Latest Post



SANCAnews.id – Pasca bentrok antara tenaga kerja asing atau TKA asal China dan pekerja lokal di PT GNI Morowali Utara, beredar video dan foto diduga TKA memakai seragam kerja membuat senjata tajam.

 

Dalam video dan foto yang beredar di luar di aplikasi percakapan WhatsApp, disebutkan bahwa pembuatan senjata tajam untuk melawan serangan pekerja lokal.

 

Namun hingga saat ini belum ada pihak atau perwakilan yang memberikan klarifikasi atas viralnya video dan foto tersebut.

 

Apakah betul peristiwa berada di PT GNI Morowali Utara dan dimaksudkan untuk digunakan menyerang pekerja lokal.

 

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tengah Muharram Nurdin meminta kepolisian tegas dalam melakukan tindakan hukum pasca peristiwa bentrokan di PT Gunbuster Nickel Industri (GNI) tanpa ada diskriminatif.

 

"Kalau yang salah, ya salah dan harus diproses. Dalam penanganan kasus ini jangan ada diskriminatif terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan Tenaga Kerja Asing (TKA)," ujar Muharram dalam rapat dengar pendapat dengan sejumlah instansi teknis dan Polda Sulteng, di Palu, Senin 16 Januari 2023, terkait penyelesaian kasus ketenagakerjaan di PT GNI yang beroperasi di Kabupaten Morowali Utara.

 

Menurut dia, dalam penanganan perkara ini harus dilakukan secara profesional, begitu pun dengan pihak PT GNI agar tidak melakukan diskriminatif terhadap tenaga kerjanya, ini dimaksudkan supaya terwujud keadilan.

 

Dalam rapat tersebut, DPRD Sulteng membentuk tim khusus yang melibatkan organisasi Perangkat Daerah (OPD) teknis menemui Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Ketenagakerjaan, termasuk pihak GNI di Jakarta untuk mencarikan solusi dalam kasus ini.

 

"Tidak boleh dibedakan antara pekerja, dan dalam proses penyelesaian juga harus ada keadilan, jika ada TKA yang melanggar hukum maka harus diproses juga, begitu pun sebaliknya," ujar Muharram.

 

Ia berharap, Dinas Ketenagakarjaan dan Transmigrasi (Nakertrans) Sulteng sebagai instansi membidangi ketenagakerjaan perlu membangun berkoordinasi dengan pihak GNI terkait dengan pembinaan ketenagakerjaan.

 

Karena kejadian ini, tidak hanya berbicara hukum, tetapi juga menyangkut pembinaan dan pengawasan tenaga kerja.

 

“Kami juga akan meminta kepada manajemen GNI di Jakarta supaya ada orang-orang mereka tempatkan di Sulteng, sebagai penghubung komunikasi dan informasi dengan Pemda,” kata dia. (suara)


SANCAnews.id – Ketua PP Muhammadiyah Bidang Ekonomi, Anwar Abbas ikut menyoroti kerusuhan yang ada di PT GNI antara pekerja lokal dan asing. Menurutnya, respon pemerintah atas persitiwa tersebut menjadi pertanyaan masyatakat.

 

Respon yang dimaksud adalah pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD yang meminta PT GNI supaya bersikap terbuka dalam menyediakan data kepada pemerintah. Menurutnya, hal itu janggal karena membuat masyarakat bertanya-tanya tentang masalah kejujuran dari PT GNI selama ini.

 

"Sehingga akibatnya pemerintah tidak memiliki data dan informasi yang lengkap serta akurat tentang berbagai hal yang terkait dengan usaha dari PT GNI tersebut. Hal ini tentu sangat kita sesalkan karena PT GNI terkesan tidak tunduk dan tidak patuh kepada ketentuan yang ada dalam negara RI," katanya dalam keterangannya pada Selasa (17/01/2023).

