Latest Post

 

SANCAnews.id – Jaringan pendidik Nasional untuk Anies (JARDIKNAS) secara resmi mendeklarasikan dukungan terhadap Anies Baswedan sebagai presiden RI 2024 di PEACE Center, kawasan Modern Hill Pondok Cabe, Tangerang Selatan Banten, Senin (30/1/2023).

 

Deklarasi ini dihadiri oleh seluruh pengurus DPP JARDIKNAS, para tenaga pendidik dari TK sampai Perguruan Tinggi.

 

Ketua Umum Jardiknas Abba Taher menjelaskan ada 3 poin pernyataan bersama sebagai bentuk komitmen mendukung penuh langkah Anies menuju panggung Pilpres 2024. 


Pertama, Jardiknas mendukung Anies Baswedan sebagai presiden RI 2024.

 

Kedua, Jardiknas akan membangun jaringan pendidik dan keluarga pendidik hingga level TPS.

 

"Ketiga bersinergi dan berkolaborasi dengan kelompok dan kekuatan lain pendukung Anies baik dari unsur relawan maupun parpol pengusung dan yang keempat, akan berjuang dengan sungguh-sungguh untuk kemenangan Anies Baswedan pada Pilpres 2024," tegas Abba Taher, Ketua Umum Jardiknas dalam keterangan tertulisnya.

 

Acara Deklarasi Relawan Jardiknas Untuk Anies dihadiri oleh alim ulama Habib H Ahmad Shahab sekaligus menjadi dewan pembina.

 

Hadir pula tokoh masyarakat, tokoh politik dari parpol pengusung (Nasdem, PKS dan Demokrat), para ketua simpul relawan yang berafiliasi dengan KoReAn dan seluruh pengurus DPP Jardiknas.

 

Sementara itu, Sekjend Konfederasi Nasional Relawan Anies (KoReAn) Saifuddin Suhri dalam sambutannya menyampaikan beberapa hal yang perlu dilakukan seluruh relawan Anies di seluruh penjuru tanah air untuk merangkul semua elemen masyarakat agar mendukung Anies untuk perubahan yang lebih baik.

 

"Tawarkan kredibilitas dan rekam jejak pak anies, jangkau ke semua kalangan, tonjolkan akhlak yang baik. kembangkan struktur relawan hingga ke tingkat RT/RW," kata Saifuddin Zuhri, Sekjen KoReAn.

 

Setelah Demokrat menyatakan dukungan resmi dan PKS tetap konsisten terlibat dalam tim kecil koalisi perubahan, Konfederasi Nasional Relawan Anies langsung tancap gas.

 

Dua dari 67 simpul relawan yang berafiliasi dengan KoReAn melakukan deklarasi bersamaan, Jardiknas di Tangerang dihadiri oleh Sekjen KoReAn Saifuddin Zuhri dan Relawan Anies Sumatera di Lampung dihadiri oleh Ketua Umum Konfederasi Nasional Relawan Anies, Muhammad Ramli Rahim. (kontenjatim)

 

SANCAnews.id – Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (NasDem) Surya Paloh menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara pada Kamis (26/01/2023) lalu.

 

Melihat pertemuan itu, Pengamat Politik Rocky Gerung menilai ada kaitannya dengan dukungan NasDem kepada Anies Baswedan. Rocky pun meminta Jokowi untuk mulai sadar saat ini.

 

“Kelihatannya Pak Jokowi harus terima fakta bahwa Anies itu unstoppable,” jelas Rocky melalui kanal Youtube Rocky Gerung Official.

 

Jokowi dinilai Rocky Gerung telah melakukan kesalahan dalam mendukung peluang yang dimiliki oleh Anies.

 

Namun sebaliknya, Surya Paloh menangkap dukungan dan antusias masyarakat terhadap Anies yang bisa diperjuangkan untuk Pemilu 2024 mendatang.

 

“Anies itu sudah diasuh oleh satu situasi yang menginginkan ada perubahan politik. Jadi kegagalan Pak Jokowi untuk memprediksi bahwa Anies itu bukan diusulkan oleh partai tapi Anies dikehendaki oleh rakyat karena itu dibaca oleh NasDem lebih awal,” ujarnya.

 

Lebih lanjut, Rocky menyampaikan bahwa Demokrat dan PKS turut membaca situasi yang sama dengan NasDem. Hal tersebut ditunjukkan dengan sikap Demokrat lewat AHY yang akhirnya menyatakan siap mendukung Anies.

 

Rocky menilai PKS akan segara melakukan hal yang serupa, walaupun saat ini PKS sendiri belum bersikap yang sama dengan Demokrat dan NasDem.

 

Tiga parpol yang begitu solid tersebut dinilai Rocky sebagai kekhawatiran Jokowi. Sebab, kandidat capres yang ada di lingkar kekuasaannya belum menunjukkan perkembangan berarti.

