Latest Post

 

SANCAnews.id – Rosario de Marshall atau yang lebih dikenal Hercules rampung menjalani pemeriksaan sebagai saksi di KPK, Jakarta Selatan, Kamis (19/1/2023). Saat keluar meninggalkan KPK Hercules kembali marah-marah.

 

Hercules diperiksa sebagai saksi untuk Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati (SD) tersangka kasus dugaan penerimaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung,

 

Awalnya jurnalis bertanya soal berapa pertanyaan yang diajukan penyidik kepadanya.

 

"Tanya penyidik. Saya malas dengan wartawan karena wartawan itu enggak benar semuanya, provokator," kata Hercules dengan suara ketus.

 

Kemudian dia juga mengeluarkan sejumlah kalimat lainnya dengan nada keras.

 

"Orang itu punya keluarga, punya anak, orang punya saudara. Kalian tulis harus dengan fakta, jangan dengan rekayasa. Kalian tulis mengada-mengada, katanya media harus dilindungi. Dilindungi apa?" ujarnya.

 

"Justru kalian ini yang mengacau, karena media ini sering menzalimi saya. Saya tidak akan main-main sama kalian. Lebih baik saya selesaikan kalian, saya masuk penjara, itu saja. Saya tidak akan lari hukum saya," ucapnya.

 

Hercules mengaku kesal, karena pada saat dirinya tak menghadiri panggilan KPK pada Selasa (17/1) lalu, dia menyebut ada pemberitaan yang menulis dirinya kabur dan mangkir. Dia mengaku saat itu sedang berada di luar kota.

 

"Saya kemarin dibilang melarikan diri, saya mangkir dari. Saya ini tidak ada melarikan diri atau mangkir. Mana ada ini Hercules mangkir, enggak ada ceritanya itu. Saya lagi ada urusan (di luar kota) perkawinan di sana," ujarnya.

 

Kemudian ketika ditanya soal dana dugaan suap pengurusan perkara di lingkungan MA, Hercules kembali memberikan jawaban ketus.

 

"Enggak, saya enggak ngerti itu, saya enggak tahu, saya enggak ada bidang saya untuk aliran dana atau apa. Tanya penyidik ya," katanya.

 

Sebelumnya, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan Hercules dimintai keterangan soal aliran dana tersangka Heryanto Tanaka, Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana.

 

"Saksi Pak Rosario de Marshall yang keterangannya akan didalami oleh tim penyidik KPK terkait pengetahuan dugaan adanya aliran uang ya, begitu dari tersangka pemberi HT (Heryanto Tanaka) ke beberapa pihak," kata Ali .

 

Sudrajad jadi Tersangka

Pada kasus ini, Sudrajad ditetapkan KPK sebagai tersangka soal pengurusan perkara di Mahkamah Agung. Adapun nilai suap dalam perkara ini senilai Rp2,6 miliar.

 

Uang itu diduga berkaitan dengan pengurusan perkara Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID) yang sebelumnya disidangkan di Pengadilan Negeri Semarang.

 

Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana merasa tidak puas dengan putusan pengadilan, sehingga perkaranya dilanjutkan ke Mahkamah Agung.

 

Diduga, agar putusan MA sesuai dengan keinginannya, Heryanto dan Ivan memberikan suap lewat kuasa hukumnya, yakni Yosep Parera dan Eko Suparno kepada Sudrajat.

 

Sudrajad tidak menerima secara langsung dana suap itu, melainkan melalui perantara yang merupakan orang kepercayaannya. (suara)


SANCAnews.id – Media sosial Kejaksaan RI ikut menjadi sasaran netizen setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya menuntut Putri Candrawathi 8 tahun penjara atas keterlibatannya dalam kasus pembunuhan Brigadir J.

 

Dalam sidang pembacaan tuntutan Putri Candrawathi hari ini, JPU menyebut bahwa hal yang memberatkan tuntutan istri Ferdy Sambo itu adalah termasuk berbelit-belit, dan tidak mengakui serta menyesali perbuatannya.

 

“Terdakwa berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya dalam memberikan keterangan di persidangan. Terdakwa tidak menyesali perbuatanya. Akibat perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat,” kata jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (18/1/2023).

 

Selain poin memberatkan, JPU juga meyampaikan hal meringankan untuk PC, yaitu ia tidak pernah dihukum sebelumnya dan berlaku sopan selama persidangan. Akibat tuntutan yang hanya 8 tahun tersebut, jaksa pun banjir kritikan.

 

Di Twitter sendiri, kata kunci ‘8 TAHUN’ trending topic dan banyak yang menyenggol akun Kejaksaan RI. Hal itu juga berlaku di Instagram. Pasalnya, netizen membanjiri postingan lembaga tersebut dengan berbagai macam kritikan mereka.

 

“BUNUH AYAM 5 THN PENJARA. BUNUH ORANG 8 THN PENJARA. BERARTI HITUNGAN NYA NYAWA MANUSIA CUMA 1½ DARI AYAM. SEMAKIN KESINI SEMAKIN TIDAK ADA KEADILAN YANG BENAR2 ADIL BUAT RAKYAT. SEMAKIN TIDAK PERCAYA DAN TIDAK AKAN PERNAH PERCAYA LAGI PADA HUKUM NEGERI INI,” kata @masen****.

 

Maksud dari komentar itu sendiri adalah hukuman untuk orang yang maling ayam. Seorang pengguna akun Instagram @ponco**** yang bingung melihat komentar itu kemudian membalas, “emang bunuh ayam di hukum ya.”

 

“emang kalau ayam udh di maling terus mau diapain kalau ga di goreng. Harusnya paham sih,” tanggap @masen.

