Latest Post


SANCAnews.id – Komite Pembela Hak Konstitusional (KEPAL) mengecam langkah pemerintah yang menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Mereka menganggap pemerintah mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi.

 

Menurut KEPAL, pemerintah seharusnya menjalankan keputusan MK dengan melakukan perbaikan UU Cipta Kerja, bukan justru menerbitkan Perppu Cipta Kerja untuk menghidupkan kembali UU Cipta Kerja. Apalagi dengan alasan kemendesakan investasi.

 

Padahal dikatakan KEPAL, sepanjang tahun 2020-2022, penerapan UU Cipta Kerja tidak berhasil mengatasi permasalahan agraria, impor pangan dan PHK massal, sehingga tidak ada kegentingan yang memaksa sebagaimana diatur pada Pasal 22 UUD NRI 1945 maupun Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009.

 

"Genap sudah pelanggaran putusan MK, berupa pelanggaran terhadap keharusan melakukan penangguhan tindakan/kebijakan strategis dan pembentukan aturan pelaksana UU Cipta Kerja. Dengan terbitnya Perppu Cipta Kerja, maka perbaikan UU Cipta Kerja sesuai dengan putusan MK juga dilanggar," kata Koordinator Tim Kuasa Hukum KEPAL Janses E Sihaloho dalam keterangannya, Senin (2/1/2023).

 

Sebelumnya KEPAL telah melakukan pengaduan konstitusional ke MK terkait pelanggaran terhadap putusan MK dalam perkara pengujian formil UU Cipta Kerja yang dilakukan pemerintah dan DPR pada Kamis (15/12/2022). Temuan pelanggaran yang diadukan ke MK tersebut terangkum dalam 'Laporan Pemantauan Pelanggaran Putusan MK dalam Perkara Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.'

 

Karena itu, Janses meminta MK harus menindaklanjuti pengaduan konstitusional terkait pelanggaran putusan MK dalam perkara pengujian formil UU Cipta Kerja.

 

"Selain itu Tim Advokasi Tolak Omnibus Law, selaku tim kuasa hukum KEPAL juga sedang mempersiapkan langkah-langkah hukum sebagai respon pelanggaran-pelanggaran terhadap putusan MK," ungkap Janses.

 

Perwakilan anggota KEPAL, Gunawan mengatakan, ada ketidakjelasan rumusan Perppu Cipta Kerja.

 

"Karena apa yang hendak diganti oleh Perppu, karena berdasarkan putusan MK sejak kali pertama putusan pengujian formil UU Cipta Kerja dibacakan, gugatan terhadap UU Cipta, ditolak MK, karena objek gugatan (UU Cipta Kerja) dipandang sudah tidak ada," kata Gunawan.

 

Penasihat Senior Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) ini menambahkan, Perppu juga tidak memenuhi standar dan indikator putusan MK karena perbaikan terhadap UU Cipta Kerja meliputi naskah akademik perbaikan UU Cipta Kerja, perbaikan materi sebagaimana yang menjadi keberatan masyarakat, dan adanya partisipasi rakyat secara bermakna dalam setiap tahapan pembentukan perbaikan UU Cipta Kerja.

 

"Untuk itu perbaikan UU Cipta Kerja tidak hanya perbaikan typo dan materi ketenagakerjaan, tetapi juga materi terkait hak petani dan nelayan, serta masalah agraria, pertanian, pangan, perikanan, dan pendidikan yang justru didiskriminasikan oleh UU Cipta Kerja secara formil maupun materiil," ujar Gunawan.

 

Adapun dalam keterangan tertulis, KEPAL menyampaikan beberapa tuntutan terhadap pemerintah terkait penerbitan Perppu Cita Kerja.

 

Pertama, KEPAL menuntut pemerintah mencabut Perppu Cipta Kerja. Kedua, KEPAL menuntut dan mengharuskan Presiden Jokowi melaksanakan Putusan MK dalam perkara pengujian formil UU Cipta Kerja (Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020);

 

"Presiden, DPR, dan lembaga peradilan harus memperhatikan secara serius dampak buruk UU Cipta Kerja terhadap jaminan kepastian hukum dan dampak bagi petani, buruh, nelayan, masyarakat adat, dan masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan," kata Janses. (suara)


SANCAnews.id – Belum lama ini, politisi Partai Gelora Fahri Hamzah mengomentari sosok Anies Baswedan yang telah dideklarasikan sebagai bakal calon presiden dari Partai NasDem.

