya, Rizal secara menohok bertanya ke Susi terkait apa sebenarnya tugas BRIN. Ia bingung apakah BRIN itu merupakan lembaga penelitian atau justru lembaga propaganda.

 

"Mbak Susi? BRIN itu lembaga research (penelitian) atau lembaga propaganda ya?" tanya Rizal Ramli di Twitter dengan emoji tertawa, seperti dikutip Suara.com, Kamis (2/2/2023).

 

Sentilan Rizal Ramli terkait BRIN itu turut dibaca ribuan kali oleh warganet. Mereka juga membanjiri kolom komentar cuitan RR dengan beragam pendapat.

 

"Lembaga (cari) keuangan," komentar warganet.

 

"Lembaga buat bantu habiskan uang negara! Dipimpin orang bodoh yang rakus? Sekian dan terimakasih," kritik warganet.

 

"Makan gaji buta korupsi yang dilegalkan," sentil warganet.

 

"Bukannya (BRIN) lembaga survei ya?" celutuk warganet.

 

"Lembaga gak berguna kayaknya pak, ngabis-ngabisin anggaran aja buat gaji mereka," tambah yang lain.

 

DPR cecar Kepala BRIN

Komisi VII DPR mencecar Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dicecar terkait tingginya pagu riset BRIN yang mencapai triliunan. Hal tersebut disampaikan oleh anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi NasDem, Rudi Hartono Bangun.

 

"Saya mau bertanya tentang pagu anggaran. Total pagu BRIN ini Rp 6,3 triliun, terdiri dari urusan operasional Rp 4 triliun, PNBP Rp 1,99 miliar, BLU Rp 1,43 miliar dan loan artinya pinjaman ya. 435 ini Bapak minjamkan ke orang gitu kan?" cecar Rudi Hartono.

 

Begitu pula dengan masalah anggaran BRIN yang turut dikomplain oleh Mulyanto, anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS.

 

"Anggaran BRIN yang kita harapkan menjadi Rp 24 triliun, adanya kurang lebih hanya Rp 6 sampai Rp 7 triliun, padahal semua lembaga sudah melebur," ucapnya.

 

Program BRIN di bawah kepemimpinan Tri Handoko disebut sangat lemah dan tidak implementatif sehingga muncul beberapa kasus terkait dengan BRIN. Akibatnya ada sejumlah kejadian menghebohkan masyarakat karena koordinasi di BRIN yang tidak bagus.

 

Salah satu kejadian dari BRIN yang kemudian menjadi heboh adalah saat seorang peneliti BRIN memprediksi tentang adanya badai besar. Prediksi yang kemudian diungkap ke publik tersebut tanpa didasarkan koordinasi dan validasi data sehingga mengakibatkan kepanikan di masyarakat.

 

Sederet persoalan BRIN membuat Laksana Tri Handoko direkomendasikan untuk dicopot dari jabatannya. Desakan pencopotan itu timbul karena Tri Handoko dinilai gagal mengkonsolidasikan lembaga, SDM dan anggaran badan yang dipimpinnya.

 

"Saya menganggap pimpinan BRIN yang ada sekarang ini tidak dapat mengkonsolidasikan lembaga-lembaga di bawah kewenangannya. Karena itu saya mengusulkan agar pimpinan BRIN sekarang diganti saja," kata Mulyanto. (suara


 

SANCAnews.id – Kabar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang menghentikan program pemantauan tsunami atau Indonesia Tsunami Early Warning System (Ina-TEWS) mengejutkan banyak pihak.

 

"Kalau dikaitkan dengan sistem peringatan dini, ini (penghentian program Ina-TEWS)  saya malah baru tahu," kata anggota Komisi VIII DPR RI Wastam di sela-sela peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-47 Sentra Satria di Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (2/2/2023).

 

Ia menjelaskan, hal itu terkait adanya pemberitaan yang menyebutkan bahwa ruangan pemantau Indonesia Tsunami Observation Center (Ina-TOC) di Gedung Soedjono Poesponegoro, di Jalan M.H Thamrin, Jakarta Pusat, tidak ada aktivitas dalam satu tahun terakhir, sehingga muncul dugaan jika program Ina-TEWS telah dihentikan oleh BRIN.

 

Ia mengaku berencna mempertanyakan penghentian program Ina-TEWS tersebut melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kementerian Sosial (Kemensos) selaku mitra Komisi VIII DPR RI.

 

Menurut dia, hal itu akan dilakukan karena BNPB dan Kemensos juga menangani atau berkaitan dengan permasalahan tersebut.

 

"Saya pasti akan mempertanyakan (ke BNPB dan Kemensos), karena BRIN bukan mitra kami, saya akan mempertanyakan ke mitra kami, terutama ke BNPB, kok sampai dihentikan," jelasnya.

 

Ia mengatakan jika program Ina-TEWS sampai benar-benar dihentikan, risikonya sangat besar sekali ketika terjadi tsunami tanpa adanya sistem peringatan dini.

