Latest Post



SANCAnews.id – Penggugat ijazah palsu Presiden Joko Widodo, Bambang Tri Mulyono ditetapkan menjadi tersangka atas dugaan penistaan agama.

 

Bambang ditetapkan menjadi tersangka bersama Sugi Nur Raharja atau Gus Nur.

 

"Adapun sebagai tersangka yang pertama adalah SNR, dan yang kedua adalah BTM," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah saat konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (13/10/2022).

 

 

Nurul menjelaskan penetapan tersangka ini berdasarkan laporan polisi nomor LP/B/0568/IX/2022/Bareskrim Polri tanggal 29 September 2022.

 

Dia mengatakan keduanya ditetapkan menjadi tersangka atas dugaan penistaan agama dari akun YouTube Gus Nur 13 Official.

 

"Perkembangan penanganan perkara narasumber, pembicara, pengelola, pemilik, pengguna, dan/atau yang menguasai akun YouTube Gus Nur 13 official tentang ujaran kebencian berdasarkan sara dan/atau penistaan agama," ucap Nurul.

 

Keduanya dijerat Pasal 156a huruf a dan/atau Pasal 45a ayat 2 KUHP juncto Pasal 28 Ayat 2 UU ITE dan/atau Pasal 14 Ayat 1 dan Ayat 2 UU RI Nomor 1 Tahun 1946.

 

Sebelumnya, Bambang Tri Mulyono ditangkap oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kamis (13/10/2022). Penangkapan tersebut dibenarkan oleh Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo.

 

Dedi belum merinci mengapa Bambang ditangkap. Penjelasan mengenai penangkapan tersebut akan dijelaskan nanti malam dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta.

 

"Iya benar," jelas Dedi Prasetyo pada Kamis (13/10/2022).

 

Seperti diketahui, Bambang menggugat Presiden Joko Widodo ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas dugaan penggunaan ijazah palsu saat proses Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

 

Gugatan itu dilayangkan oleh Bambang Tri Mulyono pada 3 Oktober 2022 dengan Nomor Perkara: 592/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.

 

Bambang Tri juga merupakan penulis buku 'Jokowi Undercover'.

 

Selain Jokowi, Bambang juga menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). (era)



SANCAnews.id – Serangan politik untuk Partai Nasional Demokrat pasca mendeklarasikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai calon presiden seolah tidak ada ujungnya.

 

Bahkan baru-baru ini sindiran datang dari Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, yang mengungkit soal "keluarnya biru dari pemerintahan Jokowi".

 

Hasto juga mempertanyakan alasan mengapa NasDem memilih Anies yang dinilai punya pandangan yang berseberangan dengan Presiden Joko Widodo.

 

Ditambah dengan narasi "nasdrun" yang semakin subur di media sosial membuat NasDem seolah terus menjadi sasaran serangan politik. Fenomena inilah yang ditanggapi oleh pengamat politik dar Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin.

 

Dikutip dari WartaEkonomi.co.id -- jaringan Suara.com, Ujang mengaku tidak heran mengapa PDIP sampai kepanasan dan melancarkan kritikan bertubi-tubi untuk NasDem.

 

Ujang menilai PDIP rupanya merasa terancam dengan manuver politik Anies yang tergolong berani. Kiprah Anies dikhawatirkan mengancam kemenangan PDIP di Pilpres 2024.

 

"Anies ancaman bagi PDIP, karena jika Anies maju, PDIP sudah tahu bahwa Anies bakal menang," tegas Ujang saat dihubungi Pojoksatu.id, Rabu (12/10/2022).

 

Di sisi lain, sosok yang digadang-gadang akan dicapreskan PDIP, yakni Ketua DPR RI Puan Maharani, dinilai belum tentu mampu bersaing dengan Anies. Apalagi karena Puan yang masih kalah telak dari Anies, baik dari segi popularitas dan elektabilitas.

 

"Sedangkan Puan belum tentu (mampu bersaing), makanya tidak heran usai Anies dideklarasikan langsung diserang," kata Ujang. (suara)



SANCAnews.id – Aktivis kemanusiaan, Haris Azhar, mengomentari tuntutan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sumatera Utara (Sumut) yang meminta Kapolda Sumut Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak mundur dari jabatannya terkait peristiwa perampokan keluarga yang melibatkan oknum polisi di Medan. Haris menantang para mahasiswa itu untuk menggugat SK pengangkatan Panca sebagai Kapolda Sumut.

