Latest Post


 

SANCAnews.id – Dalil-dalil eksepsi atau nota keberatan tim Penasihat Hukum (PH) Ferdy Sambo dianggap materi pokok perkara, oleh karena itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) memohon agar Majelis Hakim menolak seluruh dalil eksepsi dan tetap menahan Sambo.

 

Hal tersebut disampaikan oleh Jaksa saat sidang tanggapan atas eksepsi yang telah disampaikan oleh tim PH terdakwa Sambo pada Senin (17/10) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

 

"Bahwa terhadap dalil-dalil eksepsi atau nota keberatan yang dikemukakan oleh Penasihat Hukum terdakwa Ferdy Sambo yang merupakan materi pokok perkara tidak kami tanggapi karena merupakan materi untuk pembuktian pokok perkara," ujar Jaksa, Kamis (20/10).

 

Untuk itu kata Jaksa, berdasarkan dalil yang dikemukakan pihaknya pada hari ini, memohon agar Majelis Hakim yang mengadili perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan menyatakan menolak seluruh dalil eksepsi dari PH terdakwa Sambo.

 

Selain itu, Jaksa juga memohon agar Majelis Hakim menerima surat dakwaan penuntut umum nomor register perkara PDM-242/JKTSL/10/2022 tanggal 5 Oktober 2022 karena telah memenuhi unsur formil dan materil.

 

"Menyatakan pemeriksaan terdakwa Ferdy Sambo tetap dilanjutkan berdasarkan surat dakwaan nomor register PDM-242 tanggal 5 Oktober 2022. Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo tetap berada dalam tahanan," pungkas Jaksa. (rmol)

 

SANCAnews.id – Sidang perdana tersangka pembunuhan Brigadir Yosua, Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (17/10) mengungkap sejumlah fakta menarik. Salah satunya, keterlibatan Tim CCTV Kasus KM 50.

 

Dalam dakwaan yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum (JPU), Ferdy Sambo memerintahkan Brigjen Hendra Kurniawan untuk mengkondisikan CCTV di area tempat eksekusi Brigadir Yosua, tepatnya di kawasan Jalan Duren Tiga.

 

Brigjen Hendra kemudian menghubungi tim CCTV kasus KM 50 yakni AKBP Ari Cahya Nugraha alias Acay. Namun, tak terhubung karena Acay sedang berada di Bali dalam suatu kegiatan.

 

"Hendra Kurniawan (Karo Paminal Propam Polri) menghubungi saksi Ari Cahya Nugraha alias Acay yang merupakan tim CCTV pada saat kasus KM 50 namun tak terhubung," demikian bunyi dakwaan.

 

Setelah sejumlah percobaan, akhirnya Acay merespons Brigjen Hendra dan mengutus anggotanya yakni Irfan Widyanto yang saat itu menjabat mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri, melakukan pengecekan CCTV.

 

Lewat Irfan dan Agus, CCTV yang ada di Duren Tiga diidentifikasi dan ditemukan sekitar 20 CCTV. Dari jumlah tersebut, 3 DVR CCTV diamankan dan diganti dengan yang baru.

 

Sebanyak 3 DVR CCTV itu kemudian diserahkan kepada Chuck Putranto yang saat itu menjabat sebagai PS Kasubbagaudir Bag Gak Etika Rowabprof Divisi Propam Polri.

 

Isi dari CCTV tersebut memperlihatkan peristiwa Yosua berada di luar rumah saat Sambo tiba di Duren Tiga. Isi dari CCTV tersebut, antitesis dari skenario tembak menembak Sambo.

 

Keterlibatan Sambo Dalam Kasus KM 50 yang Menewaskan 6 Anggota FPI 

Kasus KM 50 yang menewaskan 6 anggota FPI memang telah selesai dari meja persidangan. 2 anggota Polda Metro Jaya yang sempat menjadi terduga pelaku telah dibebaskan setelah majelis hakim memutuskan tak ada unsur pidana dalam kasus itu.

 

Kedua polisi itu yakni Brigadir Polisi Satu Fikri Ramadhan dan Inspektur Polisi Dua Mohammad Yusmin Ohorella.

