Latest Post

 

SANCAnews.id – Sejumlah spanduk protes terhadap pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang telah menerbitkan Keppres No 17/2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM), dibentangkan oleh peserta Aksi Kamisan ke-760 di seberang Istana Negara, Jakarta, pada Kamis sore (19/1).

 

Aksi Kamisan ke-760 ini sekaligus 16 tahun sejak pertama kali digelar pada 18 Januari 2007 silam. Spanduk protes itu ada yang bergambar karikatur mirip Pinokio bertuliskan “Pengakuan Tanpa Pertanggungjawaban = Omong Kosong”, “Presiden Jokowi Jangan Bohongi Kami” hingga “Tolak Keppres Pembentukan Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM”.

 

Orang Tua Korban Tragedi Semanggi I Bernardinus Realino Norma Irmawan alias Wawan, Maria Katarina Sumarsih menegaskan bahwa pihaknya menolak sikap Presiden yang berupaya menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dengan cara di luar hukum (non yudisial). 

 

“Kami menolak Presiden menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dengan cara akan diselesaikan di luar hukum (non yudisial),” tegasnya saat ditemui di seberang Istana Negara, Jakarta.

 

Sebab, kata Sumarsih, Indonesia merupakan negara hukum sehingga kasus pelanggaran HAM berat masa lalu harus mengacu UU Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM.

 

“Kami yang Aksi Kamisan kalau diselesaikan di luar hukum kami tidak mau karena Indonesia adalah negara hukum! Pijakan langkah saya mencari keadilan adalah UU Pengadilan HAM,” pungkasnya. (rmol)



SANCAnews.id – Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) juga terkena dampak kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang saat ini sedang disidangkan.

 

Usai Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaan Ferdy Sambo kepada Putri Candrawathi (PC), akun media sosial Jokowi di Instagram dibanjiri komentar warganet yang kecewa dengan vonis ringan para terdakwa.

 

Dikutip TribunWow, reaksi kekecewaan dari warganet ini memenuhi unggahan Instagram @jokowi pada Rabu (18/1/2023).

 

Dalam unggahan Jokowi yang sedang berfoto bersama Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto tersebut, ramai warganet menuntut keadilan terkait kasus pembunuhan berencana Brigadir J.

 

Berikut beberapa komentar kekecewaan warganet terhadap sidang kasus Brigadir J yang memenuhi postingan Jokowi.

 

"Mohon tanggapan Bapak sebagai Presiden RI yang dipilih rakyat terhadap Hasil Tuntutan Sidang PC dan FS. Apakah harus demo besar besaran baru akan direspon? Apakah Bapak ingin benar benar membenahi hukum di Indonesia atau hanya sibuk dengan yang lain? Saya pikir dengan terpilihnya Bapak periode ke 2, ada perbaikan terhadap hukum. Ternyata sama saja. Kecewa dengan hasilnya. Mohon maaf, Pak. Jangan berharap jadi Bangsa yang besar kalau hukum saja tidak dapat dibenahi. Kami segenap masyarakat Indonesia kecewa. Semoga Bapak presiden membaca setiap komen dari netizen terhadap kejaksaan." tulis akun @liancpsrh.

 

"Pak Jokowi tolong tegakan keadilan untuk brigadir yoshua, kenapa putri. Candrawati otak pembunuhan hanya dituntut 8 Thun penjara, sangat tidak adil," ujar @rinawatitakulhuda.

 

"PAK JOKOWI..

ITU KENAPA RICHARD ELIEZER BISA DITUNTUT 12 TAHUN???

 

SEDANGKAN KUAT DAN NENEK PUTRI 8 TAHUN?

 

PAK JOKOWI TOLONG TURUN TANGAN…

SAYA MOHON," tulis @kiarakayls.

 

"Ricat 12tahun penjara, dia sebagai pengungkap kasus sambo, setidaknya ada keringanan bukan malah lebih berat dari pidana PC hanya 8tahun," jelas @aulmays_.

 

"Tolong pak itu kasus sambo..masa PC cuma dihukum 8th.. bharada E 12th ga adil pak..gimana ni hukum indonesia," terang @windy_yunias.