 

Hal ia sampaikan dalam diskusi Publik yang diselenggarakan HMI Jabodetabek Banten bertajuk "Evaluasi Polri: Meneropong Fenomena Kasus Ferdy Sambo dan Tragedi Kanjuruhan" di Cawang, Jakarta Timur, Rabu, (12/10/2022).

 

"Saya juga mau nantang HMI Sumatera Utara, kalau memang penting, jangan cuma demo. Lakukanlah tindakan-tindakan lain. Misalnya gugat SK pengangkatannya, itu bisa juga dilakukan HMI," kata Haris Azhar.

 

Mantan Koordinator KontraS tersebut melihat bahwa belum ada keseriusan Polri dalam menangani jaringan Ferdy Sambo yang diketahui umum sebagai Konsorsium 303. Alih-alih mengusut keterlibatan tiga Kapolda, kata Haris, polisi malah menangkapi para penjudi di daerah tiga Kapolda tersebut.

 

"Jadi ketika kasus Sambo ramai, pasca power point (diagram Konsorsium 303) dibuka, lah kok lucunya di area 3 Kapolda yang disebutkan itu ditangkapin sejumlah pemain judinya?" tanya Haris.

 

 

Bagi Haris Azhar, penangkapan para penjudi di beberapa wilayah, khususnya di wilayah 3 Kapolda yang diduga masuk ke jaringan Ferdy Sambo, seolah hanya upaya mencari citra semata.

 

"Kayaknya kesannya ada aksi 'gua enggak begitu'. Pertanyaannya kenapa selama ini enggak ditangkapin? Kenapa enggak dari dulu? Kenapa nunggu kasus Sambo dan power poinnya (diagram Konsorsium 303) lali baru dibuka/diungkap?," paparnya.

 

Ia berharap agar polri mengusut oknum polisi yang diduga masuk anggota Konsorsium 303. Pasalnya, proses penyelidikan terhadap tiga Kapolda yang terseret dalam komplotan tersebut hingga kini tak pernah terdengar.

 

"Yang diungkap itu sejauh mana prosesnya di masing-masing Kapolda kita juga engga dengar. Sejauh mana dia dibongkar ke level tingginya," ujar Haris.

 

"Saya cuma menganggap bahwa (pengusutan kasus Konsorsium 303) masih gimmick dan belum ada perkembangan yang signifikan," imbuhnya.

 

Haris meminta agar tiga Kapolda, terutama Kapolda Sumut Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak agar berlapang hati untuk diperiksa sebagai bentuk pembuktian atas dugaan keterlibatannya dalam Konsorsium 303.

 

"Soal Kapolda-Kapolda yang disebut dalam konsorsium itu saya pikir mereka harus legowo untuk dijadikan obyek yang bakal diperiksa kalau tim yang serius itu ada," kata Haris Azhar.

 

Ia mengimbuhkan, pengusutan tiga Kapolda tersebut sebagai upaya mencegah asumsi dan kabar burung yang beredar di masyarakat. Tanpa ada pemeriksaan, kata Haris, anggapan masyarakat tentang keterlibatan tiga Kapolda membekingi judi online di Indonesia akan semakin liar.

 

"Menurut saya kuncinya ada di Kapolri, apalagi ada momentum. Momentum banyak sebetulnya buat polisi, sekali lagi ada di Kapolri momentum ini mau dimanfaatin atau enggak," kata Azhar.

 

Badan koordinasi (Badko) HMI Sumut sebelumnya meminta Kapolri mencopot Kapolda Sumut dan Kapolrestabes Medan lantaran dinilai gagal membina jajarannya yang diduga terlibat tindak pidana perampokan terhadap warga di Jalan Gatot Subroto, Medan, Rabu (5/10/22) lalu.

 

Ketua Bidang Perguruan Tinggi dan Kemahasiswaan Pemuda Badko HMI Sumut, M Julianda Arisha, menilai perbuatan oknum polisi di Medan itu sudah menciderai nilai-nilai Tribrata Polri sebagai aparat penegak hukum yang mengayomi masyarakat.

