Latest Post


SANCAnews.id – Alasan kegentingan memaksa dalam penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) 2/2022 tentang Perubahan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) dinilai tak masuk akal.

 

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengamati, dalam poin pertimbangan Perppu Ciptaker pemerintah beralasan perekonomian Indonesia akan etrkena dampak resesi ekonomi dunia, sehingga diperlukan bauran kebijakan untuk menarik investasi di dalam negeri.

 

"Ini yang dimuat dalam UU Ciptaker. Artinya, kegentingan memaksanya ini kenaikan energi, harga pangan, perubahan iklim dan sebagainya. Tapi faktanya adalah, apa yang disebabkan ini memberikan manfaat ekonomi pada Indonesia," ujar Anthony dalam sikusi bertajuk "Gegara Perppu Ciptaker Jokowi Bisa Dimakzulkan?" yang digelar di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Senin (9/1).

 

Ia tak memungkiri bahwa kondisi perekonomian dunia saat ini dalam kondisi yang lemah. Namun, justru bagi Indonesia situasi ini sangat menguntungkan.

 

Sehingga menurut Anthony, penerbitan Perppu Ciptaker oleh Jokowi tak punya alasan yang tepat, apalagi melihat substansi dari materiilnya justru merugikan masyarakat pekerja.

 

"Sekarang ini yang dunia melihatnya ada inflasi, ada penurunan pertumbuhan ekonomi, Indonesia justru mengalmai perbaikan. Kita lihat bahwa ekspor atau neraca perdagangan membukukan, mencatat surplus tertinggi sepanjang sejarah," katanya.

 

"2021 ke 2022 sampai dengan November itu naik surplusnya adalah 5,6 miliar dolar AS, tertinggi sepanjang sejarah. Jadi ini adalah tidak ada hal-hal kegentingan memaksa yang ada di poin G (Perppu Ciptaker)," demikian Anthony. (rmol)


SANCAnews.id – Inkonstitusional bersyarat UU 11/2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) yang diputus Mahkamah Konstitusi (MK) ditindaklanjuti pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Namun, langkah tersebut dinilai tidak mengubah dampak negatif dari regulasi ini tidak lagi terjadi.

 

Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Ekuin) era Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid, Rizal Ramli memperhatikan, salah satu aspek negatif yang akan muncul sebagai dampak dari pemberlakuan kembali UU Ciptaker lewat Perppu 2/2022 akan tetap terjadi.

 

"UU Omnibus Law ini buka peluang untuk pejabat malakin (memalaki) para pengusaha, apalagi para pengusaha kecil," ujar Rizal Ramli dalam diskusi bertajuk "Gegara Perppu Ciptaker Jokowi Bisa Dimakzulkan?" yang digelar di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Senin (9/1).

 

Salah satu sebab yang paling nyata terlihat dari potensi pemalakan oleh pejabat bisa terjadi yakni dokumen UU Ciptaker yang tidak sederhana seperti maksud dari perumusan regulasi ini yang menggunakan metodelogi omnibus law.

 

"Dan karena dikalangan birokrasi itu berlaku adigium, 'kalau bisa dibikin sulit kenapa harus dibikin mudah'. Itu biasa pejabat ngomong gitu. Kenapa? Karena mau enggak mau kalangan bisnis nyogoklah," tuturnya.

 

"Jadi UU yang dikampanyekan untuk menyederhanakan, mempermudah perizinan, hasilnya itu justru membuka peluang untuk malakin pengusaha besar mapun kecil, karena UU-nya sendiri 1.000 halaman. Buat ngerti itu musti nyewa lawyer pula," tandas Rizal Ramli. (rmol)


SANCAnews.id – Sikap pakar hukum tata negara yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra, mengenai penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) 2/2022 tentang Perubahan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) dinilai sebagai satu sikap politik yang mendukung kebijakan yang salah.

 

Bahkan, bagi Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie, menyamakan sikap Yusril seperti sikap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD yang juga tak berani mengkritik Perppu Ciptaker yang diterbitkan untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang pada intinya menyatakan UU Ciptaker Inkonstitusional Bersyarat.