 

“Tolong lah bpk/ ibu jaksa abdi negara Jangan hanya Garang diawal sidang sja, hal ini sngt mengecewakan tuntuntan hnya 8 Tahun sja pdhl sdh dijerat dgn pasal 340, tapi 3 terdakwa dapat 8 Tahun sja dan biaya perkara dilibatkan ke negara... mana keadilan yg dimaksud tersebut ?? Bpk/ Ibu Jaksaa #ripjustice #Tuntuntan8tahun #340,” tutur @maharatu_kanay****.

 

“Anda semua MEMALUKAN 8 tahun untuk terdakwa pembunuhan berencana? MEMALUKAN, Indonesia tidak akan bisa menjadi bangsa besar dan maju kalau begini terus!” tegas @ical.alkau****.

 

“Ndak usah sok beri penerangan Klian kami sudah muak... Hilang kepercayaan kami pada kalian,” imbuh @kenjiyt****.

 

“kerja bagus JPU cuma 8 tahun . perucuma sekolah tinggi2 kalian . lucuu,” jelas @anthonynusant****.

 

Selain itu, masih ada berbagai macam komentar pada postingan terbaru Instagram Kejaksaan RI soal restorative justice tersebut. (populis)




SANCAnews.id – Potongan video budayawan Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun yang viral saat menyamakan Presiden Joko Widodo dengan raja Mesir Firaun, adalah satu peringatan yang harus dimaknai positif.

 

Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam mengatakan, Cak Nun merupakan budayawan dan tokoh intelektual muslim Indonesia yang selalu objektif.

 

Kritik dari Cak Nun, kata Saiful, tidak hanya melakukan kritik pada era setelah reformasi, melainkan juga pada era orde baru sangat kritis kepada pemerintahan orde baru pada saat itu yang dikenal otoriter.

 

"Saya kira apa yang dikatakan Cak Nun itu bagian dari kejujuran beliau sebagai seorang intelektual Muslim, semua yang disampaikan adalah petuah dan pengingat bagi kita semua utamanya bagi pemerintah agar terus berbenah," ujar Saiful kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (18/1).

 

Akademisi Universitas Sahid Jakarta ini menilai, Presiden Jokowi seharusnya berterima kasih karena masih diingatkan oleh Cak Nun yang merupakan tokoh bangsa.

 

"Jangan kemudian apa yang disampaikan yang bersangkutan dilihat dari perspektif negatif, ada nilai-nilai positif yang dapat dipetik atas pernyataan yang bersangkutan," demikian Saiful. (*)




SANCAnews.id – Terdakwa Bharada Richard Eliezer atau Bharada E dituntut hukuman 12 penjara oleh jaksa penuntut dalam sidang kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).

 

Tuntutan ini dibacakan langsung oleh Jaksa Penuntut Umum Paris Manalu saat di hadapan Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (18/01/2023).

 

Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dengan pidana penjara selama 12 tahun," katanya dikutip dari ANTARA.

 

Hal yang memberatkan tuntutan Richard Eliezer adalah perannya sebagai eksekutor yang mengakibatkan hilangnya nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

 

Perbuatan Eliezer menyebabkan duka yang mendalam bagi keluarga korban. "Akibat perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat," ucapnya.

 

Adapun hal meringankan, menurut Jaksa Penuntut Umum, yakni terdakwa tidak pernah dihukum dan berlaku sopan di persidangan. Eliezer dinilai kooperatif selama di persidangan, menyesali perbuatannya, dan keluarga korban sudah memaafkan Richard Eliezer.

 

"Terdakwa merupakan saksi pelaku yang bekerja sama untuk membongkar kejahatan ini," ucap Paris Manalu.

 

Richard Eliezer merupakan salah satu dari lima terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).

 

Adapun empat terdakwa lainnya adalah Ricky Rizal, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dan Kuat Ma’ruf. Kelima terdakwa ini didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Dalam persidangan sebelumnya, Senin (16/1), Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf dituntut dengan hukuman pidana penjara selama delapan tahun. Sedangkan, pada Selasa (17/1) Ferdy Sambo dituntut dengan hukuman pidana penjara seumur hidup.

 

Pada hari yang sama dengan sidang tuntutan Richard Eliezer, Putri Candrawathi dituntut hukuman penjara selama delapan tahun. (suara)



SANCAnews.id – Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Putri Candrawathi delapan tahun penjara. "Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Putri Candrawathi dengan pidana penjara delapan tahun, dikurangi selama terdakwa menjalani tahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap ditahan," kata JPU dalam sidang pembacaan tuntutan Putri Candrawathi, saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023).

 

Jaksa menyakini istri Ferdy Sambo ini terbukti secara sah dan menyakinkan ikut serta melakukan pembunuhan berencana. JPU menilai Putri Candrawathi harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

 

Sebelumnya, Ferdy Sambo telah menjalani sidang dengan agenda pembacaan tuntutan dari JPU, pada Selasa (17/1) kemarin. Jaksa menuntut eks Kadiv Propam Polri ini dipenjara seumur hidup.

 

Selain Sambo, Kuat Ma'ruf dan Bripka Ricky Rizal Wibowo (Bripka RR) juga telah menjalani sidang pembacaan tuntutan pada Senin (16/1) kemarin.

 

Kedua terdakwa ini sama seperti Putri, yakni dituntut delapan tahun penjara. Ferdy Sambo, Kuat Ma'ruf, dan Bripka RR mengajukan nota pembelaan atau pleidoi dari tuntutan JPU ini.

 

Usai sidang Putri Candrawathi, terdakwa terakhir yang akan menjalani sidang dengan agenda yang sama ialah Bharada Richard Eliezer (Bharada E). (era)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.