 

Seluruh komentar netizen tersebut menyayangkan ringannya hukuman PC selaku otak pembunuhan berencana, sedangkan Bharada E menerima tuntutan yang lebih berat.

 

Jaksa Tegaskan Hukuman Bharada E Sudah Ringan

 

Di sisi lain, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidun) Kejagung, Fadil Zumhana, menyatakan tuntutan hukuman 12 tahun penjara untuk Richard Eliezer (Bharada E) sudah tepat.

 

Dilansir TribunWow.com, Fadil menyatakan bahwa pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) memiliki parameter khusus untuk menentukan hukuman bagi terdakwa.

 

Ia lantas menekankan bahwa jaksa sudah mempertimbangkan dan menghargai rekomendasi LPSK terkait peran Bharada E sebagai Justice Collaborator (JC).

 

Menurut Fadil, jika jaksa tak mempertimbangkan hal tersebut, maka hukuman Bharada E pasti lebih berat.

 

Pasalnya, ia ikut terlibat langsung sebagai eksekutor korban Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

 

"Justru kami sudah pertimbangkan LPSK itu. Kalau kami tidak mempertimbangkan sikap LPSK, mungkin saja akan lebih tinggi daripada itu," tegas Fadil dikutip kanal YouTube KOMPASTV, Selasa (18/1/2023).

 

"12 tahun ini sudah kami ukur dengan parameter tuntutan pidana yang jelas."

 

Fadil menjelaskan bahwa LPSK hanya bisa memberi rekomendasi sebagai JC.

 

Namun, status tersebut sejatinya hanya bisa dikeluarkan oleh Pengadilan dan Bharada E belum diputuskan pantas menyandang peran tersebut.

 

"Kami ingin memberi penjelasan bahwa Justice Collaborator ini rekomendasi LPSK, tapi penetapan Justice Collaborator oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan belum ada," terang Fadil.

 

Meskipun Bharada E belum resmi menjadi JC, jaksa sudah mempertimbangkan jasa terdakwa yang membantu menguak skenario otak pelaku Ferdy Sambo.

 

"Kami sudah mempertimbangkan walaupun penetapan pengadilan belum ada. Karena Richard Eliezer inilah terungkap peristiwa pidana sesungguhnya, ini kami hargai."

 

Fadil menyatakan bahwa tuntutan untuk Bharada E sudah cukup ringan, apalagi jika dibandingkan dengan Ferdy Sambo.

 

"Ini sudah cukup ringan bagi dia ketika orang itu memahami bagaimana Jaksa menarik pertanggung jawaban pidana dan memberi hukuman yang tetap," kata Fadil.

 

"Dari segi kami ada parameter yang jelas dan kami nyatakan tuntutan 12 tahun (penjara) untuk Richard Eliezer Pudihang Lumiu sudah tepat," tandasnya. (tribunnews)

 

SANCAnews.id – Pengacara Keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Martin Lukas Simanjuntak mengaku kecewa Putri Candrawathi hanya dituntut 8 tahun penjara. Hal ini dianggap tidak sesuai dengan pasal yang dipersangkakan.

 

“Jujur saja kecewa ya, sangat kecewa. Pasal 340 terbukti secara sah dan meyakinkan namun tuntutannya tidak sesuai dengan pasal 340, 8 tahun. Membunuh ataupun merampas orang secara berencana dengan sengaja hanya dihargai 8 tahun, lebih baik menurut saya bebaskan saja sudah,” kata Martin kepada wartawan, Kamis (19/1).

 

“Tuntut bebas saja, buat apa dituntut 8 tahun, tuntut saja bebas biar sekalian, kalau ternyata hukum di kita itu tebang pilih gitu,” imbuhnya.

 

Martin mempertanyakan dasar dari jaksa menuntut Putri hanya 8 tahun. Menurutnya, Putri telah bertindak sangat buruk. Mulai dari terlibat rencana pembunuhan, melakukan obstruction of justice, menuduh Yosua sebagai pelaku pelecehan seksual.

