Ferdy Sambo Tak Tuntut Hukuman Mati, Keselamatan Icad Terancam dan Butuh Perlindungan Seumur Hidup dari LPSK?
SANCAnews.id – Netizen mengkhawatirkan keselamatan Bharada E atau
Richard Eliezer karena Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya menuntut Ferdy Sambo
dengan hukuman seumur hidup bukan hukuman mati.
Beberapa rakyat Twitter
khawatir Richard Eliezer atau yang akrab disapa Icad itu bisa saja menjadi
sasaran balasa dendam Sambo.
Pasalnya, Icad berperan besar
dalam pengungkapan kasus pembunuhan Brigadir J. Ia merupakan salah satu yang
pertama kali berbicara terbuka di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan.
"takut icad bakal kenapa2
woy klo sambo gak dihukum mati," tulis pengguna Twitter @syther****.
"Harusnya HUKUMAN MATI
sih Layak dan sangat layak sekali , kalau SAMBO Masih hidup Dia bisa Kontrol
sesuatu dalam balik PENJARA !! Bahaya buat RICHARD ELIEZER Dia harus Dapat
Perlindungan juga dari LPSK SEUMUR HIDUP." timpal netizen lainnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU)
menuntru Ferdy Sambo dengan hukuman penjara seumur hidup dalam kasus pembunuhan
berencana terhadap Brigadir J atau Yosua Hutabarat.
"Menuntut supaya majelis
hakim PN Jaksel yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menyatakan
terdakwa Ferdy Sambo terbukti bersalah melakukan dengan sengaja dan dengan
rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain. Menjatuhkan pidana terhadap
Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup," kata JPU saat membacakan
tuntutan di PN Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).
Tim Jaksa Penuntut Umum
menyimpulkan bahwa terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah
Yosua Hutabarat (Brigadir J) Ferdy Sambo menggunakan sarung tangan dan menembak
Yosua di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
“Berdasarkan keterangan saksi
Richard Eliezer, terdakwa Ferdy Sambo seketika itu juga menghampiri tubuh
korban Nofriansyah Yosua Hutabarat yang sudah tertelungkup dengan menggunakan
sarung tangan, menggenggam senjata api, menembakkan ke arah tubuh korban hingga
korban Nofriansyah Yosua Hutabarat meninggal dunia,” ucap jaksa di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (17/1/2023) dikutip dari Antara.
Dalam sejumlah persidangan
sebelumnya, terdapat perdebatan antara sisi Richard Eliezer dengan sisi Ferdy
Sambo mengenai penggunaan sarung tangan hitam dan keikutsertaan Ferdy Sambo
dalam melontarkan tembakan kepada Brigadir J.
Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf,
yang juga merupakan terdakwa dalam perkara ini, sempat mengatakan Ferdy Sambo
menggunakan sarung tangan hitam, sebelum mengganti keterangan mereka dari
sarung tangan hitam menjadi masker hitam.
Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf
juga mengatakan bahwa mereka tidak melihat Ferdy Sambo ikut menembak Yosua,
meski hasil poligraf atau uji kebohongan Kuat Ma’ruf menyatakan bahwa Kuat
Ma’ruf berbohong ketika mengatakan tidak melihat Ferdy Sambo ikut menembak
Yosua.
Pengacara Ferdy Sambo, Arman
Hanis, berulang kali menegaskan bahwa Ferdy Sambo tidak menggunakan sarung
tangan hitam, dan ia menguatkan argumen dengan rekaman CCTV yang menunjukkan
bahwa Ferdy Sambo tidak menggunakan sarung tangan saat melangkah masuk ke rumah
dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Akan tetapi, Richard Eliezer
tetap tegas mempertahankan keterangannya bahwa ia melihat Ferdy Sambo
menggunakan sarung tangan ketika melakukan penembakan, baik penembakan kepada
Yosua, maupun penembakan ke arah dinding.
“Kemudian, senjata api yang
digunakan, dilap oleh terdakwa Ferdy Sambo guna menghilangkan jejak sidik jari
terdakwa Ferdy Sambo, lalu diletakkan di tangan kiri korban Nofriansyah Yosua
Hutabarat dengan maksud seolah-olah telah terjadi tembak-menembak yang
mengakibatkan korban Nofriansyah Yosua Hutabarat tertembak dan meninggal
dunia,” ucap jaksa.
Ferdy Sambo merupakan salah
satu dari lima terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah
Yosua Hutabarat (Brigadir J). Dalam persidangan ini, Ferdy Sambo menjalani
sidang tuntutan.
Sebelumnya, pada Senin (16/1),
Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal telah menjalani sidang tuntutan. Keduanya dituntut
oleh Jaksa Penuntut Umum untuk dihukum pidana penjara selama delapan tahun.
Selain ketiga terdakwa
tersebut, terdapat dua terdakwa lainnya, yakni Richard Eliezer dan Putri
Candrawathi. Kelima terdakwa ini didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (suara)