 

“Saya kira itu yang kemudian mencemaskan presiden, karena akhirnya presiden tiba pada semacam pragmatisme saja, di depan dia ada Anies yang terus moncer sementara tokoh yang dia usulkan itu tidak bergerak statistiknya,” ungkapnya.

 

“Anies itu sebaliknya, Anies itu betul-betul kuda hitam yang mau ditunggangi oleh siapa pun itu akan tiba di finish, karena yang dilakukan oleh Anies sekarang belum apa-apa. Dia baru 3-4 provinsi saja ledakan dukungannya sudah gila-gilaan,” jelasnya.

 

Sementara itu, Jokowi mengaku tak ada yang istimewa terkait pertemuannya dengan Surya Paloh, dan ketika ditanya apakah terkait reshuffle Jokowi enggan berbicara banyak. (kontenjatim)

 

SANCAnews.id – Pengamat politik dan akademisi Rocky Gerung menyebut, tahun 2024 akan menjadi era kepemimpinan bagi mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

 

Dia pun mengingatkan Jokowi untuk tindak menghalangi Anies dalam pencalonan di Pilpres 2024. Sebab menurut Rocky, kondisi ini akan membahayakan skenario dinasti politik yang sudah direncanakannya.

 

"Itu bahayanya kalau Pak Jokowi menghalangi Anies terus. Kasihan nanti dinastinya itu juga akan dihalangi. Kan  Indonesia itu tumbuh dalam politik dendam," kata Rocky Gerung saat berdiskusi bersama jurnalis senior Hersubeno Arief.

 

Diusungnya Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden atau bacapres dinilai bisa membahayakan karier politik Gibran Rakabuming. Maka dari itu, Rocky Gerung menyarankan Gibran untuk masuk dalam koalisi Anies Baswedan.

 

"Setelah Anies jadi presiden, seluruh persiapan gubernur itu akan nebeng pada Anies. Psikologi politik selalu begitu. Ketika lokomotifnya jalan, kantor kepala stasiun juga akan ditarik," ujar Rocky Gerung.

 

Tak hanya karier politik Gibran yang terancam, Kaesang juga dinilai tak akan mampu berkompetisi di Pilkada sebagai calon Wali Kota Solo untuk menggantikan posisi sang kakak.

 

"2024 eranya Anies. Maka nggak mungkin Kaesang itu masuk kompetisi di Solo walaupun itu dianggap kandang banteng. Karena juga Megawati merasa gara-gara dinasti Jokowi, dinasti Soekarno itu terbengkalai," imbuh Rocky. (kontenjatim)


Oleh: M Rizal Fadillah 

Pemerhati Politik dan Kebangsaan

 

MEMBACA dan melihat sepak terjang dan gaya politik Prabowo Subianto akhir-akhir ini maka rasanya bersyukur juga Prabowo pada Pilpres 2019 tidak berhasil menjadi Presiden Republik Indonesia. Bukan berarti gembira Jokowi menang akan tetapi sikap anti rakyat Jokowi jauh lebih jelas ketimbang Prabowo. Prabowo abu-abu.

 

Ketika yang bersangkutan siap menerima jabatan Menteri dan masuk dalam Kabinet Jokowi maka goresan buruk karakter mulai tercatat. Ia tidak peduli dengan tangisan dan perasaan pendukung yang berjuang mati-matian untuk Prabowo. Merasa terkhianati. Kecurangan  Pilpres diterima demi status Menteri.

 

Berkali-kali memuji habis-habisan Jokowi mulai dari pekerja keras, selalu memikirkan rakyat hingga memberi predikat sebagai Presiden terbaik. Untuk Jokowi ia bersyahadat. Orang menyebut Prabowo bagai penjilat yang berubah dari macan menjadi meong. Galak dan gebrak mimbar Prabowo dulu hanya monumen.

 

Tidak sedikitpun simpati Prabowo pada pendukungnya  yang menjadi pesakitan di rezim Jokowi. Tokoh KAMI yang dipenjara, HRS dan enam laskar terbunuh keji lewat begitu saja. Belum aktivis di daerah yang "la salam wala kalam". Tak sepatah katapun terucap simpati apalagi membela. Rakyat melihat orientasi hanya pada jabatan dan ketakutan. Presiden menjadi impian.

 

Terakhir ia mendekat pada keluarga Jokowi. Gibran, Kaesang dan Bobby ditempel rapat. Langkah mengerikan dari sang jagoan yang mantan Danjen Kopassus. Prabowo dukung Gibran untuk Gubernur Jateng atau DKI, Prabowo mendukung pula Bobby maju Gubernur Sumut. Meski untuk ini agak kikuk dengan Edy Rahmayadi Gubernur yang kader Gerindra sendiri.

 

Prabowo senang mendengar Kaesang terjun ke politik dan bahagia jika masuk ke Partai Gerindra. Kaesang yang baru saja menikah ala anak raja dengan kawalan ribuan tentara dan polisi tampaknya akan didorong untuk Walikota Solo menggantikan Gibran. Jika demikian maka Prabowo adalah pendukung nepotisme.