 

“Keputusan jaksa ini, membuat keluarga korban yang marah tapi seluruh masyarakat di sini juga pada marah,” pungkasnya. (jawapos)


SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo dianggap hanya sebagai tukang stempel karena tidak mengetahui apa yang ditandatanganinya. Hal itu dapat dilihat pada saat Jokowi mengkritisi aturan yang ditandatanganinya sendiri, salah satunya soal perubahan nama Izin Mendirikan Bangun (IMB) menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

 

Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam mengatakan, terkait dengan Jokowi mengkritik aturan yang dibuatnya sendiri merupakan kesalahan fatal seorang kepala pemerintahan yang menandatangani Perppu Cipta Kerja.

 

"Dapat dilihat Jokowi hanya tukang stempel terhadap aturan yang dibuatnya, mengingat perubahan nama IMB menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) merupakan aturan yang dibuat sendiri oleh Jokowi," ujar Saiful kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (19/1).

 

Dengan pernyataannya itu, kata akademisi Universitas Sahid Jakarta ini, semakin menguatkan pendapat publik bahwa Jokowi hanya mengikuti kemauan pihak-pihak tertentu dengan mengesahkan satu peraturan.

 

"Ini pertanda bahwa yang bersangkutan tidak membaca, langsung main tanda tangan saja. Ini tentu sangat memalukan, di mana presiden mestinya tau betul terhadap point-point perubahan penting setiap peraturan," pungkasnya. (*)

 

SANCAnews.id – Anggota DPR RI Komisi VII DPR RI Fraksi Demokrat Sartono Hutomo mengaku heran dengan klaim pemerintah tepat Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebut pendapatan negara tumbuh 30,5% mencapai Rp2.626,4 triliun di tahun 2022.

 

Pasalnya, kata Sartono, mengacu Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat kemiskinan Indonesia pada September 2022 sebesar 9,57 persen. Sartono menegaskan, angka itu setara dengan jumlah penduduk miskin 26,36 juta orang.

 

“Pendapatan negara tahun 2022 meningkat 30,5%* mencapai Rp2.626,4 triliun. Tapi jumlah masyarakat miskin malah meningkat 200.000 orang* dalam 6 bulan terakhir,” beber Sartono, Selasa,(17/1/2023).

 

Sartono pun menekankan, bahwa naiknya kemiskinan Indonesia pada September 2022 sebesar 9,57 persen yang mengacu BPS telah menunjukan kondisi perekonomian RI RI belum sepenuhnya pulih.

 

“Angka ini menunjukkan bahwa kondisi ekonomi masih belum sepenuhnya pulih dari efek krisis dan pandemi. Sebelum pandemi, angka kemiskinan berkisar 24,79 juta orang. Saat ini masih terdapat tambahan 1,57 juta orang yang menjadi miskin dalam 2 tahun terakhir,” kata Sartono.

 

Sartono berharap, agar pemerintah hendaknya dapat menggunakan anggaran dengan bijak dan tepat sasaran untuk dapat mengangkat derajat hidup masyarakat kelas bawah.

 

“Terlebih lagi penerimaan negara berada di atas target yang ditetapkan,” jelas Sartono.

 

Sartono meminta, agar pemerintah sedianya dapat pro rakyat dibandingkan dengan program mercusuar yang tidak berdampak langsung terhadap kesejahteraan rakyat.

 

“Tahun 2023 diperkirakan akan mengalami badai krisis yang berat. Pemerintah hendaknya mempersiapkan jaring pengaman sosial dengan baik untuk mengantisipasi situasi yang dapat dengan cepat berubah,” pungkas Kepala Departemen Perekonomian Partai Demorkat ini.

 

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan bahwa belanja negara pada APBN 2022 tumbuh 10,9% mencapai Rp3.090,7 triliun. Adapun pendapatan negara tumbuh 30,5% mencapai Rp2.626,4 triliun.

 

“Defisit kita juga jauh lebih kecil, dari yang tadinya harusnya 4,5% menjadi hanya 2,38% atau turun Rp310 triliun,” paparnya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (16/1/2023).

 

Dengan adanya pemulihan ekonomi, penerimaan perpajakan juga membaik di tahun 2022. Pajak badan atau korporasi tumbuh 71,7%.

 

Hal ini menggambarkan dunia usaha sektor korporasi relatif sudah pulih sejak terhantam pandemi COVID-19, di mana pajaknya sempat merosot 37,9%. (kedaipena)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.