 

"Sehingga sangat patut dicurigai berbagai kemungkinan tindak penyelewengan dan pelanggaran hukum  telah mereka lakukah sehingga tidak mustahil akibat dari tindakan mereka negara dan rakyat indonesia telah dirugikan," sambungnya.

 

Ia mengingatkan bahwa dalam konstitusi negara kita seperti yang terdapat dalam pasal 33 UUD 1945 ayat 3 telah dinyatakan dengan tegas bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

 

"Pertanyaannya seberapa besar hasil dari pengolahan SDA tersebut yang di dapat oleh negara kita dan oleh mereka. Apakah tidak mungkin terjadi dimana jumlah dan nilai yang mereka keruk dan ambil serta  bawa ke Tiongkok sana jauh lebih besar dari yang mereka laporkan kepada pemerintah," tuturnya.

 

Di sisi lain ia menegaskan, semua pekerjaan yang bisa dilakukan oleh anak- anak bangsa jangan diberikan kepada tenaga kerja dari Tiongkok. Karena hal tersebut jelas tidak sesuai dengan nilai-nilai dan semangat  yang ada dalam pasal 33 UUD 1945.

 

"Kari pasal tersebut negara atau pemerintah dituntut untuk bisa  memberikan pekerjaan  yang bisa dikerjakan oleh anak- anak bangsa kepada anak-anak bangsa kita sendiri dan  jangan diberikan kepada tenaga kerja asing  agar sebesar-besar kemakmuran rakyat dapat kita wujudkan," ucapnya.

 

Menurut Anwar, PT GNI  tampaknya belum melaksanakan sebagaimana amanat undang-undang. Ini terlihat dari banyaknya tenaga kerja asing dari tiongkok yang bekerja disana, sehingga akan menyakiti hati rakyat terutama para pekerja yang berasal dari indonesia di PT GNI.

 

"Adilkah ini? tentu tidak adil. Oleh karena itu kita harapkan agar pemerintah bisa menata ulang kembali hal-hal yang menyangkut pengelolaan SDA dan SDM yang dilakukan oleh PT GNI dan pemerintah dalam hal ini tentu tidak boleh tunduk kepada para investor asing," pungkasnya. (populis)


SANCAnews.id – Pengamat politik Rocky Gerung menilai, jika pemerintah tak bergerak cepat untuk mengatasi kerusuhan di Morowali Utara, Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), maka konflik yang awalnya merupakan konflik sosial bisa makin parah menjadi konflik rasial.

 

Ada yang timpang dari adanya pembukaan industri di sejumlah daerah, tak hanya Morowali. Umumnya, pemerintah mengukur pencapaian industri itu melalui data statistik makro.

 

“Jadi sebetulnya, kita bikin analisis bukan sekedar mengumpulkan data statistik makro untuk ditunjukkan bahwa ini perlu investasi, bukan itu intinya,” kata Rocky, dikutip dari kanal YouTube Rocky Gerung Official, Selasa (16/1/2023).

 

Padahal, kata Rocky, perusahaan sebagai penyedia lapangan kerja dan pemerintah sebagai pihak yang mengatur birokrasi, tak mampu memenuhi apa yang dibutuhkan rakyat.

 

“Akan tetapi hak rakyat untuk melihat masa depan di daerah itu jadi terhalang, rakyat tidak melihat ada masa depan di situ,” ujar Rocky.

 

Rocky lalu menyebut apa yang dilakukan oleh pemerintah itu sama halnya memberikan ‘tempat eksklusif’ bagi para tenaga kerja asing dan perusahaan, bukan mensejahterakan pekerja lokal.

 

“Dia tetep lihat bahwa ada yang eksklusif, dan mereka menilai kenapa harus ada penjagaan dan eksklusif?,” kata Rocky.

 

Hal itu yang menurut Rocky akan membuat masyarakat berpikir bahwa tindakan-tindakan perusahaan dan pemerintah adalah sesuatu yang jauh dari kata adil.