 

Fahri Hamzah menyebut bahwa mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut harus menarik diri dari gegap gempita jelang kontestasi. Ia bahkan menduga jika Anies hanya dijadikan alat bagi NasDem untuk mendulang massa.

 

Menanggapi pernyataan dari Fahri Hamzah, Musti Umar memberikan peringatan keras kepada Wakil Ketua Umum Partai Gelora tersebut. Hal ini dilontarkan Musni melalui akun Twitter-nya @musniumar.

 

Sosiolog ini meminta agar Fahri Hamzah lebih baik mengurus partainya sendiri daripada ikut campur soal pencapresan Anies.

 

"Bung Fahri lebih baik urus partainya sendiri," kata Musni seperti dikutip Suara.com pada Senin (2/1/2023).

 

Dalam cuitannya, Musni Umar juga mengingatkan soal elektabilitas Partai Gelora yang harusnya jadi perhatian Fahri Hamzah.

 

"Semua hasil survei, elektabilitas partainya belum menggambarkan. Contoh, polling di Twitter: Partai Ummat dengan Partai Gelora, mayoritas tidak dukung partainya," ujar Musni.

 

Musni Umar juga menyebut bahwa perkataan yang dilontarkan oleh Fahri Hamzah hanyalah fitnah belaka.

 

"Fitnah kalau Anies disebut sok. Anies dan NasDem ke berbagai daerah untuk silaturahin," pungkasnya.

 

Cuitan dari Rektor Universitas Ibnu Chaldun ini pun kontan menjadi sorotan warganet. Tak sedikit warganet yang menyebut bahwa kini Fahri Hamzah sedang mencari panggung.

 

"Dia nyesel sebenarnya keluar dari PKS," kata warganet.

 

"Prof beliau lagi cari panggung yang lebih besar, jadi maklumi saja," imbuh warganet lain.

 

"Fahri Hamzah udah menjadi singa ompong," ujar warganet lain.

 

"Buang-buang waktu Prof, nggak usah ngurusin cangk***** Fahri," tambah warganet lain.

 

"Fahri itu politukus gagal move on. Urus partainya aja nggak becus kok malah ngurusin Anies yang nyata-nyata oleh masyarakat pada setiap kunjungannya," komentar warganet lainnya lagi. (suara)


SANCAnews.id – Denny Indrayana mengkritik penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja alias Perpu Cipta Kerja.

 

Denny, yang menjabat Wakil Menteri Hukum dan HAM di era Presiden SBY, menilai Presiden Jokowi telah melakukan pelecehan atau Contempt of the Constitutional Court.

 

"Presiden telah melakukan pelecehan atas putusan dan kelembagaan Mahkamah Konstitusi," kata Denny Indrayana dia dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Sabtu, 31 Desember 2022.

 

Denny menyimpulkan Perpu Cipta Kerja memanfaatkan konsep kegentingan yang memaksa. Perpu ini pun menegasikan Putusan MK Nomor 91 sebab seharusnya ketika sebuah produk hukum dinyatakan tidak konstitusional pembuat undang-undang harus melaksanakan putusan MK tersebut.

 

"Bukan dengan menggugurkannya melalui perpu," ujar Ahli Hukum Tata Negara ini.

 

Pada 25 November 2021, MK memutuskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja cacat secara formil. Lewat Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, Mahkamah menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan meminta pemerintah memperbaikinya paling lama 2 tahun.

 

Presiden Jokowi lantas menerbitkan Perpu Cipta Kerja pada 30 Desember 2022 dengan alasan ada kegentingan yang memaksa yakni ancaman krisis ekonomi global.

 

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md. memperkuat dengan menyatakan alasan kegentingan memaksa untuk penerbitan perpu sesuai dengan Putusan MK Nomor 38/PUU7/2009.

 

Menurut Denny Indrayana seharusnya Presiden Jokowi dan DPR melakukan perbaikan UU Cipta Kerja dengan memperhatikan putusan MK. Tapi dengan penerbitan Perpu Cipta Kerja Jokowi dianggap seolah menjawab sisi kebutuhan cepat.

