SANCAnews.id – Presiden RI Joko Widodo telah menetapkan dan
menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun
2022 tentang Cipta Kerja, atas kebutuhan mendesak guna mengantisipasi kondisi
global.
"Hari ini telah diterbitkan
Perppu Nomor 2 Tahun 2022, tertanggal 30 Desember 2022," ujar Menteri
Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan pers di
Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (30/12/2022).
Dia mengatakan pertimbangan
penetapan dan penerbitan Perppu adalah kebutuhan mendesak, di mana pemerintah
perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global baik yang terkait ekonomi
maupun geopolitik.
Dia mengatakan terkait ekonomi,
Indonesia menghadapi resesi global, peningkatan inflasi, dan ancaman stagflasi.
Selain itu lebih dari 30 negara sedang berkembang juga sudah masuk dalam daftar
IMF, dan 30 negara lainnya mengantre masuk dalam daftar penerima bantuan IMF.
"Jadi kondisi krisis ini
untuk emerging developing country menjadi sangat real, dan juga terkait
geopolitik tentang Ukraina-Rusia dan konflik lain juga belum selesai dan
pemerintah juga menghadapi, tentu semua negara menghadapi krisis pangan, energi,
keuangan dan perubahan iklim," jelasnya.
Airlangga mengatakan Presiden
Jokowi juga sudah berbicara dengan Ketua DPR RI terkait penerbitan Perppu Cipta
Kerja sehingga Ketua DPR RI sudah terinformasi.
"Prinsipnya Ketua DPR sudah
terinformasi mengenai Perppu tentang Cipta Kerja dan ini berpedoman pada
peraturan perundangan dan Putusan MK," ujar Airlangga. Namun di samping
itu, penerbitan Perppu Cipta Kerja menuai polemik.
Pasalnya, penerbitan Perppu Cipta
Kerja bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Presiden RI Joko Widodo saat Berpidato. Dalam
hal itu, Komnas HAM menilai penerbitan Perppu ini tertutup dan tiba-tiba.
Bahkan, mirisnya lagi, Ketua
Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro menyebutkan, masyarakat baru mendapatkan
informasi atas peraturan tersebut pada hari yang sama saat Presiden
mengumumkannya kepada publik.
Tak hanya itu saja, penerbitan
Perppu Cipta Kerja ini juga menyita perhatian tokoh-tokoh politik hingga
pengamat serta akademisi. Seperti Ahli Hukum Tata Negara dan Pengamat Politik
Indonesia, Refly Harun.
Dalam hal ini, Refly Harun
menyebutkan penerbitan Perppu Cipta Kerja ini membangkang MK dan begitu
mengangkangi MK. "Jangan lupa, yang
namanya hak untuk membuat undang-undang atau legeslatif power itu ada di tangan
DPR. Dan, perintah itu lebih berat kepada DPR sebagai pemegang
legeslatif," kata Refly Harun ke tvone.
"Jadi undang-undang itu
pemegang kekuasaannya itu DPR tetapi pebentukannya bersama presiden,"
lanjutnya. Kemudian, ia katakan, dalam
penerbitan Perppu Cipta Kerja ini, menurutnya, presiden telah melampaui
kewewenangan DPR.
Tak hanya Refly Harun saja yang
berkomentar, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) juga
mengkritik Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun
2022 tentang Cipta Kerja. AHY menilai tidak ada alasan mendesak yang
mengharuskan Presiden Jokowi menerbitkan Perppu Cipta Kerja.
"Jika alasan penerbitan
Perppu harus ada ihwal kegentingan memaksa, maka argumen kegentingan ini tidak
tampak di Perppu ini. Bahkan, tidak tampak perbedaan signifikan antara isi
Perppu ini dengan materi UU sebelumnya,” kata AHY dalam keterangan tertulis,
Senin (2/1/2023).
Dia menyebut Perppu tersebut
tidak sesuai dengan Amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020,
yang harus ada pelibayan masyarakat dalam revisinya.
"Selain terbatasnya
pelibatan publik, sejumlah elemen masyarakat sipil juga mengeluhkan terbatasnya
akses terhadap materi UU selama proses revisi,” ujar dia.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti
Yudhoyono (AHY) “Setelah dinyatakan inkonstitusional bersyarat, jelas MK
meminta perbaikan melalui proses legislasi yang aspiratif, partisipatif dan
legitimate. Bukan justru mengganti UU melalui Perppu," tambah AHY.
Lebih lanjut, dia menyebut pemerintah
terlalu berpihak kepada pengusaha atau investor dibandingkan masyarakat.
“Lagi-lagi, esensi demokrasi diacuhkan. Hukum dibentuk untuk melayani
kepentingan rakyat, bukan untuk melayani kepentingan elite. Janganlah kita
menyelesaikan masalah dengan masalah,” tegas AHY.
Sebagai informasi, putusan MK
pada 2020 menyatakan UU Cipta Kerja Inkonstitusional dan harus direvisi dalam
waktu dua tahun.
Namun, bukannya melakukan revisi,
Jokowi mengambil jalur dengan menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Cipta
Kerja. Perppu itu bertujuan agar UU Cipta Kerja tetap berlaku. (tvone)