 

“Ya masyarkat mikirnya jadi gak adil dong? nenek moyang kita dulu ada di situ, jadi pertanyaan-pertanyaan itu tidak bisa dijawab secara teoretis,” ujar Rocky.

 

“Iya memang istana hanya melihat hasil ekspor dan lain-lain, tapi itu kan tidak dirasakan oleh rakyat,” lanjutnya.

 

Rocky khawatir jika sewaktu-waktu, masyarakat yang terus menumpuk amarah pada kebijakan pemerintah soal perizinan perusahaan asing dan regulasi tak adilnya itu bakal meledak menjadi dendam rasial.

 

“Jadi semua hal itu kalau nggak diterangkan dengan mata batin lalu timbul arogansi maka diem-diem rakyat akan menumpuk dendam, nah bahayanya dendam sosial akan berubah menjadi dendam rasial,” (kontenjatim)

 

SANCAnews.id – Pengamat politik Rocky Gerung menyoroti kerusuhan yang terjadi di PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Morowali Utarara, Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) Minggu malam, (15/1/2023). Kerusahan tersebut disebut dengan kerusuhan Morowali.

 

Terkait hal itu, Rocky menyebut ada kemiripan antara kerusuhan Morowali dengan kerusuhan Malari yang terjadi 15 Januari 1974 silam. Sama-sama terjadi di tanggal dan bulan yang sama, keduanya juga disebabkan oleh negara Asia terkait investasi asing di Indonesia.

 

“Sekarang hal yang sama terjadi, dulu itu rakyat mahasiswa buruh versus jepang, sekarang rakyat mahasiswa buruh versus China,” ujar Rocky, dikutip dari kanal YouTube Rocky Gerung Official, Selasa (17/1/2023).

 

Rocky mengatakan, kerusuhan Morowali disebabkan oleh ketegangan modal, bukan kecemburuan etnis.

 

“Jadi sebetulnya bangsa ini toleran, hanya bila terjadi ketidakadilan yang menyangkut perut maka ada ketegangan,” kata Rocky saat berbincang bersama Hersubeno Arief.

 

Rocky lantas membuktikan ungkapannya itu dengan memberi contoh kasus. Jika memang kerusuhan itu disebabkan oleh etnis, seharusnya sejak lama sudah ada kerusuhan di kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, karena dominasi etnis China.

 

Namun yang terjadi hingga detik ini adalah sebaliknya. Masyarakat justru hidup rukun dan berdampingan satu sama lain.

 

Maka, menurut Rocky, pemicu kerusuhan bisa jadi karena tenaga kerja asing (TKA) yang datang ke Indonesia telah menggeser wilayah kekuasaan masyarakat lokal.

 

“Di mana-mana Pasar Parung, Pasar Dipulir, Medan, itu Etnis China dan lokal biasa saja jualan, karena di situ tidak ada eksploitasi, tapi begitu masuk industri strategis dan kelihatan abhwa tenaga asing itu lebih mewah hidupnya daripada negara lokal, maka terjadi ketegangan sosial,” kata Rocky.

 

Sehingga, Rocky menyebutnya sebagai fenomena favoritisme negara oleh pemerintah terhadap para pemodal China.

 

“Jadi bukan karena etnisitas, tapi karena ketidakadilan yang disebabkan oleh favoritisme negara pemerintah kepada modal cina,” ujarnya.

 

Apalagi, pada sebuah kesempatan, Jokowi pernah menyebut bahwa tenaga kerja Indonesia umumnya kurang terampil dalam mengelola bahan industri menggunakan teknologi canggih.

 

“Bahkan Pak Jokowi pernah mengatakan, bahwa memang buruh Indonesia itu pemalas, belum pandai, atau kurang mampu menyerap teknologi karena itu musti dibawa dari China, dan itu diingat orang, sebagai diskriminasi,”

 

Padahal, lanjut Rocky, pada kenyataanya, kedatangan para pekerja China ke Indonesia malah mengisi beragam posisi yang sebenarnya bisa dikerjakan oleh tenaga kerja lokal (TKI) sendiri.

