Latest Post

 

SANCAnews.id – Paska putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa proses pengesahan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersayarat. Imbasnya, MK memerintahkan agar UU Cipta Kerja itu harus diperbaiki paling lama 2 tahun sejak Putusan MK itu dibacakan pada 25 November 2021.

 

Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat mengatakan bahwa pihaknya sejak awal gerakan buruh berkeyakinan bahwa UU Cipta Kerja telah melanggar konstitusi.

Kata Jumhur, akibat putusan inkonstitusional itu, maka penyelenggara negara harus menangguhkan semua tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas termasuk tentunya terkait penentuan UMP/UMK.

 

"Bahwa Menteri Ketenagakerjaan RI adalah penyelenggara negara yang tunduk pada Putusan MK sehingga mengambil kebijakan strategis tanpa mendasari kepada UU Cipta Kerja dan turunannya PP 36 tentang Pengupahan," demikian kata Jumhur dalam penjelasan tertulisnya Senin (21/11).

 

Atas dasar itu, Jumhur menilai, terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI 18/2022 tentang penetapan Upah Minimum tahun 2023 ini patut disyukuri. Sebab, hal itu merupakan keberhasilan perjuangan buruh Indonesia dengan melakukan gerakan penolakan serentak terhadap UU Cipta Kerja.

 

"Termasuk di dalamnya tentang penentuan UMP/UMK berdasar PP 36 tentang Pengupahan," kata Jumhur.

 

Dalam pandangan Jumhur, adanya perhitungan baru sesuai Permenaker yang menyatakan bahwa kenaikan maksimun UMP adalah 10 persen, harus dijadikan acuan oleh para kepala daerah, yakni Gubernur.

 

Menurut Jumhur, bilamana di suatu daerah ternyata ketentuan kenaikan upah itu lebih dari 10 persen maka Gubernur agar tetap menetapkan apa adanya.

 

"Karena sesungguhnya itu adalah perhitungan  yang objektif," demikian Jumhur menekankan.

 

Ia pun meminta Menaker dan Mendagri agar tidak perlu memberi teguran. Alasannya, hal itu adalah masalah kebijakan lokal.

 

Sementara itu, terkait dengan adanya gugatan dari Apindo terhadap Permenaker itu, Jumhur menegaskan bahwa organisasi buruh siap menjadi tergugat intervensi. Pihaknya mengaku sudah menyiapkan berbagai argumen hukum yang sejak lama telah dipersiapkan.

 

" Bahkan argumen hukum ini juga pernah memenangkan di PTUN Jakarta Timur atas gugatan Apindo DKI terkait UMP DKI Jakarta 2022 yang tidak menggunakan UU Cipta Kerja dan turunannya PP 36 tentang Pengupahan," jelas Jumhur. (rmol)


SANCAnews.id – Dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Yosua Hutabarat alias Brigadir Yoshua, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Muhammad Fadil Imron seharusnya diganti lantaran ikut bertanggung jawab.

 

Hal itu disampaikan oleh Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Kata dia, Fadil bertugas melakukan supervisi terhadap Kombes Pol Budhi Herdi Susianto yang saat itu bertindak sebagai Kapolres Metro Jakarta Selatan untuk menyelidiki kasus kematian Brigadir Yosua di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.

 

"Ketika ada peristiwa terkait dengan Yoshua itu bahkan diduga menghalang-halangi penyidikan, itu prosesnya yang di Polres Jakarta Selatan itu kan ada supervisi dari Polda juga, termasuk dari Wadirkrimum Jerry Siagian," ujar Boyamin Saiman usai dikonfirmasi Kantor Berita Politik RMOL, Senin (21/22).

 

Saat kasus kematian Yoshua pertama kali mencuat ke publik, Kombes Budhi mengumumkannya sebagai peristiwa tembak menembak antara almarhum Brigadir Yoshua dengan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu.

 

Beberapa waktu kemudian peristiwa yang disampaikan Budhi itu ternyata merupakan serangkaian rekayasa yang disusun oleh Ferdy Sambo, hingga mengakibatkan Budhi harus dicopot dari jabatannya.

 

Menurut Boyamin, peristiwa hukum yang menimpa Kombes Budhi punya kesamaan dengan tragedi Kanjuruhan. AKBP Ferli Hidayat yang saat itu menjabat Kapolres Malang dituntut bersalah atas tragedi maut tersebut.

 

Tak lama kemudian, Irjen Nico Afinta juga dicopot dari jabatannya sebagai Kapolda Jawa Timur. Sehingga menurut Boyamin, hal tersebut merupakan bentuk pertanggungjawaban karena Polres Malang yang bertugas di lokasi kejadian mendapat supervisi dari Polda Jawa Timur.

 

"Berkaca dari kasus Malang itu kan Kapolda Jawa Timur dicopot," kata Boyamin.

 

Artinya pada tahap itu, lanjutnya, selaku Kapolda sebagai pucuk pimpinan tertinggi yang mengatur anak buah dan mengelola anak buahnya, harus bertanggungjawab.

 

"Termasuk manajemen penyidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban," terangnya.