 

"Setelah Mahfud, kini giliran salah satu penjilat di negeri ini muncul, yaitu Yuzril Mahendra, membela Jokowi soal UU Ciptaker," ujar Jerry kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (9/1).

 

Doktor komunikasi politik America Global University ini mengaku agak aneh melihat sikap Yusril sebagai pakar hukum tata negara, alih-alih berkomentar soal UU Ciptaker, malah justru memuji Jokowi dalam menindaklanjuti keputusan MK.

 

"Saya kira Yuzril sebagai seorang terpelajar tak perlu ngotot membela pemerintah ini," demikian Jerry menambahkan. (**)


SANCAnews.id – Tantangan debat yang disampaikan Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat, seharusnya diterima oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

 

Sebab, hal itu akan menjadi sarana bagi pemerintah untuk mengklarifikasi dan mendengarkan masukan dari entitas pekerja.

 

"Tantangan debat harusnya diterima oleh Menko Polhukam. Sebagai pihak yang memiliki kewenangan pembinaan politik dan hukum mestinya tidak boleh dihindari oleh Pak Mahfud," ujar Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (9/1).

 

Karena, kata Satyo, tantangan debat itu bisa diterima sebagai sarana untuk melakukan klarifikasi dan mendengar masukan dari salah satu stakeholder, yaitu para buruh.

 

"Dengan 'melempar' tanggung jawab kewenangan kepada Ali Mochtar Ngabalin akan terkesan Menko Polhukam tidak bertanggung jawab dan tidak sanggup menjalankan kewenangannya sebagai Menko Polhukam," pungkas Satyo.

 

Menko Polhukam Mahfud MD memilih untuk menyerah atas tantangan debat Jumhur Hidayat terkait Perppu Cipta Kerja. Ia menyarankan agar Jumhur menantang debat Tenaga Ahli Utama KSP Ali Mochtar Ngabalin.

 

"Waduh, Jumhur dia nantang debat saya? Saya tak berani, mohon maaf, saya menyerah. Saya kenal dia amat sangat pandai sekali. Kalah saya," ujar Mahfud dikutip dari akun Twitter @mohmahfudmd, Minggu (8/1). (*)

 

SANCAnews.id – Isu reshuffle kabinet dianggap punya niat terselubung dan menyasar ke Partai NasDem. Hal itu disampaikan Pengamat Politik Hendri Satrio.

 

Ia menilai, reshuffle kabinet di ujung-ujung periode memang punya maksud dan niat tertentu ke NasDem.

 

"Ada pembahasan yang serius itu tentang kepatutan, kewarasan, dan kewajaran dalam melaksanakan pemerintahan," terangnya, dikutip Senin (09/01/2023).

 

"Boleh nggak reshuffle? Boleh, terserah, tapi patut tidak? Waras tidak? Wajar tidak dilakukan reshuffle yang sudah di ujung-ujung?" sambungnya.

 

Katanya, hal tersebut menjadi alasan yang membuat dirinya menduga adanya niat terselubung dibalik isu reshuffle kabinet.

 

"Yang pertama, bisa jadi ini ada upaya untuk mengalihkan isu yang lebih besar, yaitu Perppu Cipta Kerja," ujar Hensat.

 

Untuk diketahui sebelumnya, ia juga mengkritisi soal penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja. Di mana hal itu bisa dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

 

Namun, ia menganggap Jokowi seolah tak mempertimbangkan beberapa aspek. Mulai dari kepatutan, kewajaran dan kewarasan saat melaksanakan pemerintahan.

 

Tak cuma itu, ia menilai juga ada niat lainnya dalam wacana reshuffle kabinet. Khususnya hal yang ingin dicapai Jokowi.

 

Baginya, bisa saja Partai NasDem bakal diajak berkoalisi dengan PDI Perjuangan. Di mana Anies Baswedan didapuk jadi calon wakil presiden (Cawapres) Puan Maharani.

 

"Yang kedua, ini hanya testing the water saja, NasDem goyah nggak," ucapnya. (suara)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.