 

“Dan ternyata Pak Jokowi salah, kalau Pak Jokowi bilang tenaga kerja China memang bermutu di bidang padat teknologi ya kita terima itu, tapi karena Pak Jokowi mengimport tenaga kerja yang bisa dilakukan anak-anak Indonesia lokal jadi supir, pengangkut beban, itu yang membuat kesenjangan pendapatan dan sekaligus menjadi potensi untuk kerusuhan sosial,” beber Rocky.

 

Baca Juga: Dulu Jadi Relawan Jokowi Hingga Dua Periode, Guntur Beberkan Alasan Lebih Pilih Ganjar Buat Jadi Presiden di 2024

 

“Jadi dasar Morowali itu adalah ketidakadilan yang disebabkan oleh kebijakan yang memihak kepada tenaga kerja asing, dalam hal ini China,” pungkasnya. (kontenjatim)

 

SANCAnews.id – Anggota DPR RI fraksi PKB, Luqman Hakim, menilai, bahwa pernyataan Muhammad Ainun Nadjib atau yang akrab disapa Cak Nun yang terkait ceramah di Kajian Maiyah, blak-blakan menyebut Jokowi seperti Firaun tak perlu dipersoalkan lebih jauh atau sampai dipolisikan.

 

"Saran saya, kepada pihak-pihak yang berencana melaporkan Cak Nun ke Polisi, diurungkan saja," kata Luqman kepada wartawan, Selasa (17/1/2023).

 

Ia mengatakan, Cak Nun dengan segala kritik-kritiknya tak perlu disikapi secara berlebihan. Justru hal tersebut dianggap sebagai bagian dari membangun bangsa.

 

"Kehadiran Cak Nun dengan kritik-kritiknya yang tajam adalah kekayaan bagi proses bangsa ini membangun kematangan," ungkapnya.

 

Lebih lanjut, ia menyampaikan, jika ada pihak yang berencana mempolisikan Cak Nun karena pernyataannya, dianggap tidak memahami esensi.

 

"Menurut saya, mempolisikan Cak Nun berarti tidak memahami esensi kebudayaan sebagai jalan memperbaiki peradaban," pungkasnya.

 

Ceramah Cak Nun

Sebelumnya, kekinian, Muhammad Ainun Nadjib atau yang akrab disapa Cak Nun sedang menjadi sorotan publik. Hal ini karena ceramahnya yang dianggap menghina Presiden Joko Widodo.

 

Pada saat memberikan ceramah di Kajian Maiyah, Cak Nun blak-blakan menyebut Jokowi seperti Firaun. Budayawan ini juga membandingkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan bak Haman.

 

Bukan hanya menyinggung Jokowi dan Luhut, Cak Nun juga mengungkapkan jika Indonesia juga telah dikuasi oleh Qorun, yakni pengusaha Anthony Salim.

 

"Karena Indonesia dikuasai oleh Firaun yang namanya Jokowi. Qorun yang namanya Anthony Salim dan 10 Naga. Terus Haman yang namanya Luhut," ucap Cak Nun seperti dikutip melalui unggahan akun Twitter @GunRomli pada Senin (16/1/2023).

 

Dalam ceramahnya, Cak Nun juga menerangkan jika seluruh sistem di pemerintahan telah diambil alih oleh Jokowi dan Luhut.

 

"Negara kita sesempurna dicekel [dipegang] oleh Firaun, Haman, dan Qorun. Itu seluruh sistemnya, seluruh perangkatnya, semua alat-alat politiknya sudah dipegang mereka semua. Dari uangnya, sistemnya, sampai otoritasnya, sampai apapun," ujar Cak Nun. (suara)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.