Latest Post



SANCAnews.id – Kader Partai Demokrat Panca Putra mengkritik Universitas Gadjah Mada (UGM) yang sibuk ikut memberikan klarifikasi soal ijazah Presiden Joko Widodo.

 

Menurut Panca, respons UGM ini tidak sesuai dengan yang digugat oleh Bambang Tri Mulyono. Bambang Tri Mulyono adalah orang yang melayangkan gugatan terhadap keaslian ijazah SD, SMP dan SMA milik Jokowi.

 

Atas dasar itu, Panca menilai UGM seharusnya tak usah ikut mengklarifikasi.

 

"Kan Bambang Tri nga mempermasalahkan ijazah UGM Jokowi. Kenapa UGM yang sibuk klarifikasi?" tulis Panca lewat twitternya, Sabtu (22/10/2022).

 

Bambang Tri sebenarnya memang tidak menggugat keaslian ijazah S1 Jokowi. Mulai aktifnya UGM memberi klarifikasi terkait isu ijazah Jokowi tak lepas dari manuver yang sempat dilakukan Tifauzia Tyassuma.

 

Beberapa waktu lalu, pegiat medsos yang dikenal dengan nama Dokter Tifa itu pernah menulis cuitan berisi keraguannya tentang keaslian ijazah Jokowi di UGM.

 

Setelah banjir kritikan, Tifa justru menghapus cuitan-cuitannya itu. Namun, dia tidak pernah melontarkan permintaan maaf atas kehebohan yang dibuatnya. (kontenjatim)




SANCAnews.id – Sebuah video beredar viral. Memperlihatkan gestur Presiden Jokowi yang menolak saat akan dipeluk oleh Ketua Umum NasDem Surya Paloh.

 

Surya Paloh menanggapi video viral yang disertai Presiden Joko Widodo (Jokowi) ogah dipeluk oleh dirinya dalam acara HUT Golkar. Paloh mengatakan saat itu dirinya memang tak ingin mengajak Jokowi berpelukan.

 

“Nggak ada acara pelukan,” kata Surya Paloh, Sabtu (22/10/2022).

 

Menurut Paloh, tak ada yang salah dalam video viral itu. Menurutnya, respons yang diberikan Jokowi sebagai sikap biasa dan tak ada masalah terkait hal itu.

 

“Ini kan biasa aja, coba lihat ini, apanya yang ada masalah?” ujarnya.

 

Menurut Paloh, dirinya dan Jokowi terbiasa pelukan jika bertemu dalam kegiatan. Dia menegaskan hubungannya dengan Presiden Jokowi tidak ada masalah.

 

“Ya bagaimana mau membalas dalam suasana seperti ini, banyak ramai kanan-kiri semuanya. Kalau berdua kan biasa pelukan,” ucapnya.

 

“Pertemuan-pertemuan seperti ini barang kali agak berbeda kalau pertemuan berdua,” imbuhnya.

 

Video momen Surya Paloh menyalami Presiden Jokowi di HUT Golkar viral karena dinilai menunjukkan gestur Jokowi ogah dipeluk Paloh. Staf khusus (Stafsus) Mensesneg Faldo Maldini menilai, tak ada masalah personal antara Jokowi dan Paloh.

 

Video viral itu menunjukkan momen Paloh sedang menyalami Jokowi. Paloh terlihat menggunakan jas dan Jokowi terlihat menggunakan kemeja batik.

 

Jokowi berdiri di sebelah Ketum Golkar Airlangga Hartarto. Dalam video itu, Paloh terlihat menyalami Jokowi dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya terlihat berada di punggung Jokowi.

 

Usai bersalaman, tangan kanan Paloh terlihat menepuk-nepuk lengan kiri Jokowi. Paloh terlihat tertawa dalam momen tersebut. Tangan kanan Jokowi juga terlihat menepuk bahu kiri Paloh.

 

Surya Paloh kemudian melanjutkan bersalaman dengan Wapres ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla, serta para tokoh lain yang hadir dalam HUT Golkar yang digelar di Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat, 22 Oktober 2022. Potongan video itu kemudian viral. Salah satu akun Twitter menyertakan narasi Jokowi ogah dipeluk Paloh. Ada juga kalimat “Bahasa tubuh Pak Jokowi tidak bisa membohongi perasaannya” yang ditambahkan dalam video. (herald)



 

SANCAnews.id – Pertemuan mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat sore (21/10) dinilai tidak akan berdampak signifikan pada suksesi Pilpres 2024.