 

"Kecuali kalau ada sistem yang baru, yang lebih efektif, enggak apa-apa kalau (yang lama) dihentikan oleh BRIN. Tapi kalau enggak ada (sistem yang baru), terus sudah dihentikan, pasti kita akan memberikan evaluasi untuk hal ini," tegasnya.

 

Oleh karena itu, kata dia, harus ada solusi dari BRIN jika program Ina-TEWS benar-benar dihentikan karena ketika terjadi bencana tsunami yang menimbulkan banyak korban, siapa yang harus bertanggung jawab.

 

Menurut dia, program Ina-TEWS dibutuhkan mengingat sejumlah wilayah Indonesia merupakan daerah rawan tsunami, seperti di pesisir selatan Jawa mulai dari Ujungkulon sampai Banyuwangi.

 

"Apalagi berdasarkan prediksi, wilayah kita mempunyai potensi terjadi gempa yang kekuatannya sangat besar (gempa megathrust)," kata Wastam. (suara)

 

SANCAnews.id – Rapat dengar pendapat atau RDP Komisi VII DPR RI dengan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko di Gedung DPR RI, pada Senin (31/1/2023) berlangsung panas. Anggota Komisi VII sepakat agar Kepala BRIN dicopot.

 

Mayoritas anggota Komisi VII menyoroti kinerja Kepala BRIN yang dinilai lemah mengelola lembaga yang belum lama terbentuk itu. Pengelolaan anggaran BRIN yang mencapai Rp 6 triliun lebih juga dinilai kacau balau.

 

Hal itu sebagaimana dikatakan salah satu anggota Komisi VII dari PKS, Mulyanto. Menurut dia desakan pencopotan itu timbul lantaran Tri gagal mengkonsolidasikan lembaga, SDM dan anggaran, badan yang dipimpinnya. Kegagalan itu berdampak terhadap berbagai kejadian kurang baik yang belakangan muncul di BRIN.

 

"Saya menganggap pimpinan BRIN yang ada sekarang ini tidak dapat mengkonsolidasikan lembaga-lembaga di bawah kewenangannya. Karena itu saya mengusulkan agar pimpinan BRIN sekarang diganti saja," kata Mulyanto dalam keterangannya, Rabu (1/2/2023).

 

Mulyanto sendiri mengaku heran dengan BRIN. Sebab sejak awal pembentukan hingga sekarang proses transisional belum juga selesai, baik dari aspek SDM, organisasi kelembagaan hingga anggaran.

 

Ia berpandangan kapasitas impelementasi program BRIN sangat lemah dan tidak implementatif sehingga muncul beberapa kasus terkait dengan BRIN. Mulyanto mencatat sejumlah kejadian menghebohkan masyarakat karena koordinasi di BRIN yang tidak bagus.

 

Salah satu kejadian dari BRIN yang kemudian menjadi heboh ialah saat seorang peneliti BRIN memprediksi tentang adanya badai besar. Prediksi yang kemudian diungkap ke publik itu tanpa didasarkan adanya koordinasi dan validasi data sehingga mengakibatkan kepanikan di masyarakat.

 

Ancam Lapor Ke KPK

Sementara itu, anggota Komisi VII dari Fraksi Golkar, Gandung Pardiman lebih keras lagi. Dalam rapat komisi itu, Gandung mengusulkan ada audit investigasi terhadap BRIN. Ia bahkan menegaskan dan yakni banyak yang telah dikorupsi di BRIN.

 

"Saya usul ada audit investigasi tentang perjalanan keuangan BRIN, banyak yang dikorupsi itu, saya yakin seyakin-yakinnya," ujar Gandung yang ikut rapat Komisi VII secara online.

 

Gandung pun mengusulkan untuk mengundang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigasi terhadap BRIN.

 

"Kita lapor KPK, banyak penyelewengan kasat mata," katanya.

 

Diketahui, Laksana Tri Handoko dilantik menjadi Kepala BRIN oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Negara, Rabu (28/4/2021). Sebelum menjabat sebagai Kepala BRIN, ia menjabat sebagai Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI). (suara)

 

SANCAnews.id – Belakangan pekan terakhir ini Hamidah warga Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU) tak bisa tenang. Bahkan tidur pun susah. Bukan karena dia mengidap penyakit insomnia, melainkan karena terus kepikiran lahan yang dia punya. Seluas 155 meter persegi di RT 04 Kelurahan Pemaluan, Kecamatan Sepaku, PPU.

 

Lahan tersebut masuk dalam kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Meski luasan hanya 155 meter persegi, Hamidah justru sangat kecewa dengan nilai ganti rugi yang disodorkan pemerintah untuk lahan yang sudah dikuasainya dengan alas hak sertipikat tersebut.

 

"Saya bertanya kenapa kok sertipikat diambil. Saya mau tahu harga rumah itu berapa per meter. Saya keberatan kalau memang rumah saya masuk IPAL," kata Hamidah dengan nada kecewa, dikutip Kamis (02/02/2023).

