Latest Post


SANCAnews.id – Cianjur sedang dirundung duka usai diguncang gempa bumi berkekuatan M5,6 pada hari Senin (21/11/2022).

 

Korban meninggal dunia pasca gempat terjadi terus bertambah. Kini jumlah korban yang tercatat oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, disebutkan dari data terakhir sebanyak 162 orang.

 

Hal itu turut disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Dampak wlayah yang paling parah berada di daerag Kecamatan Cugenang.

 

“Dan memang yang terdampak luar biasa dari Kecamatan Cugenang kedalaman 10 kilometer, skala rihter daya sedang cuman memang daya rusaknya luar biasa, tercatat dari call center BPBD mohon izin menyampaikan berita buruk, ada 162 yang meninggal dunia,” ungkap Ridwan Kamil di Cianjur, Senin (21/11/2022).

 

Data tersebut tercatat hingga pukul 20.00 WIB. Sementara untuk korban luka-luka pasca diguncang gempa mencapai 326 orang luka-luka.

 

“Patah tulang dan berhubungan dengan luka-luka tertimpa atau terkena benda tajam. 13.784 orang pengungsi yang akan kita sebar minimal di 14 titik pengungsian,” ungkap Ridwan Kamil.

 

Sementara itu untuk total rumah serta bangunan yang mengalami kerusakan hingga kini  terhitung sebanyak 2.345 unit.

 

“ Kemudian ada dua sampai tiga jalan yang terisolir, Jalan Nasional tapi tadi sudah dilaporkan kembali normal ada sekitar lima mobil yang terperangkap,” kata dia.

 

Namun soal mobilyang terperangkap oleh longsor tersebut apakah sudah terevakuasi atau tidak masih menunggu laporan selanjutnya.

 

“Kemudian ada beberapa jaln kabupaten yang juga terisolir,” kata Gubernur Jabar.

 

Yang membuat sedih adalah korban meninggal dunia mayorita adalah dari anak-anak.

 

“Mayoritas yang meninggal dunia adalah anak-anak. Kita sangat prihatin,” ungkap Ridwan Kamil.

 

Gubernur Jawa Barat meminta dukungan dan doa dari semua masyarakat yang ad di wilayah Jabar untuk mendoakan warga Cianjur yang kini sedang tertimpa musibah. (suara)


SANCAnews.id – Sosok Ganjar Pranowo dianggap masih dinilai sebagai kelas pemimpin biasa dan di luar harapan publik yang dapat dan mampu memberikan jalan keluar sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai Gubernur.

 

Hal itu disampaikan oleh Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam menanggapi kekesalan Ganjar melihat proyek jalan perbatasan Kebumen-Banjarnegara yang memiliki kualitas jelek.

 

"Saya kira Ganjar harus sadar, ia sudah dua periode kok memimpin Jateng, kok urusannya masih proyek jelek," ujar Saiful kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (21/11).

 

Saiful menilai, sikap Ganjar tersebut seperti menunjukkan bahwa Ganjar tidak mempercayai bawahan inspektorat atau lembaga lain yang memang bertugas mengawasi proyek tersebut.

 

"Dengan masih memperlihatkan adanya masalah proyek jelek, maka sama halnya membuka aib sendiri, kemana aja Ganjar selama ini?" kata Saiful.

 

Bahkan menurut akademisi Universitas Sahid Jakarta ini, melakukan pengecekan tersebut bukan lah tugas utama seorang Gubernur, karena bisa dilakukan oleh yang lain yang memang menjadi tanggung jawabnya.

 

"Dengan semakin memperlihatkan demikian, maka kelas Ganjar oleh publik masih dinilai kelas pemimpin biasa, di luar harapan publik yang dapat dan mampu memberikan jalan keluar sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai Gubernur," pungkas Saiful. (*)


SANCAnews.id – Gempa bumi dengan magnitude (M)5,6 dirasakan warga Jakarta dan sekitarnya. Pusat gempa berada di darat 10 km barat daya Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Fenomena ini terjadi pada Senin (21/11), pukul 13.21 WIB. Dua warga meninggal dunia dan sejumlah rumah rusak pascakejadian tersebut.