 

Ditunggu Prabowo bersilaturahmi ke ipar Jokowi Anwar Usman Ketua MK untuk jaga-jaga jika proses Pilpres masuk ke Mahkamah Konstitusi.

 

Prabowo tidak layak untuk jadi Presiden di negeri demokrasi. Karenanya ada hikmah besar bahwa ia tidak menjadi Presiden pada Pilpres 2019 dan Pilpres sebelumnya.

 

Prabowo memang tidak lebih bagus dari Jokowi.

 

(Bandung, 30 Januari 2023)


SANCAnews.id – Perjanjian Pak Prabowo dengan Anies Baswedan terkait pemilihan presiden diungkit kembali oleh Sandiaga Uno. Menurut Sandiaga, dalam perjanjian menyangkut Prabowo dan Anies, mengandung sejumlah poin yang cukup detil dan disepakati. Kesepakatan itu bermula saat Anies dan Sandiaga maju Pilgub DKI Jakarta 2017 hingga langkah politik ke depan.

 

Mengomentari hal ini, Rocky Gerung dalam Kanal Yotube Rocky Gerung Official edisi Senin (30/01/23) mengatakan, “Bagi Pak Prabowo, Anies menjadi semacam ya duri dalam melon, kira-kira begitu, karena dianggap bahwa Anies tidak disangka-sangka elektabilitasnya mungkin sudah melampaui Pak Prabowo.”

 

Kalau di awal kita lihat setting politiknya, kata Rocky, Pak Prabowo dianggap akan membawa suara oposisi . Oleh karena karena itu, orang merasa Prabowo ada kesempatan berikutnya untuk menjadi Presiden. “Tetapi, Pak Prabowo masuk kabinet. Jadi, itu juga membatalkan pacta sunt servanda karena detingnya berubah,” ujar Rocky.

 

Jadi, kata Rocky, ini adalah perjanjian politik yang peralatan-peralatan awal untuk memastikan perjanjian itu sudah banyak berubah. Anies dideklarasikan oleh Nasdem, padahal sebetulnya juga belum ada kepastian. Mestinya Pak Prabowo biasa saja, Anies bisa dibatalkan. Lain kalau Pak Prabowo memang sudah merasa bahwa beliaulah satu-satunya yang harus tampil sebagai penantang dari Presiden Jokowi.

 

Kalau bicara soal perjanjian Pak Prabowo, sebenarnya bukan hanya perjanjian dengan Anies. Pak Prabowo juga adan perjanjian dengan Ibu Mega di Batu Tulis tahun 2014. Perjanjian dengan Bu Mega ini, menurut Rocky, lebih kuat karena lebih positioning bagi Pak Prabowo. Perjanjian dengan Ibu Mega ini membuat Pak Prabowo langsung mendapat partai koalisi.

 

Dalam pembahasan yang dipandu oleh Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, Rocky juga mengatakan bahwa perjanjian Prabowo dengan Anies merupakan perjanjian yang unik, karena Anies tidak punya partai. “Jadi, hal-hal yang belakangan kita lihat sebagai fenomena adalah Anies melejit dan semua orang merasa perlu mengungkit-ungkit perjanjian dengan Anies. Itu betul, tapi nanti publik akan melihat ini politik cemburu atau politik apa,” ungkap Rocky.

 

Menurut Rocky, dari awal Anies sudah diproyeksikan untuk tidak masuk dalam Gerindra. Lain kalau Anies kemudian dinyatakan sebagai Gerindra. Jadi kalau kita lihat, misalnya settingnya Pak Prabowo kalau dia tagih, ada perjanjian apa dengan Anies? Kalau sebagai tokoh politik, pada waktu itu Anies belum menjadi tokoh politik; kalau sebagai kader Gerindra, pada waktu itu juga Anies belum kader Gerindra.

 

Jadi, kata Rocky, memang Pak Prabowo menduga bahwa Anies akan melejit. Oleh karena itu, dia membuat perjanjian. Kalau perjanjian dengan Bu Mega sudah terhapus oleh peristiwa-peristiwa politik. Kalau dengan Anies justru perjanjian itu baru mulai terasa potensi pencapaiannya, karena Anies elektabilitasnya naik. Kalau Anies elektabilitasnya 45%, pasti Pak Prabowo akan anggap penting perjanjian itu. 

 

“Jadi, itulah sifat dari perjanjian politik, di belakangnya ada teks, ada konteks, di belakangnya ada halaman-halaman yang lain yang barangkali sudah berubah angkanya,” tegas Rocky. Tetapi, tambah Rocky, yang paling menarik tentu setiap orang yang bikin perjanjian dengan Pak Prabowo akan merasa kok berubah, mestinya Pak Prabowo ada di kubu oposisi. Di dalam hukum perjanjian, ucapan itu sudah mengikat.

 

“Jadi kita mesti anggap bahwa perjanjian politik di Indonesia itu semacam lips service aja,” ujar Rocky.(fnn)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.