Latest Post

 

SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo kembali dijadwalkan berkunjung ke Sulawesi Utara (Sulut), Kamis (19/1/2023). Salah satu agenda Presiden Jokowi ke Sulut yaitu mengunjungi Pasar Airmadidi untuk memantau aktifitas masyarakat serta ketersediaan stok dan harga di pasar tradisional.

 

Namun, beberapa cerita lucu terjadi jelang kedatangan Presiden Jokowi ke Sulut, salah satunya soal adanya instruksi dari ‘pimpinan’ Pemkab Minut agar seluruh pegawai baik aparatur sipil negara (ASN) maupun tenaga harian lepas (THL) untuk berperan sebagai pembeli di pasar Airmadidi saat kedatangan Presiden Jokowi.

 

Instruksi tersebut diedarkan lewat pesan WhatsApp (WA), Rabu (18/1/2023) dan wajib dilakukan, bahkan para kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) diperintahkan untuk membuat surat tugas khusus bagi ASN dan THL di dinas masing-masing.

 

Adapun instruksi yang dimaksud, berbunyi demikian; “Yth Kepala opd, kunjungan bpk. presiden di pasar airmadidi jam 8 pagi, diinstruksikan kpd semua asn dan THL minut utk berpakaian bebas ke pasar airmadidi jam 6.00 pagi berbelanja di pasar airmadidi. Buat surat tugas khusus utk asn dan THL.”

 

Belum ada penjelasan dari Pemkab Minut terkait kabar ini. Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Minut Robby Parengkuan saat dikonfirmasi BeritaManado.com, akan melakukan pengecekan.

 

“Kita mo cek dulu itu sumbernya,” kata Parengkuan.

 

Yang pasti, bila benar seluruh ASN dan THL akan memenuhi Pasar Airmadidi dan berperan sebagai pembeli, tentu sasaran Presiden Jokowi untuk mendengarkan suara langsung dari masyarakat umum, dipastikan tidak akan tercapai.

 

“Sekalian mereka bawa uang mainan,” kritik aktivis Minut William Luntungan terhadap informasi ini. (beritamanado)

 

SANCAnews.id – Julukan Firaun terhadap Joko Widodo oleh Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dikenal Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun dianggap wajar lantaran ciri-ciri Firaun dan para pengikut, serta para penopangnya terdapat pada rezim saat ini.

 

Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi mengatakan, di antara ciri-ciri Fir'aun menurut Al Quran adalah penguasa yang sombong dan congkak, melampaui batas, meremehkan rakyat, memecah dan mengadu domba rakyat.

 

"Firaun juga ditopang oleh pejabatnya yang congkak dan gemar menakuti rakyat (Haman). Ditopang para Qorun. Orang-orang yang gemar menumpuk harta dan kaum Balam," ujar Muslim kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (18/1).

 

Selain itu, kata Muslim, kekuasaan dan kekuatan Firaunis berusaha semaksimal mungkin untuk tetap langgeng, dan gemar menindas rakyat dengan kebijakan dan keputusannya. Seperti membiarkan naiknya harga-harga bahan pokok dan BBM, melahirkan UU yang menindas seperti Omnibuslaw atau Ciptaker, melahirkan KUHAP yang mau membungkam rakyat yang kritis.

 

"Kalau Cak Nun identikkan dengan Jokowi, Luhut, dan 10 naga itu di mana salahnya? Wong tindakan mereka seperti yang disebutkan Al Quran itu. Lalu dibilangin seperti Firaun dan balatentaranya apa salah?" kata Muslim.

 

Kritikan dari Cak Nun, kata Muslim, menggantikan peran dari akademisi yang tidak berani mengkritik Jokowi karena takut dicopot jabatannya. Bahkan, juga tidak berani kritik Luhur Binsar Pandjaitan meski Luhut menumpuk sejumlah jabatan.

 

"Dari ciri-ciri Firaun itu wajar kalau Cak Nun menjuluki Jokowi dan para pengikut dan para penopang kekuasaannya seperti Firaun," pungkas Muslim. (*)


SANCAnews.id – Ekonom senior yang juga Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli menyebut bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah presiden yang sama sekali tidak peduli dengan aspek demokrasi.

 

Hal ini seperti yang dilihat di kanal YouTube Refly Harun, memperlihatkan Rizal yang seolah sedang melakukan aksi stand up comedy sambil mengkritik pemerintah.

 

"Jokowi tidak pernah berjuang untuk demokrasi. Seumur hidup dia cuma nyari duit doang, (padahal) karena demokrasi dia punya kesempatan jadi presiden," ucap Rizal, dikutip pada Rabu (18/1/2023).

 

Menurutnya demokrasi di era pemerintahan Jokowi perlahan-lahan dipreteli. Beberapa lembaga yang semestinya menjaga demokrasi juga dikerdilkan, misalnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau DPR RI yang menurut Rizal dijadikan serupa taman kanak-kanak.