 

Boyamin menjelaskan, seorang Kapolda bertugas melakukan monitoring terhadap setiap peristiwa hukum yang terjadi dalam wilayah yurisdiksinya. Apalagi jika kasus tersebut mendapat sorotan besar dari publik.

 

Dengan begitu, langkah-langkah hukum yang dilakukan kepolisian daerah menurut Boyamin, pasti mendapat atensi dari pucuk pimpinannya, dalam hal ini adalah seorang Kapolda.

 

"Dan kalau kasus-kasus penting itu di manapun Kapolda adalah melakukan monitoring dan atensi. Jadi, kalau dari tataran itu apapun kemudian peristiwanya begitu hiruk pikuknya jebol juga akhirnya ternyata ini kena prank gitu, maka Kapolres sudah dicopot, kapoldanya mestinya juga diganti," pungkas Boyamin. (*)


SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo dianggap gagal dalam pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Alasannya, karena Indonesia sebagai tuan rumah kurang tampil dominan. G20 justru terlihat berubah menjadi panggung untuk Amerika Serikat (AS) dan China. Sementara seruan Jokowi gagal mendamaikan antara Rusia dan Ukraina.

 

Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam mengatakan, pelaksanaan G20 di Indonesia sudah gagal sedari awal. Selain hanya dihadiri oleh 17 pemimpin negara peserta, G20 juga tidak dapat meyakinkan negara Rusia-Ukraina untuk menghentikan perang.

 

"Dengan adanya peperangan yang terus berlanjut, ditambah lagi pada saat selang G20 berlangsung terdapat rudal yang jatuh di Polandia. Berdasarkan temuan AS, rudal tersebut ditembakkan Ukraina yang hendak menghalau rudal Rusia," ujar Saiful kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (20/11).

 

Akademisi Universitas Sahid Jakarta ini menilai, misi G20 untuk mendamaikan Rusia-Ukraina gagal total. Apalagi, Jokowi gagal meyakinkan Presiden Rusia untuk hadir pada gelaran acara G20, ditambah lagi tidak semua kepala negara hadir pada acara tersebut.

 

"Selain itu yang menjadi hal yang sangat krusial juga, tidak lebih acara G20 menjadi panggung bagi negara-negara besar seperti Amerika dan China," kata Saiful.

 

Saiful melihat, sangat nampak bahwa G20 hanya menjadi ajang untuk panggung bagi AS dan China. Sementara negara-negara lain seperti ikut bawang pada gelaran tersebut.

 

"Terlebih lagi rekomendasi dari G20 tidak jelas dan tidak riil. Untuk itu, saya menilai G20 gagal total sedari awal, pada saat dan setelah pelaksanaan acara yang menghabiskan dana sekitar Rp 526 miliar tersebut," pungkas Saiful. (*)


SANCAnews.id – Pengaruh Presiden Joko Widodo dalam gelaran G20 dinilai kurang dominan. Pasalnya, Presiden China Xi Jinping lebih memilih berbicara ke Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau ketimbang ke Jokowi.

 

Hal itu diketahui setelah Xi Jinping memarahi Justin Trudeau karena membocorkan isi perbincangan mereka berdua ke publik.

 

"Ngomelnya Xi Jinping Presiden China ke PM Kanada, dan bocor ke publik itu bikin wibawa Jokowi tidak dianggap dan itu bikin Jokowi kehilangan panggung," ujar Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (20/11).

 

Seharusnya, kata Muslim, Xi Jinping meminta Jokowi untuk menengahi masalahnya dengan Trudeau. Sikap Xi Jinping yang memilih ngobrol langsung dengan Trudeau membuat Jokowi seperti kehilangan panggung di percaturan dunia.

 

"Tuan rumah malah nggak dianggap. Ini tanda nggak wibawa dan nggak dianggap. Apa hanya karena sebatas EO sehingga tak digubris?" kata Muslim. (*)                                                                


SANCAnews.id – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, berencana akan menemui Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono di kantornya pada Senin besok (21/11).

 

Kedatangan mereka ke Balai Kota yang berada di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, ingin membahas upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2023.

 

"Besok saya akan pastikan pada hari Senin, saya sama (Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) Bung Andi Gani (datang menemui Heru Budi),” kata Iqbal saat jumpa pers secara virtual pada Minggu (20/11).

 

Said Iqbal meminta Heru Budi harus mengacu kepada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) 18/2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023. Permenaker itu mencantumkan tentang upah minimum 2023 maksimal 10 persen.

 

"Pak Penjabat Gubernur DKI Heru Budi saya tahu benar orang yang sangat disiplin soal keilmuan. Apa lagi beliau kan berasal dari birokrat. Enggak benar beliau akan menggunakan PP nomor 36, itu tidak benar," tegas Said Iqbal.

 

Sebelumnya berhembus kabar Pemerintah DKI Jakarta akan menggunakan PP 36/2021 untuk menetapkan UMP DKI 2023.

 

Sementara kaum buruh meminta Pemerintah DKI tidak menggunakan PP 36 /2021 tentang Pengupahan sebagai dasar kenaikan upah, karena nilainya kecil. (rmol)                                                                                                 

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.