 

Pelaksana tugas  Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari menjelaskan bahwa Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) BNPB mendapatkan sejumlah informasi dari beberapa daerah.

 

Kata Muhari, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cianjur melaporkan, selain ada korban meninggal dunia, empat warganya mengalami luka-luka. Tim Reaksi Cepat BPBD setempat masih melakukan pendataan di wilayah.

 

"Data sementara per pukul 14.11 WIB, rumah rusak berat sebanyak 7 unit," demikian kata Muhari dalam keterangan tertulis, Senin (21/11).

 

Di samping bangunan rumah, diungkapkan Muhari, pihaknya mendapatkan laporan pondok pesantren rusak berat 1 unit dan RSUD Cianjur rusak sedang 1.Saat ini, fasilitas publik yang masih diidentifikasi tingkat kerusakan, antara lain gedung pemerintah 2 unit, fasilitas Pendidikan 3, tempat ibadah 1.

 

Warga di Cianjur merasakan guncangan cukup kuat selama 10–15 detik.

 

Selain wilayah Cianjur, Muhari juga menjelaskan bahwa pihaknya mendapat laporan BPBD Kabupaten Bogor, ada dua rumah warga rusak. Guncangan gempa di wilayah ini dirasakan sedang 5–7 detik.

 

Untuk BPBD Kota Sukabumi, dilaporkan ada wargamerasakan guncangan cukup kuat selama 7–10 detik. Tampak masyarakat panik hingga keluar rumah. Saat ini pihak BPBD masih melakukan pemantauan di daerahnya.

 

"Sedangkan di wilayah Kabupaten Sukabumi, BPBD setempat juga menyampaikan adanya guncangan kuat selama 5-7 detik. Untuk wilayah Kabupaten Bandung yang warganya merasakan guncangan sedang selama 5-7 detik," jelas Muhari. 

 

Pusdalops BNPB juga mendapatkan laporan lain adanya warga yang merasakan guncangan, seperti di DKI Jakarta, Kota Bekasi, Kota Bogor dan Kabupaten Garut. Warga di sejumlah wilayah tersebut merasakan guncangan gempa dengan intensitas lemah hingga kuat.

 

BPBD yang wilayahnya merasakan gempa telah melakukan pemantauan dampak gempa. (rmol)

 

SANCAnews.id – Paska putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa proses pengesahan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersayarat. Imbasnya, MK memerintahkan agar UU Cipta Kerja itu harus diperbaiki paling lama 2 tahun sejak Putusan MK itu dibacakan pada 25 November 2021.

 

Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat mengatakan bahwa pihaknya sejak awal gerakan buruh berkeyakinan bahwa UU Cipta Kerja telah melanggar konstitusi.

Kata Jumhur, akibat putusan inkonstitusional itu, maka penyelenggara negara harus menangguhkan semua tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas termasuk tentunya terkait penentuan UMP/UMK.

 

"Bahwa Menteri Ketenagakerjaan RI adalah penyelenggara negara yang tunduk pada Putusan MK sehingga mengambil kebijakan strategis tanpa mendasari kepada UU Cipta Kerja dan turunannya PP 36 tentang Pengupahan," demikian kata Jumhur dalam penjelasan tertulisnya Senin (21/11).

 

Atas dasar itu, Jumhur menilai, terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI 18/2022 tentang penetapan Upah Minimum tahun 2023 ini patut disyukuri. Sebab, hal itu merupakan keberhasilan perjuangan buruh Indonesia dengan melakukan gerakan penolakan serentak terhadap UU Cipta Kerja.

 

"Termasuk di dalamnya tentang penentuan UMP/UMK berdasar PP 36 tentang Pengupahan," kata Jumhur.

 

Dalam pandangan Jumhur, adanya perhitungan baru sesuai Permenaker yang menyatakan bahwa kenaikan maksimun UMP adalah 10 persen, harus dijadikan acuan oleh para kepala daerah, yakni Gubernur.

 

Menurut Jumhur, bilamana di suatu daerah ternyata ketentuan kenaikan upah itu lebih dari 10 persen maka Gubernur agar tetap menetapkan apa adanya.

