Latest Post

 

SANCAnews.id – Viral di media sosial video Qariah Nadia Hawasy disawer di atas panggung saat sedang membaca Alquran. Dalam video beredar, Nadia yang tengah membaca Alquran di acara Maulid Nabi Muhammad Saw tiba-tiba dihampiri seorang lelaki berpeci.

 

Lelaki yang memakai peci lengkap dengan atribut pakaian muslim tersebut tiba-tiba menghamburkan uang di depan wajah Nadia yang khusyuk melantunkan Alquran. Tak terlihat jelas lembaran pecahan berapa rupiah yang dihamburkan, yang pasti lembaran tersebut cukup banyak.

 

Tak lama kemudian, seorang laki-laki paruh baya juga naik ke panggung. Dengan santainya, ia menaruh uang untuk diselipkan di dahi Nadia.

 

"Qoriah internasional Ustazah H.Nadia Hawasy dari Tangerang-Banten disawer yang hadir," bunyi keterangan video yang diunggah akun @txtdaritng di Twitter, dikutip Kamis (5/1/2023).

 

Tak lama, aksi tersebut ditiru seorang jamaah perempuan yang ikut naik ke panggung. Namun, jamaah tersebut menyawer dengan sopan dengan cara menaruh amplopnya di meja di hadapan ustazah.

 

Video yang sudah ditonton ratusan ribu orang itu mendapat berbagai komentar warganet. Aksi sawer-menyawer Nadia menuai pro dan kontra dengan berbagai pendapat.

 

Sebagian warganet menilai pemberian uang kepada ustazah tersebut dianggap sebagai tradisi atau penghormatan kepada mereka yang bisa hafal isi Alquran. Namun, tidak sedikit juga warganet yang menganggap tindakan itu tidak pantas lantaran terkesan merendahkan.

 

"Mungkin kalau disawer tanpa menyentuh nggak apa-apa kali ya, kan bukan muhrim," komentar @kat***.

 

"Daripada nyawer gitu mending kasih amplop dah, aneh amat pikiran orang-orang itu," balas @aqu***.

 

"Kok digituin sih, emang dia biduan dangdut?" @ssn*** menimpali.

 

"Kalau yang bilang ini aneh berarti baru tahu. Qori Salman Amrillah pas di Pakistan kalau nggak salah banyak yang nyawer," cuit @koo***.

 

"Rata-rata di kabupaten atau masuk ke Banten adatnya gitu min. Soalnya punya temen di sekitaran Balaraja, Kronjo, Kresek, dll pas ada hajatan atau acara disawer kayak begitu," imbuh @ske***.

 

Video tersebut juga mendapat respon keras dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis. Ia meminta tradisi yang terjadi pada acara Maulud Nabi Muhammad di Tangerang Banten itu tidak berlanjut.

 

"Ini cara yang salah dan tak menghormati majelis, perbuatan haram dan melanggar nilai-nilai kesopanan. Mohon ulama dan tokoh masyarakat menolak ini dan jangan menganggap ini tradisi yang baik," cuit Cholil Nafis menanggapi video viral  (suara)


SANCAnews.id – Ekonom Senior yang juga Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli enggan meladeni penilaian Menko Polhukam, Mahfud MD yang menganggapnya sebagai sosok yang ngawur dan bodoh.

 

Dia hanya mengatakan Mahfud sedang panik karena membela yang tidak benar.

 

"Wong ndak usah diladeni, wong panik karena membela yang tidak benar," kata Rizal Ramli lewat akun twitter pribadinya dikutip Kamis (5/1).

 

Rizal lantas menyindir Mahfud yang notabenenya sempat menjabat sebagai Ketua MK justru melemahkan putusan MK soal UU Cipta Kerja.

 

Ini seiring terbitnya Perppu Cipta Kerja untuk menggugurkan status inkonstitusional bersyarat yang sebelumnya telah ditetapkan MK.

 

"Mantan Ketua Hakim MK kok melemahkan keputusan MK soal Omnibus Law, dengan mendukung Perppu, hanya untuk sekedar menjilat Presiden. Logika ke mana, integritas di mana?" timpal Rizal.

 

Tudingan itu dilontarkan Mahfud di media sosial Twitter @mahfudmd menjawab pernyataan Rizal Ramli soal `malaikat yang masuk lingkaran kekuasaan bisa menjadi iblis` di akun Twitter @RamliRizal. Rizal mencuitkan hal tersebut menyikapi pernyataan Mahfud terkait Perppu Ciptaker.

 

"Ternyata Rizal Ramli ini makin ngawur dan bodoh. Tunjukkan, kapan saya bilang bahwa setiap orang yang masuk kekuasaan menjadi iblis. Gobloklah pernyataan tersebut. Kapan dan di mana saya bilang begitu? Ayo. Saya bilangnya bukan begitu lah tapi begini," cuit Mahfud.

 

Mahfud kemudian menjelaskan maksud pernyataan `malaikat akan menjadi iblis bila masuk ke sistem Indonesia`.

