Latest Post

 

SANCAnews.id – Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengeluhkan kepada kadernya di Jakarta soal banyaknya warga miskin di Jakarta. Dia kemudian membuat pernyataan keras kepada kader Partai Banteng.

 

Dalam acara HUT PDIP kemarin, Megawati lantas meminta kader dari DPW DKI Jakarta untuk mengacungkan tangan. Megawati mengungkapkan temuannya bahwa masih banyak warga Jakarta yang tergolong miskin dan tidak memiliki tempat tinggal yang layak. Banyak dari mereka bahkan tinggal di bawah jembatan.

 

"Ayo, angkat tangan dari DKI, angkat tangan! Kurang kelihatan, berdiri dan angkat tangan. Berdiri dan angkat tangan," kata Megawati di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (10/1/2023).

 

Setelah itu, terlihat sejumlah kader dari DKI Jakarta berdiri sekaligus mengangkat tangannya. Usai melihat ada yang berdiri, Megawati langsung meluapkan kekecewaannya kepada mereka.

 

"Mbok pikir, di ibukota Republik Indonesia, mbok, coba yo, apa kalian enggak punya perasaan, kalian enggak punya rasa iba? Hah?," tanya Megawati.

 

Presiden ke-5 RI tersebut kemudian mengungkapkan kalau instruksi yang ia berikan tidaklah sulit. Ia hanya meminta kadernya untuk turun ke masyarakat dan membantu yang kesulitan.

 

"Kalian mau jadi lagi enggak sih yang namanya legislatif sama eksekutif. Eh, berarti kalau meneng (diam) bae, akeh sing gak kepengen toh (banyak yang tidak kepingin)," katanya. (poskota)


SANCAnews.id 
– Pengakuan Presiden Joko Widodo terhadap beberapa peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, patut diapresiasi.

 

Dikatakan Presiden Jokowi, setidaknya ada 12 peristiwa pelanggaran HAM berat, yakni peristiwa 1965-1966, peristiwa penembakan misterius 1982-1985, peristiwa Talangsari, Lampung 1989; Rumoh Geudong dan Pos Sattis, di Aceh 1989; penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998; peristiwa kerusuhan Mei 1998; peristiwa Trisakti dan Semanggi I dan II 1998-1999.

 

"Statemen Jokowi bahwa terjadi berbagai pelanggaran HAM berat di masa lalu, perlu diapresiasi," ujar Ketua Sabang Merauke Circle, Syahganda Nainggolan kepada redaksi, Rabu (11/1).

 

Hanya saja, kata Syahganda, pengakuan Jokowi itu bisa menjadi kehilangan makna karena dia tidak mengakui hilangnya nyawa Laskar FPI yang dikenal sebagai Peristiwa KM15 sebagai pelanggaran HAM.

 

"Namun, pernyataan Jokowi ini menjadi bias dan kehilangan makna jika tidak mengakui pembantaian laskar FPI KM50 juga sebagai pelanggaran HAM berat," terangnya.

 

"Ini seperti pepatah 'gajah di depan mata tidak terlihat, semut dikejauhan tampak besar'," tandasnya. (rmol)


 
SANCAnews.id – Penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh pemerintah, dipastikan Presiden Joko Widodo tak akan mengecualikan proses yudisial di lembaga peradilan.

 

Hal tersebut disampaikan Jokowi usai menerima laporan dari Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu (11/1).

 

"Saya dan pemerintah berusaha memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial," ujar Jokowi.

 

Mantan Walikota Solo ini menjelaskan, Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu ia bentuk berdasarkan Keppres 17/2022. Ini merupakan bentuk keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan yang masih menggantung.

 

Karena itu, Jokowi memastikan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran HAM berat tidak terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang.

 

"Dan saya minta kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan untuk mengawal upaya-upaya konkret pemerintah agar dua hal tersebut dapat terlaksana dengan baik," katanya.

 

"Semoga ini menjadi langkah berarti bagi pemulihan luka sesama anak bangsa, guna memperkuat kerukunan nasional kita dalam negara persatuan Republik Indonesia," demikian Jokowi menutup. (rmol)


SANCAnews.id – Bakal calon presiden dari Partai NasDem Anies Baswedan sering kali dicap sebagai antitesis dari Presiden Joko Widodo. Ia bahkan disebut-sebut tak akan melanjutkan proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) jika terpilih menjadi presiden 2024.

 

Namun, rumor tersebut telah dibantah oleh Ketua DPP Partai NasDem Effendy Choirie atau Gus Choi. Ia mengungkapkan jika mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut belum pernah melontarkan pernyataan tidak akan melanjutkan proyek yang telah digagas Jokowi tersebut.

 

Gus Choi secara terang-terangan juga menyebutkan jika dirinya sangat mendukung adanya IKN. Ia menyebut proyek pembangunan ibu kota baru tersebut merupakan ide yang luar biasa.