 

Yah, luasan lahan 155 meter persegi itu terdapat rumah yang ditempatinya. Dihargai sangatlah murah, jauh dari harapan yang diinginkan Hamidah. Yakni senilai Rp. 56.003.808,- dengan alasan tak ada sertipikat. Kawasan itu nantinya akan berdiri Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

 

Pun dengan yang dirasakan Sarina Natalina Gultom, warga RT 10 Desa Bumi Harapan. Dia memiliki lahan sekitar 28 hektare yang juga masuk di kawasan KIPP IKN. Meskipun belum dilakukan negosiasi, dia sangat khawatir lahan miliknya itu akan bernasib sama dengan warga lainnya. Dihargai dengan nilai Rp 200 ribu per meter.

 

"Warga RT 10 tidak menerima harga ganti rugi yang diluar dari yang ditentukan oleh ibu dirjen seperti yang dikatakan di podcast. Selama ini kami itu ditawarin Rp 200 ribu per meter. Padahal di podcast itu nilainya 650 sampai 1 juta per meter," terang Sarina.

 

Menurut pengakuan Sarina, selama ini warga dikumpulkan oleh pihak pemerintah. Mulai dari ATR/BPN, kelurahan, hingga kecamatan. Mereka dikumpulkan untuk mendengarkan pemaparan terkait ganti rugi lahan. Pertemuan itu terakhir berlangsung pada akhir tahun lalu.

 

Dari situ, satu-persatu warga diberikan penjelasan terkait nilai ganti rugi lahan. Berkas itu juga berisi surat yang menyatakan bahwa warga sepakat dengan nilai yang telah ditentukan. Setiap warga berbeda-beda. Tapi dikatakan Sarinah hampir bisa dipastikan nilainya sekitar Rp 200 ribu.

 

"Jadi kalau warga tidak mau atau keberatan akan dititipkan ke pengadilan berkas itu. Seperti dapat ancaman begitu," jelas Sarina.

 

Lahan milik Sarina berada di KIPP IKN Nusantara. Seluas 28 hektar dan ditumbuhi tanaman produktif. Lahan miliknya itu rencana menjadi jalan utama menuju istana kepresidenan di IKN Nusantara. Terletak di sumbu barat KIPP IKN Nusantara. Secara dukungan, Sarina sangat mendukung pembangunan IKN Nusantara.

 

"Hanya saja kami ini minta dihargai soal harga tanah, itu saja," singkatnya.

 

Warga lainnya, Edy Dalimunte sudah bernegosiasi dengan pemerintah terkait ganti rugi lahan. Desember lalu dia turut menghadiri pertemuan tersebut. Mulai dari ATR/BPN PPU, Kementerian PUPR, Kecamatan, Kelurahan hingga aparat keamanan TNI-Polri. Pada saat negosiasi warga dipanggil satu-persatu. Lahan Edy seluas 2500 meter persegi terletak di Desa Bumi Harapan. Dihargai Rp 225 ribu per meter.

 

"Kita dikasih amplop, disuruh tanda tangan kalau tidak, nanti uangnya dititipkan di pengadilan. Empat kali saya sudah negosiasi, jadi belum cocok. Kita merasa takut jadinya kalau uangnya dititipkan di pengadilan. Soal masalah pembayaran itu dipanggil satu-satu ke ruangan," ujarnya.

 

Memang dalam sosialisasi yang diterima warga sempat ada pilihan ganti rugi. Mulai dari diganti dengan lahan, bangunan, hingga uang. Tapi Edy bersama warga lainnya yang hadir saat itu sepakat dengan ganti berupa uang saja.

 

"Ternyata yang dibayarkan Rp 225 ribu per meter. Saya minta dinaikkan, mereka bilang tidak bisa karena nanti bisa bermasalah hukum," akunya.

 

Ganti rugi lahan dengan nilai uang yang rendah tentu sangat berdampak bagi warga. Mengingat di lahan tersebut mereka menggantungkan hidupnya. Sebagian besar punya lahan kelapa sawit. Meskipun tidak begitu luas, setidaknya bisa menjadi sumber pendapatan setiap bulannya.

 

Seperti yang juga dirasakan Teguh Prasetyo, warga di Desa Bumi Harapan, kawasan KIPP IKN Nusantara. Dia tak tahu harus bagaimana melanjutkan kehidupan bersama istri dan enam anaknya.

 

"Saya tadinya mau bangun kos-kosan. Setelah jual lahan kelapa sawit. Tapi ternyata kena KIPP IKN Nusantara. Ya tidak masalah, tapi kenapa kok cuma dihargai Rp 225 ribu per meter," kata Teguh.

 

Jeritan warga Kelurahan Pemaluan dan Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara tersebut sangat berarti. Mereka bukan tidak mendukung pembangunan IKN Nusantara, melainkan hanya ingin kejelasan ganti rugi lahan yang sudah mereka huni bertahun-tahun dengan harga yang pantas dan berkeadilan. (suara)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.