 

"Tetapi melecehkan dan tidak melaksanakan putusan MK," ujar Denny, yang pernah menjadi Staf Khusus Bidang Hukum Presiden SBY.

 

Di Istana Negara, Presiden Jokowi merespons kritik publik yang menyebut unsur kegentingan yang memaksa belum terpenuhi untuk menerbitkan Perpu Cipta Kerja.

 

Jokowi berdalih perpu ini diterbitkan karena ada ancaman-ancaman resiko ketidakpastian global.

 

"Untuk memberikan kepastian hukum, kekosongan hukum, yang dalam persepsi para investor dalam dan luar sebetulnya itu yang paling penting," ucao Jokowi dalam konferensi pers, Jumat, 30 Desember 2022.

 

Jokowi kembali menyinggung 14 negara sudah menjadi pasien International Monetary Fund (IMF). Masih ada 28 negara lagi yang antre menjadi pasien IMF.

 

"Dunia sedang tidak baik-baik saja," kata Presiden Jokowi. (tempo)

 


SANCAnews.id – Pemerhati sosial dan politik serta aktivis koperasi Ferry Koto memberikan kritik keras terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) yang diteribitkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (30/12) lalu.

 

Ia menyebut kebijaka Jokowi itu sebagai pelanggaran konstitusi. Ferry menilai Indonesia telah rusak karena pemerintah mengurus negara seenaknya.

 

"Pemerintahan suka2, seenak udelnya mengurus negara. Dipikir nenek moyangnya yg punya negara ini," tulisnya dalam cuitan akun Twitter @ferrykoto, dilansir Populis.id, Jumat (31/12).

 

Ferry juga menyinggung bahwa Perppu tersebut belum bisa diakses oleh masyarakat padahal sudah berlaku sejak ditandatangani Presiden.

 

"Perppu itu mulai berlaku sejak ditandatangani Presiden. Karena ia berlaku, maka sudah seharusnya tersedia untuk diakses publik. Rusak negara ini sudah," sambungnya.

 

Ia mengatakan Jokowi menunjukkan sifat otoratariannya karena perlawanan publik yang lemah serta mulut DPR RI yang sudah terkunci.

 

Perlawanan publik selama ini dinilai lemah, sementara DPR RI nya kebanyakan berisi orang2 yg mulutnya sudah terkunci. Sehingga @jokowi menunjukan sifat otoratariannya dg terang benderang, bahkan kontitusi pun dilanggar," tuturnya.

 

Lantas Ferry mengutarakan kekecewannya sebagai pemilih Jokowi dan merasa tidak patut untuk dibela lagi.

 

"Sebagai pemilih  Jokowi, sy kecewa. Tak patut lagi dibela," tandasnya. (**)




SANCAnews.id
– Mengawali tahun 2023, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD DKI Jakarta memberikan sejumlah catatan untuk Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.

 

Fraksi PKS mengkritik Heru yang dalam kurun waktu kurang dari 3 bulan telah melakukan pergantian beberapa pejabat strategis termasuk Sekretaris Daerah, Direksi dan Komisaris beberapa BUMD.

 

“Walaupun Pj Gubernur telah diberikan kewenangan oleh Menteri Dalam Negeri untuk mengganti pejabat daerah, seharusnya Heru tidak terburu-buru melakukan perombakan tersebut,” kata Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Achmad Yani kepada Kantor Berita RMOLJakarta, Minggu (1/1).

 

PKS lantas meminta Heru lebih baik Heru fokus melanjutkan program pembangunan yang sudah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Daerah 2023-2026 yang menjadi landasan dalam perencanaan pembangunan di masa transisi Gubernur.

 

"Bukan malah sibuk melakukan penggantian pejabat, yang sebetulnya tidak boleh dilakukan oleh Pj Kepala Daerah kecuali diizinkan oleh Menteri Dalam Negeri,” tegas Yani.

 

Sepekan usai dilantik menjadi Pj Gubernur, Heru  mencopot Dirut PT Mass Rapid Transit Jakarta atau MRT Jakarta Mohamad Aprindy.

 

Tepat di November 2022, Heru kembali mencopot sejumlah pejabat perusahaan daerah pilihan Anies. Kali ini adalah jajaran petinggi PT Jakarta Propetindo (Jakpro). (*)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.