 

"Kami meminta Kapolri untuk mecopot Kapolda Sumut karena tidak bisa membina Kapolres jajarannya dan kami juga meminta kepada Kapolri untuk mencopot Kapolrestabes Medan karena tidak bisa memberikan pembinaan kepada anggota Polri di bawah kepemimpinannya, PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat-red) tidak cukup untuk memberikan efek jera kepada pelaku, pimpinannya juga harus merasakan pencopotan jabatannya karena telah lalai dalam menjalankan tugasnya,” kata Julianda dalam keterangan tertulis, Senin (10/10/2022). (poskota)


SANCAnews.id – Ratusan aktivis Himpunan Masyarakat untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika) menggelar aksi longmarch menuju Kantor Satuat Tugas Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (Satgas BLBI) di Kemenko Polhukam, Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (13/10).

 

Aksi yang dipimpin Jurubicara Humanika Tubagus Fahmi dimulai dari Kawasan Bundaran Patung Kuda Arjuna Wiwaha.

 

Kata dia, kedatangan Humanika untuk menyampaikan tiga tuntutan. Pertama, agar kasus BLBI dapat segera dituntaskan mengingat masih ada 335 obligor yang belum menuntaskan kewajibannya.

 

Kedua, lanjutnya, khusus BLBI Bank Intan agar bisa menjadi prioritas mengingat obligor Fadel Muhammad, yang saat ini anggota DPD RI masih tertunggak Rp 136 miliar.

 

"Ketiga segera berikan ultimatum dalam batas waktu, jika tidak di bayarkan segera sita hartanya untuk mendukung keuangan negara," tegas Fahmi.

 

Pada aksi itu, dikatakan Fahmi, perwakilan massa juga diterima anggota Satgas BLBI Kombes Rendra Kurniawan, yang menjanjikan semua tuntutan akan ditindaklanjuti.

 

"Kombes Rendra berjanji meneruskan aspirasi Humanika ke Pimpinan Satgas BLBI yang terus bekerja sampe batas akhir Desember 2023," terangnya.

 

"Sementara saat ini, sudah ada Rp 27 triliun aset BLBI dari target Rp 117 triliun aset obligor BLBI," pungkasnya. (rmol)


SANCAnews.id – Laporan dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo yang dilayangkan Bambang Tri Mulyono ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dengan klasifikasi perkara perbuatan melawan hukum direspon pihak Istana Negara.

 

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan mempertanyakan latar belakang laporan yang dilayangkan Bambang tersebut ke PN Jakpus.

 

Pasalnya, Ade mengaku heran jika materiil gugatan perkara adalah ijazah yang dipakai sebagai syarat pencalonan Presiden Joko Widodo sejak pertama kali berkiprah di dunia politik untuk menjadi Walikota Solo baru digugat di masa sekarang ini.

 

"Dia sangkakan ada ijazah palsu Pak Jokowi, ini kan bisa terbantahkan. Kenapa? Pak Jokowi itu sejak menjadi Walikota (Solo) persyaratan itu (melampirkan ijazah) kan dimasukkan," ujar Ade saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (6/10).

 

Lebih dari itu, politisi PPP ini juga menilai tak masuk akal laporan Bambang, mengingat Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pilpres 2024 pasti memverifikasi keabsahan dokumen persyaratan yang dilampirkan Presiden Jokowi saat mencalonkan.

 

"KPU tidak bodoh atau tidak salah orang. Sejak Walikota (solo) dua periode, (pencalonan Gubernur (DKI Jakarta), dan presiden (tahun 2014 dan 2019) persyaratan itu kan tidak berbeda," tuturnya.

 

Maka dari itu, Ade mempertanyakan maksud pelaporan yang dilakukan Bambang dengan memperkarakan ijazah Presiden Jokowi.

 

"Apa korelasinya dia mengatakan ijazah (Presiden Jokowi) palsu terhadap fakta kenyataan yang ada," cetusnya.

 

"Kenapa baru sekarang? Dia enggak tahu atau bagaimana?" demikian Ade menambahkan. (rmol)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.