 

Karena itulah Rizal memuji aksi Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, yang sempat menyentil perihal demokrasi di acara puncak HUT ke-50 partainya.

 

"Mbak Mega bagus sekali, dia taat azas, nggak boleh perpanjangan. Dia roasting Jokowi, itu roasting paling canggih. 'Lu tuh nggak ada apa-apanya, jangan mentang-mentang kuasa, pengin tambah lagi', dan sebagainya, dan sebagainya," tutur Rizal.

 

Meski begitu, Rizal menduga kuat Jokowi tidak akan tinggal diam. Di sisi lain, Megawati juga diyakini tidak akan berpangku tangan apabila kubu Istana menyerang balik akibat roasting tersebut.

 

"Tapi jangan lupa, saya kenal Jokowi, saya kenal Luhut Pandjaitan. Mega nggak bakal berhenti, tetap bakal merancang sesuatu," ujar Rizal.

 

"Jadi orang yang tidak pernah berjuang untuk demokrasi, menikmati manfaat demokrasi. Begitu berkuasa, dia preteli," pungkasnya menegaskan.

 

Karena itu pula Rizal mendorong para hadirin forum tersebut untuk memperjuangkan demokrasi Indonesia. Bahkan Rizal sempat berkelakar jumlah orang di tempat tersebut sudah cukup untuk menghadapi Jokowi. (kontenjatim) Intelektual muslim Indonesia, Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dikenal Cak Nun dianggap telah melakukan kritik yang menohok langsung ke jantung kekuasaan.

 

"Apa yang dilakukan Cak Nun itu kritik menohok ke jantung kekuasaan. Cak Nun adalah intelektual muslim yang konsisten sejak era Soeharto," ujar analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (18/1).

 

"Kritik-kritik satirnya yang tajam namun kadang jenaka di era orde baru sering dibaca anak-anak muda termasuk saya saat itu. Jadi saya tidak heran dengan keberanian Cak Nun," imbuhnya.

 

Ubedilah menilai, Cak Nun sering tanpa basa-basi melakukan kritik kepada penguasa siapapun. Hal itu dianggap sebagai fungsi intelektual yang berpihak kepada kebenaran, dan mengatakan yang benar mesti pahit dan penuh resiko.

 

"Cak Nun lakukan kritik terhadap tiga kekuatan politik yang berpengaruh di Indonesia saat ini, yang mengendalikan kebijakan saat ini. Yaitu kepada penguasa, pembantu atau penasehat penguasa dan kepada oligarki," kata Ubedilah.

 

Ubedilah menganggap, hal yang menarik ketika Cak Nun menggunakan terminologi abad ke-13 sebelum masehi, yaitu zaman Musa atau Moses. Merujuk pada kisah Fir'aun (penguasa), Haman (penasehat) dan Qorun (oligarki), tiga tokoh antagonis ini musuh Nabi Musa atau Moses.

 

Ciri Fir'aun itu kata Ubedilah, di antaranya penguasa yang merasa paling hebat, merasa paling benar, tidak mau mendengar aspirasi rakyatnya, menindas rakyat kecil dan tidak ada yang mampu menandingi kekuasaannya, semaunya buat aturan, semuanya tunduk kepadanya kecuali Musa.

 

"Jika Cak Nun menyamakan Jokowi dengan Fir'aun itu kritik tajam kepada Jokowi sebagai presiden bukan sebagai individu. Jadi Cak Nun ada benarnya, karena ciri-ciri perilakunya terpenuhi atau mendekati ciri Firaun sebagaimana dijelaskan di atas," jelasnya.

 

Sedangkan ciri Haman kata Ubedilah, adalah penasehat yang menjilat kepada penguasa dengan melegitimasi semua aturan yang dibuat penguasa meskipun aturan tersebut ditolak publik. Di saat yang sama, Haman juga menjadi pelaksana sejumlah proyek Istana.

 

"Dalam konteks Indonesia, ciri ini memang saat ini melekat atau dekat dengan ciri-ciri Luhut Binsar Pandjaitan yang terkonfirmasi ketika LBP memegang belasan jabatan di sejumlah projek. Jadi jika Cak Nun menyebut LBP seperti Haman itu ada benarnya," katanya.

 

Sedangkan Qorun, kata Ubedilah, ciri utamanya adalah oligarki, pengusaha dan gemar menumpuk harta. Sehingga, ada benarnya jika Cak Nun menyebut 10 naga adalah Qorun.