 

Hal tersebut disampaikan pengamat politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, kepada wartawan, Sabtu (22/10).

 

Sosok yang kerap disapa Ubed ini memaparkan, potensi Anies sebagai capres 2024 yang diusung Partai Nasdem seharusnya memiliki startegi politik mendongkrak elektoralnya.

 

"Saya kira Anies mestinya lebih banyak membangun ya," ujar Ubed.

 

Terkait komunikasi dengan Presiden Jokowi, mantan Aktivis 98 ini berpendapat Anies terbilang punya komunikasi yang baik sejak masih sibuk dalam dunia akademik dan bahkan saat menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud).

 

"Dengan presiden sekarang biasa saja komunikasinya, standar saja," sambungnya menegaskan.

 

Maka dari itu, Ubed menyarankan Anies mengutamakan strategi pemenangannya yang nyata, ketimbang melakukan pertemuan dengan Jokowi.

 

"Karena dia sudah berhenti jadi gubernur. Yang harus dibangun oleh Anies adalah dia mendekatkan komunikasi dengan rakyat," demikian Ubed menambahkan. (rmol)

 

SANCAnews.id – Tantangan debat kepada Kepala Staf Kantor Staf Presiden (KSP), Moeldoko disampaikan dosen ilmu politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun.

 

Sebabnya, mantan Panglima TNI tersebut memunculkan isu tentang radikalisme akan menguat menjelang pelaksanaan Pemilu Serentak 2024 karena maraknya kampanye politik identitas, berdasarkan hasil survei Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

 

"Pak Moeldoko engga ngerti. Saya tantang ya. Saya menantang Pak Moeldoko debat soal politik identitas dan radikalisme," ujar Ubedilah Badrun kepada wartawan, Sabtu (22/10).

 

Pengamat politik yang karib disapa Ubed ini mempertanyakan pengetahuan Moeldoko terkait politik identitas dan radikalisme. Misalnya soal sarang atau sumber penyebaran paham radikalisme.

 

"Coba apa contohnya radikalisme? dan mana? Pak Moeldoko atau pemerintah mengatakan ada kampus-kampus radikal ya kan, saya bertanya ada enggak mahasiswa jadi teroris? terus apa lagi, sekolah-sekolah radikal, pelajar ada gak jadi teroris?" cetusnya.

 

Maka dari itu, Ubed ingin menguji keabsahan dari narasi yang dibangun Moeldoko itu. Karena dia berpandangan isu yang dimunculkan tidak memiliki data empirik.

 

Di samping itu, dia juga memiliki pemahaman bahwa politik identitas secara terminolgi rentan ditafsirkan secara berbeda.

 

"Apa setiap orang gak boleh punya identitas dalam politik. Kita bisa berdiskusi soal itu. Debat terbuka boleh, diskusi terbuka boleh, saya tantang Pak Moeldoko, kalau dia prediksi begitu, itu memperburuk suasana," tutupnya. (rmol)


 

SANCAnews.id – Niat mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat siang (21/10), disinyalir tak hanya berpamitan dengan pemerintah, tapi juga memiliki unsur politik. 

 

Analisis tersebut disampaikan pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun karena melihat alibi pamitan tak begitu tepat melihat kondisi saat ini yang suhunya sudah menghangat menuju Pilpres 2024.

 

"Saya kira (Anies bertemu Presiden) untuk mengambil simpati pendukung Jokowi. Seolah-olah kan pendukung Jokowi mengatakan Anies itu bukan Jokowi. Padahal Anies dengan Jokowi itu kan dekat sudah lama sebanarnya," ujar Ubedilah kepada wartawan, Sabtu (22/10).

 

Sosok yang karib disapa Ubed ini menuturkan, sebenarnya persoalan pamit dari jabatan DKI 1 tidak begitu urgent dilakukan oleh Anies dengan cara bertemu langsung Jokowi.

 

Oleh karenanya, melihat posisi mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu sekarang sebagai capres 2024 yang diusung Partai Nasdem, Ubed justru lebih melihat Anies sedang memperlebar ceruk pemilihnya.

 

"Anies kan mengejar mendapatkan elektoral besar. Di dalam poltik berbagai cara digunakan untuk meningkatkan elektabilitas. Jadi yang dilakukan Anies itu adalah meningkatkan elektabilitas," demikian mantan aktivis 98 ini menambahkan. (rmol)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.