Latest Post


 

SANCAnews.id – Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali mengusulkan nama Luhut Binsar Pandjaitan untuk menjadi calon wakil presiden (Cawapres) mendampingi Anies Baswedan.

 

"Kalau saya, Luhut Binsar Pandjaitan menjadi salah satu figur," ungkap Ali kepada wartawan, Selasa (18/10/2022).

 

Secara pribadi, Ali mengatakan mendukung Luhut menjadi Cawapres Anies. Menurutnya, Luhut memiliki kemampuan, karakter, dan jejaring yang kuat. Luhut juga bisa jadi pelengkap Anies.

 

"Kemudian dia mampu menstabilkan pemerintahan menurut saya. Yang terpenting, dia Batak dan Kristen," tuturnya.

 

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat Jansen Sitindaon menolak mentah-mentah usulan Ahmad Ali tersebut.

 

Jansen meminta Ali tak perlu banyak bicara mengusulkan nama sosok Cawapres pendamping Anies.

 

Pasalnya, usulan-usulan Ali itu berpotensi membuat nama Anies Baswedan jatuh. Tak hanya itu, bisa juga membuat koalisi antara NasDem dengan Demokrat dan PKS layu sebelum berkembang.

 

"Pokoknya Bang Ahmad Ali ini tiap hari ada terus nama baru keluar dari kantongnya. Lama-lama yang jatuh nama Mas Anies selaku Capres dan koalisi ini bubar tak jalan," tegas Jansen melalui keterangan tertulisnya, Jumat (21/10).

 

Lebih lanjut, dia meminta Ahmad Ali menyerahkan persoalan cawapres kepada Anies dan tim dari Demokrat, NasDem, dan PKS.

 

"Kan sudah ada tim dari tiga partai kita, yang terus komunikasi untuk hal ini. Biarkanlah mereka bekerja kita tunggu," tuturnya.

 

Anies Baswedan sendiri sebagai Capres Partai NasDem diberikan keleluasaan untuk menentukan Cawapres pendampingnya.

 

Sebelumnya Anies menyebut ada tiga kriteria khusus calon pendampingnya. Pertama, harus sosok yang memberikan kontribusi dalam pemenangan Pilpres 2024.

 

Kedua, Anies membutuhkan sosok yang dapat membantu memperkuat stabilitas koalisi. Kriteria ketiga, Anies membutuhkan sosok yang bisa membantu dalam pemerintahan yang efektif. (populis)



SANCAnews.id – Darsono cs warga Provinsi Bengkulu menggunakan alat berat ekskavator di Kawasan Hutan Produksi (HPK) untuk membuka perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Basa Ampek, Balai Tapan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat (21/10/2022).

 

Darsono (40) adalah orang pertama yang diduga bekerjasama dengan mafia tanah di kawasan HPK Tapan, Pesisir Selatan.

 

Lahan HPK diserahkan oleh Duano cs warga Alang Rambah Tapan, kepada Darsono warga desa SP 9 Kabupaten Muko-muko Provinsi Bengkulu, untuk bekerjasama dalam kelompok dengan lebar 1.000 meter dan panjang 3.000 meter, seluas 300 hektar, yang diketahui oleh Kepala Suku Melayu Kecil Zaidina Ali Dt Rajo Dibenda dan Wali Nagari Tapan Maradi saat itu.

 

Salah seorang dari crewnya Darsono, sebut namanya Anto saat di konfirmasi mengaku tidak memiliki KTP Provinsi Sumbar dan tidak pernah melapor ke pemerintah nagari setempat.


Selanjutnya awak media SANCANews.id menelusuri lokasi pembukaan lahan baru, setelah mengetahui koordinat lokasi selama tiga hari menelusuri hutan di areal HPK hanya bisa menggunakan sepeda motor karena medannya berlumpur dan ditemukan tiga unit ekskavator.


Kemudian saat dikonfirmasi dengan Andriadi pada hari Jumat 21/10/22 melalui ponselnya +62 813-6748-xxxx tidak merespon atau menjawab.


Karena tidak memiliki izin menteri di kawasan hutan, maka diduga melanggar Pasal (17 ayat 2 huruf b) dan dengan sengaja memasukkan alat berat ke dalam kawasan hutan Pasal (17 ayat 2 huruf a).


Namun hingga berita ini diturunkan, Darsono dan kawan-kawannya masih menggunakan ekskavator  milik Andriadi Wali Nagari Simpang Gunung Tapan dan unit lain tidak ketahui siapa pemiliknya untuk mengolah lahan di dalam wilayah HPK. (EC)

Tonton videonya: 




 

SANCAnews.id – Nilai korupsi yang terjadi di masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo dihitung oleh dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun.

 

Sosok yang kerap disapa Ubed ini menyampaikan hasil perhitungannya tersebut dalam diskusi publik bertajuk "Indonesia Dalam Belantara Benturan Kepentingan" yang digelar di Sekretariat PMII, di Kawasan Senen, Jakarta Pusat, Jumat (21/10).