 

Bila melihat kebelakang, saat kasus KM 50 mencuat, Sambo masih menjabat Kadiv Propam Polri tepat tahun 2020 lalu. Peran Sambo dalam kasus itu, dia ditugaskan untuk melakukan penyelidikan atas dugaan keterlibatan sejumlah polisi dari Polda Metro Jaya.

 

Sambo saat itu memerintahkan 30 anak buahnya menyelidiki kasus KM 50. Dari rangkaian penyelidikan, terdapat sejumlah personel Polda Metro Jaya yang diperiksa.

 

Selain Sambo, terdapat juga Brigjen Hendra Kurniawan dalam pengusutan kasus itu. Hendra bahkan tampil di Polda Metro Jaya saat jumpa pers yang digelar Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran, saat pertama kali mengumumkan kasus itu.

 

Menkopolhukam Mahfud MD menegaskan kasus KM 50 sudah dituntaskan. Hal itu pun sesuai dengan wewenang Komnas HAM dalam Undang-undang.

 

"[Seperti] kata Pak Amien Rais saat menyambut buku putih TP4, kasus KM 50 clear tak melibatkan TNI/Polri. Kasusnya sudah dibawa ke pengadilan sesuai temuan Komnas HAM bahwa itu pidana biasa," kata Mahfud di Twitter, Minggu (28/8). (kumparan)


 

SANCAnews.id – Buku hitam yang dibawa Ferdy Sambo belakangan menjadi sorotan publik. Lantaran, buku hitam tersebut selalu dipegang eks Kadiv Propam Polri itu sewaktu menjalani persidangan kasus pembunuhan Brigadir Yosua di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

 

Pengacara Ferdy Sambo, Rasamala Aritonang menjelaskan, buku hitam itu berisi catatan pribadi Sambo terkait aktivitasnya sehari-hari selama masih bertugas di kepolisian. Rasamala menyebut, Sambo dan buku hitamnya punya sejarah yang panjang.

 

“Saya beberapa kali ketemu beliau, buku hitam itu selalu dibawa. Pak Sambo punya pengalaman cukup panjang. Beliau pernah menjadi Kasubdit 3 Dittipidum Bareskrim, Dirtipidum Bareskrim sampai Kadiv Propam,” kata Rasamala kepada wartawan, Kamis (20/10/2022).

 

Meski begitu, Rasamala tidak mengetahui secara pasti yang ditulis Sambo dalam buku hitam tersebut. Dia hanya memaparkan salah satu hal yang dituangkan Sambo yakni, ide-ide bagi masa depan kepolisian.

 

“Saya pikir beliau terlepas dari persoalan pidana yang dihadapi, beliau ada kecintaan terhadap institusinya di kepolisian. Saya pikir itu disampaikan beberapa kali oleh beliau,” ucap Rasamala.

 

Lebih lanjut, Rasamala menyebut Sambo mungkin saj akan mengungkapkan informasi penting terkait Polri jika merasa itu dibutuhkan.

 

“Kalau ada kebutuhan bahwa beliau harus menyampaikan informasi, catatan apapun yang dianggap penting untuk melakukan perbaikan tersebut. Selagi beliau bisa memberikannya dan ada akses untuk itu, beliau bersedia untuk melakukannya,” jelasnya.

 

Sebelumnya, teka-teki isi buku catatan hitam milik Ferdy Sambo mulai terkuak. Buku tersebut ternyata berisi catatan harian kegiatan sang jenderal sejak berpangkat komisaris besar.

 

Ferdy Sambo, sebelum tersandung kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, mempunyai perjalanan karier cukup cemerlang.

 

Karier Ferdy Sambo mulai melesat naik sejak dirinya berpangkat komisaris besar dengan jabatan Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri.

 

Adalah Arman Hanis, pengacara, yang mengungkap isi buku hitam milik Ferdy Sambo tersebut. Arman mengatakan, dirinya mengetahui isi buku hitam itu langsung dari mulut Ferdy Sambo.

 

Dia mengaku menanyakan langsung ke Ferdy Sambo soal isi buku hitam, lantaran banyak awak media yang mempertanyakannya. Arman memastikan, seluruh kegiatan Ferdy Sambo sejak menjabat sebagai Kasubdit III Dittipidum Bareskrim hingga Kadiv Propam Polri tercatat di dalam buku tersebut.