 

"Jika perilaku seperti Firaun, Haman dan Qorun masih terus terjadi, itu keadaan yang berbahaya bagi masa depan demokrasi, masa depan kemanusiaan dan masa depan kesejahteraan rakyat," pungkasnya. (rmol)


SANCAnews.id – Ekonom senior yang juga Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli menyebut bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah presiden yang sama sekali tidak peduli dengan aspek demokrasi.

 

Hal ini seperti yang dilihat di kanal YouTube Refly Harun, memperlihatkan Rizal yang seolah sedang melakukan aksi stand up comedy sambil mengkritik pemerintah.

 

"Jokowi tidak pernah berjuang untuk demokrasi. Seumur hidup dia cuma nyari duit doang, (padahal) karena demokrasi dia punya kesempatan jadi presiden," ucap Rizal, dikutip pada Rabu (18/1/2023).

 

Menurutnya demokrasi di era pemerintahan Jokowi perlahan-lahan dipreteli. Beberapa lembaga yang semestinya menjaga demokrasi juga dikerdilkan, misalnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau DPR RI yang menurut Rizal dijadikan serupa taman kanak-kanak.

 

Karena itulah Rizal memuji aksi Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, yang sempat menyentil perihal demokrasi di acara puncak HUT ke-50 partainya.

 

"Mbak Mega bagus sekali, dia taat azas, nggak boleh perpanjangan. Dia roasting Jokowi, itu roasting paling canggih. 'Lu tuh nggak ada apa-apanya, jangan mentang-mentang kuasa, pengin tambah lagi', dan sebagainya, dan sebagainya," tutur Rizal.

 

Meski begitu, Rizal menduga kuat Jokowi tidak akan tinggal diam. Di sisi lain, Megawati juga diyakini tidak akan berpangku tangan apabila kubu Istana menyerang balik akibat roasting tersebut.

 

"Tapi jangan lupa, saya kenal Jokowi, saya kenal Luhut Pandjaitan. Mega nggak bakal berhenti, tetap bakal merancang sesuatu," ujar Rizal.

 

"Jadi orang yang tidak pernah berjuang untuk demokrasi, menikmati manfaat demokrasi. Begitu berkuasa, dia preteli," pungkasnya menegaskan.

 

Karena itu pula Rizal mendorong para hadirin forum tersebut untuk memperjuangkan demokrasi Indonesia. Bahkan Rizal sempat berkelakar jumlah orang di tempat tersebut sudah cukup untuk menghadapi Jokowi. (kontenjatim)

 

SANCAnews.id – Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabata atau Brigadir J yaitu pembacaan tuntutan bagi terdakwa Ferdy Sambo ini dibacakan JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023). 

 

Mengomentari hal tersebut, Pakar Hukum Pidana, Akhyar Salmi menyatakan bahwa sulit untuk Ferdy Sambo mendapatkan potongan hukuman atau remisi. 

 

"Ya saya kan enggak tahu ada aturan tentang remisi ini ada sedikit perubahan melalui diundangkannya UU No 2 tahun 2022 tentang lembaga pemasyarakatan, seharusnya orang yang mendapat remisi ini selama ini yang saya tahu adalah pidana penjara yang sementara bukan yang seumur hidup," ujar Akhsyar Salmi dalam perbincangannya di sebuah stasiun televisi swasta. 

 

"Kalau seumur hidup ini diubah dulu hukumannya, dari penjara sumur hidup menjadi penjara sementara, katakanlah misalnya ke 20 tahun, " imbuhnya. 

 

Lebih lanjut untuk menurutunya, bahkan hanya presiden yang bisa menyelamatkan Ferdy Sambo dari penjara seumur hidup, yakni dengan mengubah hukumannya. 

 

"Selama ini presiden yang bisa remisi perubahan jenis hukuman, yang saya tahu seperti itu, dia harus diubah dulu, grasi presiden lah yang nanti akan mengubah," kata Akhyar. 

 

Tuntutan untuk Ferdy Sambo 

Pembacaan tuntutan bagi terdakwa Ferdy Sambo sudah pada puncaknya di mana dibacakan JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).

 

"Menuntut, mohon agar majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara atas nama terdakwa Ferdy sambo, memutuskan, menyatakan perbuatan Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana bersama-sama," ujar JPU.

 

"Agar majelis menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana seumur hidup," ucap JPU dikutip dari Suara.com pada Selasa (17/1/2023).

 

Tuntutan dengan hukuman penjara seumur hidup diberikan JPU berdasarkan dakwaan premier Pasal 340 KUHP dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Diketahui, Ferdy Sambo didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J bersama Bripka Ricky Rizal, Bharada Richard Eliezer, Putri Candrawathi dan Kuat Maruf.

 

Mereka didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

 

Tidak itu saja, JPU juga menyatakan Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan yang berakibat terganggunya sistem elektronik menjadi tidak berkerja secara bersama-sama sebagaimana mestinya.

 

Yaitu melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atau UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (suara)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.