 

"Rezim ini telah mengkorupsi hampir Rp 300 triliun uang dalam lima tahun terakhir," ujar Ubed.

 

Menurut mantan aktivis 98 ini, jika nilai korupsi hasil perhitungannya itu dipakai untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), maka akan lebih memberikan manfaat bagi Indonesia.

 

"Angka Rp 300 triliun itu kalau mau menjadikan mahasiswa profesor itu bisa sampai 3.000 mahasiswa jadi profesor," urainya.

 

"Atau kita bisa membangun hampir 300-an universitas sekalas Harvard," sambungnya menuturkan.

 

Maka dari itu, Ubed menyayangkan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme yang menjadi satu persoalan yang diperjuangan saat reformasi justru kembali merajalela, bahkan dipertontonkan oleh keluarga pejabat.

 

"Salah satu penyebab korupsi adalah kerakusan rezim, dan ini terjadi. Dan yang mengatakan negara ini negara para koruptor itu bukan saya, tapi Presiden RI (Joko Widodo), dia sudah mengatakan koruptor sudah masuk kategori extraordinary crime," ucapnya.

 

"Lalu kemudian kita lihat, apakah Presiden (Jokowi) dengan seluruh keluarganya menampilkan performa yang anti KKN itu? Tapi buktinya tidak," demikian Ubed (rmol)


SANCAnews.id – Mundurnya Liz Truss dari jabatan Perdana Menteri (PM) Inggris seharusnya menjadi pelajaran bagi Joko Widodo untuk menyatakan mundur dari jabatan Presiden karena nilai rupiah semakin anjlok yang bisa menyebabkan ekonomi terpuruk.

 

Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi mengatakan, nilai rupiah saat ini juga  anjlok hingga mendekati Rp 16 ribu per dolar Amerika Serikat.

 

Hal itu juga terjadi di Inggris, dimana mata uang Poundsterling juga mengalami anjlok yang membuat Liz Truss mundur dari jabatannya meskipun baru menjabat 45 hari lantaran merasa malu dan gagal untuk mempertahankan poundsterling.

 

"Konsekuensinya Perdana wanita setelah Margaret Thatcher itu mundur dengan gentlemen secara kasatria. Jika tidak, pounds akan semakin terpuruk dan ekonomi Inggris dalam bahaya besar. Nah hal itu juga semestinya menjadi pelajaran bagi Jokowi untuk menyatakan mundur atas kegagalan dia membuat rupiah semakin anjlok dan ekonomi akan semakin terpuruk," ujar Muslim kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (21/10).

 

Apalagi kata Muslim, pujian Direktur IMF soal pertumbuhan ekonomi 5,4 persen yang diklaim oleh Presiden Jokowi tidak dapat menolong anjloknya nilai rupiah.

 

"Solusinya Jokowi harus mundur. Jika tidak, ekonomi akan semakin parah karena jika Jokowi tetap bertahan di tengah kepercayaan pasar semakin rendah, ekonomi akan menjadi parah. Dan berakibat pada gonjang ganjing politik dan keamanan akan tak terkendali," kata Muslim.

 

Bahkan, jika Jokowi tidak segera mundur, dikhawatirkan akan lebih parah melebihi reformasi. Mengingat, Jokowi pernah berjanji saat kampanye dengan menyatakan dolar akan menjadi Rp 10 ribu, namun tidak terbukti.

 

"Dan ini salah satu kegagalan Jokowi dalam bidang ekonomi dan keuangan. Jadi tidak ada opsi lain, bila ekonomi ingin terselamatkan ya Jokowi mundur," pungkas Muslim. (*)


SANCAnews.id – Situasi dan kondisi bangsa Indonesia sudah berada pada titik yang megkhawatirkan. Hal tersebut disampaikan mantan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Natalius Pigai dalam diskusi publik bertajuk "Indonesia Dalam Belantara Benturan Kepentingan" yang digelar di Sekretariat PMII, di Kawasan Senen, Jakarta Pusat, Jumat (21/10).

 

"Bahwa hari ini bangsa Indonesia berada di titik nadir," ujar Pigai.

 

Aktivis HAM asal Papua ini menuturkan, potret negara sudah berada di titik nadir sangat kentara dari mental pimpinan negara yang mengendalikan pemerintahan saat ini.

 

"Perilaku pongah yang dipertontonkan pemimpin sudah di titik di mana pemimpin hadir menerkam rakyat, titik di mana Pancasila dan simbol-simbol negara bangsa dipandang sebagai artistik simbolisme tanpa perwujudan substansial," paparnya.

 

Selain itu, Pigai juga menyampaikan kondisi masyarakat saat ini di tengah watak para pemimpinnya yang justru memperlihatkan sikap tak mengayomi.

 

"Pemimpin menggadaikan negeri ini kepada pasar. Indonesia sudah tergadai pada komprador penguasa modal kekuasaan asing dan aseng pemilik uang," demikian Pigai.

 

Dalam diskusi ini, turut hadir Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan dan Dosen Universitas Negeri (UNJ), Ubedillah Badrun sebagai pembicara. (rmol)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.