 

Termasuk catatan tentang sidang perkara pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat yang mulai digelar Senin awal pekan ini. (suara)


 

SANCAnews.id – Salah satu pengacara keluarga mendiang Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, yakni Kamaruddin Simanjuntak dicekal dari sebuah acara televisi.

 

Bukan hanya Kamaruddin, mantan Kabareskrim Polri Susno Duadji juga dilarang untuk masuk di acara televisi yang akan membahas sidang Ferdy Sambo Cs.

 

Hal ini tentu disayangkan oleh Kamaruddin di mana saat dia sudah tiba di stasiun televisi, dia dan Susno Duadji tiba-tiba dibatalkan untuk tampil.

 

Padahal acara "Catatan Demokrasi" di TV One itu tetap berlangsung dengan tema dan pembicara yang sama, kecuali Kamaruddin dan Susno Duadji.

 

"Detik-detik terakhir kita sudah sampai di Tv One, tiba-tiba pihak ketiga mengintervensi TV One, tidak boleh saya diikutkan jadi narasumber begitu juga Pak Susno Duadji," ungkap Kamaruddin di Kanal YouTube Irma Hutabarat.

 

"Saya sudah dijadikan narasumber sudah ada ini [poster], nah ini sudah menjelang menit terakhir sudah di sini tiba-tiba bilang tidak boleh jadi narasumber.

 

Kejadian serupa ternyata tak terjadi satu kali, Kamaruddin juga sempat dicekal sebagai narasumber saat mendampingi kasus sebelumnya.

 

"Kenapa sih negara dan pemerintahan sekarang kok sampai narasumber TV pun sampai diintervensi, siapa pihak ketiga yang mengintervensi," kata Kamaruddin.

 

"Kok makin buruk negara ini loh, semakin aneh apa saya mencalonkan diri saja ya jadi presiden," candanya.

 

Lebih lanjut Kamaruddin menyebutkan dia kecewa saat sudah sampai dengan melewati macet, tapi malah dibatalkan.

 

"Ini terulang, pada tahun 2016 juga begitu waktu mendapingi Putri Soekarno, saya jadi narasumber utama di ILC sudah dibangun panggung tahu-tahu diintervensi," ungkap Kamaruddin.

 

"Saya berpikir sudah lah, saya tidak mau lagi jadi narasumber di TV One buat selama-lamanya," tandasnya. (suara)



SANCAnews.id – Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu menyoroti keputusan Henry Yosodiningrat yang menjadi kuasa hukum tersangka peredaran gelap narkoba, Irjen Teddy Minahasa Putra, menuai kontroversi.

 

Diketahui, selama ini Henry dikenal sebagai Ketua Umum Gerakan Nasional Anti-Narkotika (Granat). Hal tersebut ditanggapi Said Didu melalui akun Twitter pribadi miliknya. Dalam cuitannya, Said Didu menyinggung soal hukum di Indonesia.

 

Said Didu juga menyebutkan bahwa perihal tatanan hukum seakan semakin tidak jelas pelaksaannya.

 

"Hukum makin gak jelas," ungkap Said Didu melalui akun Twitter pribadi miliknya, Selasa (18/10).

 

Sebagai informasi, Henry merupakan sosok yang ikut mendirikan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) yang menegakkan hak-hak politik Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang diberangus rezim Orde Baru.

 

Sebagai ahli hukum, Henry pernah menjadi narasumber pemerintah dalam penyusunan uji materi UU Narkotika di Mahkamah Konstitusi (MK) dan menjadi anggota Panitia Penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan UU Perubahan atas UU 22/1997 tentang Narkotika pada 2007. Pendapat Henry akhirnya dipakai hakim MK untuk tetap memberlakukan hukuman mati.

 

Lebih lanjut, Henry pernah berurusan dengan polisi lantaran anaknya tertangkap dalam kasus narkoba pada 2018.

 

Anak Henry positif menggunakan narkotika setelah menjalani tes urine di kepolisian. Namun, anak Henry tidak ditahan, malah dipulangkan ke rumah ketika itu.

 

Sementara itu, saat ini Henry menjadi pengacara Teddy. Henry mengaku ditunjuk sebagai kuasa hukum sejak Teddy ditempatkan di penempatan khusus (Patsus) di Provos Polri. (wartaekonomi)



SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.