 

"Dia belum pernah menyatakan atau dalam diskusi atau diskusi di internal NasDem, nggak ada, 'Ini harus tidak dilanjutkan'. Tidak, ini harus dilanjutkan namanya IKN, namanya infrastruktur, ini kebutuhan ibu kota kebutuhan kebanggaan bangsa. Nggak bisa ditawar," kata Gus Choi seperti dikutip Suara.com melalui tayangan kanal YouTube Total Politik pada Selasa (10/1/2023).

 

"IKN itu ide yang luar biasa," sambungnya.

 

Gus Choi juga menerangkan jika ide pembangunan ibu kota baru ini telah digagas oleh pendahulu, tapi tidak pernah terwujud. Kini, di bawah kepemimpinan Jokowi ide tersebut akhirnya bisa diwujudkan.

 

"Pak Jokowi mengeksekusi idenya Bung Karno yang harus punya istana sendiri. Kemudian Pak Soeharto juga punya ide punya istana sendiri, ibu kota sendiri," terang Gus Choi.

 

Lagi-lagi, dengan gamblang Gus Choi mengungkapkan jika dirinya secara penuh mendukung keberlanjutan dari pembangunan IKN.

 

Namun, persoalan kapan proyek tersebut bisa terselesaikan, menurutnya itu bergantung dengan beberapa hal, termasuk kondisi ekonomi.

 

"Saya termasuk orang yang terdepan mendukung bahwa ini harus dilanjutkan. Nah persoalan ketika dilanjutkan apakah harus jadi 5 tahun itu, apakah harus jadi 10 tahun itu, itu lihat kondisi ekonomi," terangnya. (*)


SANCAnews.id – Perseteruan ekonom senior Rizal Ramli dan Menko Polhukam Mahfud MD akibat Perppu Cipta Kerja sempat membuat geger media sosial.

 

Pasalnya Mahfud dengan blak-blakan menyebut Rizal sebagai sosok yang bodoh. "Ternyata Rizal Ramli ini makin ngawur dan bodoh. Tunjukkan, kapan saya bilang bahwa setiap orang yang masuk kekuasaan menjadi iblis," cuit Mahfud, Rabu (4/1/2023).

 

Rizal memang sudah sempat membalas cuitan tersebut. Namun kini Rizal juga terbuka mengungkap perasaannya di kanal YouTube Realita TV.

 

"Tega-teganya gitu Mahfud bilang gue goblok," ujar Rizal sambil tertawa, dikutip pada Sabtu (7/1/2023).

 

"Tapi saya ngerti dia sangat emosional, karena dia tidak bisa membela diri. Dia tahu yang dia lakukan itu salah," sambungnya.

 

Rizal menyoroti pada status UU Cipta Kerja yang semestinya harus dibenahi dalam dua tahun sebagaimana keputusan Mahkamah Konstitusi, tetapi pemerintah malah beralih menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022.

 

Rizal juga heran mengapa Mahfud malah lebih menyoroti pernyataannya soal "malaikat bisa jadi iblis jika masuk sistem", apalagi sampai mengotot dirinya sudah mengutip pernyataan tanpa memerhatikan konteks.

 

"Dia bantah, bahwa ini omongan dia dalam (konteks) Pilkada. Padahal nggak bener, berkali-kali kok ngomong begini, bukan hanya di YouTube itu," kata mantan Menko Kemaritiman itu.

 

"Tapi saya kecewa, harusnya Mahfud jawab aja kritikan saya, yang substansi, 'Kenapa sih lo belain Perppu yang melanggar undang-undang, yang melemahkan konstitusi?' Apalagi kan Pak Mahfud mantan Ketua Mahkamah Konstitusi," lanjutnya.

 

Karena itulah Rizal menilai cuitan "ngegas" Mahfud kemarin adalah wujud kepanikannya karena tidak mampu melawan balik kritikan publik mengenai Perppu Cipta Kerja.

 

Bukan hanya itu, Rizal juga menyoroti pengakuan Mahfud soal akan ikut mengkritik Perppu Cipta Kerja apabila tidak menjadi menteri.

 

"(Mahfud bilang) 'Ya kalau saya sudah nggak jadi menteri, saya akan mengkritik Perppu ini. Karena saya menteri, ya saya bela'. Itu kan munafik kelas berat, kok orang bisa berbeda pendapat ilmiahnya hanya karena dia di dalam sebagai pejabat atau nggak jadi pejabat. Itu lucu sekali," tuturnya.

 

Rizal bahkan menilai sikap Mahfud sudah menghina banyak tokoh publik lain yang tetap mempertahankan integritas dan pandangannya kendati berada di dalam maupun luar pemerintahan.

 

"Tokoh-tokoh kemerdekaan, Dr. Cipto, Natsir, Hatta, itu man of integrity. Apa mereka di dalam kekuasaan atau luar kekuasaan, mereka tetap pandangannya sama, logikanya sama, keberpihakannya ke rakyat sama, nggak bunglon gitu. Di luar kayak apa, di dalam sebaliknya," pungkas Rizal. (suara)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.