 

Potongan pernyataannya itu diucapkan di tahun 2012 dalam konteks evaluasi sistem Pilkada. Sebab, menurutnya, sistem yang ada mendorong kandidat untuk melakukan tindakan korupsi.

 

"Waktu itu yang saya bilang, Jika sistem Pilkada tidak diubah maka "malaikat pun kalau masuk ke dalam sistem Indonesia bisa jadi iblis". Waktu itu (2012) sebagai Ketua MK saya sampaikan itu sebagai usul agar sistem Pilkada diubah, sebab sistem yang ada mendorong kepala daerah korupsi sehingga banyak yang masuk penjara," cuit Mahfud lagi. (law-justice)

 
 


SANCAnews.id – Menikahnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dengan adik Presiden Joko Widodo, Idayati dianggap membuat Jokowi dengan mudah mengeluarkan Perppu 2/2022 tentang Cipta Kerja atau Ciptaker.

 

Hal itu disampaikan oleh Koordinator Indonesia Bersih, Adhie Massardi sembari menyinggung pernyataan sebelumnya pada 28 Mei 2022 tentang prediksi yang akan terjadi setelah Anwar Usman menikah dengan Idayati.

 

"Dulu sudah diingatkan, meranjangnya Ketua MK dengan adik Presiden Widodo akan bikin masalah negara jadi urusan keluarga," ujar Adhie dalam tulisannya di akun Twitternya @AdhieMassardi seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (5/1).

 

Hubungan itu kata mantan Jurubicara Presiden Kelima Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ini, membuat Jokowi dengan entengnya menerbitkan Perppu Ciptaker.

 

"Maka enteng saja bagi Widodo nerbitkan Perppu atas dasar UU yang oleh kantor adik ipar dianggap bermasalah. Kalau sudah begini maka tatanegaraan jadi tidak tertata," pungkas Adhi. (*)


SANCAnews.id – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya berharap pelaksanaan Pemilu 2024 tanpa kekerasaan dan politik identitas.

 

Ia mengharapkan Pemilu berjalan damai dan tenang. "Jadi pemilu lebih rileks. Untuk cari jalan bagi masa depan lebih baik untuk semua orang," kata Yahya di kantor PBNU, Jakarta, Rabu (4/1/2022).

 

Menurut Yahya sikap rileks tersebut nantinya bisa mengubah keadaan menjadi lebih baik. Di mana tidak ada pihak-pihak yang terbawa perasaan atau baper, apalagi sampai menimbulkan tindak kekerasan.

 

"Jadi kita harap Pemilu ke depan lebih rileks, Pemilu enggak pakai baper-baperan, yang tak pakai halalkan darahnya orang," kata Yahya. (suara)


SANCAnews.id
– Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie menilai Presiden Joko Widodo atau Jokowi bisa dimakzulkan lantaran kerap melanggar hukum dan konstitusi.

 

Puncaknya, Jokowi dianggap melanggar dalam pembuatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja.

 

Jimly melihat peran MK serta DPR RI diabaikan dalam pembuatan Perppu Cipta Kerja. Bukannya contoh dari rule of law atau negara harus diperintah oleh hukum yang baik, lahirnya Perppu Cipta Kerja justru menjadi contoh produk hukum untuk kepentingan kekuasaan atau rule by law.

 

Semisal DPR RI bisa mengambil sikap seperti saat memunculkan wacana penerapan sistem pemilu proporsional tertutup, menurutnya bisa saja parlemen memakzulkan atau impeachment Presiden Jokowi.

 

"Bisa saja kasus pelanggaran hukum dan konstitusi yang sudah berkali-kali dilakukan oleh Presiden Jokowi dapat diarahkan untuk impeachment," kata Jimly dalam keterangan tertulisnya, Rabu (4/1/2023).

 

Hal tersebut disampaikan Jimly karena ia menilai semestinya pemerintah bisa menindaklanjuti putusan MK yang menyebut kalau UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

 

Pembuat undang-undang diharuskan melakukan perbaikan UU Cipta Kerja dalam kurun waktu dua tahun hingga November 2023. Menurutnya tidak sulit bagi pemerintah untuk melakukan perbaikan.

 

"Susun saja UU baru dalam waktu 7 bulan sekaligus memperbaiki substansi materi pasal-pasal dan ayat-ayat yang dipersoalkan di tengah masyarakat dengan sekaligus membuka ruang partisipasi publik yang meaningful dan sustansial sesuai amar putusan," terangnya.

 

Dalam sejarahnya memang belum ada presiden Indonesia yang dimakzulkan secara konstitusi. Presiden Soekarno, Presiden Soeharto dan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dimakzulkan secara politik.

 

Soekarno dimakzulkan pasca adanya prahara 1965. Presiden Soeharto lengser setelah krisis ekonomi pada 1998 dan Gus Dur sempat mengeluarkan dekrit presiden usai terjadi huru-hara politik pada masa kepemimpinannya.

 

Seorang presiden bisa dimakzulkan secara konstitusi apabila melanggar undang-undang, berganti kewarganegaraan hingga melakukan tindak pidana. (suara)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.