 

"Karena sesungguhnya itu adalah perhitungan  yang objektif," demikian Jumhur menekankan.

 

Ia pun meminta Menaker dan Mendagri agar tidak perlu memberi teguran. Alasannya, hal itu adalah masalah kebijakan lokal.

 

Sementara itu, terkait dengan adanya gugatan dari Apindo terhadap Permenaker itu, Jumhur menegaskan bahwa organisasi buruh siap menjadi tergugat intervensi. Pihaknya mengaku sudah menyiapkan berbagai argumen hukum yang sejak lama telah dipersiapkan.

 

" Bahkan argumen hukum ini juga pernah memenangkan di PTUN Jakarta Timur atas gugatan Apindo DKI terkait UMP DKI Jakarta 2022 yang tidak menggunakan UU Cipta Kerja dan turunannya PP 36 tentang Pengupahan," jelas Jumhur. (rmol)


SANCAnews.id – Dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Yosua Hutabarat alias Brigadir Yoshua, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Muhammad Fadil Imron seharusnya diganti lantaran ikut bertanggung jawab.

 

Hal itu disampaikan oleh Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Kata dia, Fadil bertugas melakukan supervisi terhadap Kombes Pol Budhi Herdi Susianto yang saat itu bertindak sebagai Kapolres Metro Jakarta Selatan untuk menyelidiki kasus kematian Brigadir Yosua di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.

 

"Ketika ada peristiwa terkait dengan Yoshua itu bahkan diduga menghalang-halangi penyidikan, itu prosesnya yang di Polres Jakarta Selatan itu kan ada supervisi dari Polda juga, termasuk dari Wadirkrimum Jerry Siagian," ujar Boyamin Saiman usai dikonfirmasi Kantor Berita Politik RMOL, Senin (21/22).

 

Saat kasus kematian Yoshua pertama kali mencuat ke publik, Kombes Budhi mengumumkannya sebagai peristiwa tembak menembak antara almarhum Brigadir Yoshua dengan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu.

 

Beberapa waktu kemudian peristiwa yang disampaikan Budhi itu ternyata merupakan serangkaian rekayasa yang disusun oleh Ferdy Sambo, hingga mengakibatkan Budhi harus dicopot dari jabatannya.

 

Menurut Boyamin, peristiwa hukum yang menimpa Kombes Budhi punya kesamaan dengan tragedi Kanjuruhan. AKBP Ferli Hidayat yang saat itu menjabat Kapolres Malang dituntut bersalah atas tragedi maut tersebut.

 

Tak lama kemudian, Irjen Nico Afinta juga dicopot dari jabatannya sebagai Kapolda Jawa Timur. Sehingga menurut Boyamin, hal tersebut merupakan bentuk pertanggungjawaban karena Polres Malang yang bertugas di lokasi kejadian mendapat supervisi dari Polda Jawa Timur.

 

"Berkaca dari kasus Malang itu kan Kapolda Jawa Timur dicopot," kata Boyamin.

 

Artinya pada tahap itu, lanjutnya, selaku Kapolda sebagai pucuk pimpinan tertinggi yang mengatur anak buah dan mengelola anak buahnya, harus bertanggungjawab.

 

"Termasuk manajemen penyidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban," terangnya.

 

Boyamin menjelaskan, seorang Kapolda bertugas melakukan monitoring terhadap setiap peristiwa hukum yang terjadi dalam wilayah yurisdiksinya. Apalagi jika kasus tersebut mendapat sorotan besar dari publik.

 

Dengan begitu, langkah-langkah hukum yang dilakukan kepolisian daerah menurut Boyamin, pasti mendapat atensi dari pucuk pimpinannya, dalam hal ini adalah seorang Kapolda.

 

"Dan kalau kasus-kasus penting itu di manapun Kapolda adalah melakukan monitoring dan atensi. Jadi, kalau dari tataran itu apapun kemudian peristiwanya begitu hiruk pikuknya jebol juga akhirnya ternyata ini kena prank gitu, maka Kapolres sudah dicopot, kapoldanya mestinya juga diganti," pungkas Boyamin. (*)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.