Latest Post

 

SANCAnews.id Pelatih Arema FC, Javier Roca ikut menyaksikan kengerian dari tragedi berdarah di dalam Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada Sabtu (1/10).

 

Berbicara dalam wawancara dengan media Spanyol, Cadena Ser, Roca yang berasal dari Chili menggambarkan situasi ketika kerusuhan terjadi usai Arema dikalahkan oleh Persebaya dengan 2-3.

 

Roca mengatakan, ketika ribuan suporter menyerbu lapangan, ia langsung pergi ke ruang ganti, sementara beberapa pemain masih ada di lapangan.

 

"Ketika saya kembali dari konferensi pers, saya melihat tragedi di dalam stadion. Orang-orang lewat dengan membawa korban di tangan mereka," ujar Roca.

 

Bahkan Roca menyebut, terdapat suporter yang meninggal dipelukan pemain.

 

"Yang paling mengerikan adalah ketika korban datang untuk dirawat oleh tim dokter. Sekitar 20 orang datang dan empat meninggal. Suporter meninggal di tangan para pemain," lanjut Roca.

 

"Saya hancur secara mental. Saya merasakan beban yang berat, bahkan tanggung jawab yang berat," tambahnya.

 

Berdasarkan data resmi, tragedi berdarah di Kanjuruhan telah memakan 125 korban jiwa, termasuk 17 di antaranya merupakan anak-anak. Ini menjadi salah satu tragedi paling mematikan di dunia. (rmol)


SANCAnews.id Beredar beberapa tayangan video di jagat maya yang memperlihatkan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang melakukan tindakan kekerasan atau menyiksa para suporter di dalam Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada (1/10/2022) lalu.

 

Dalam video unggahan tersebut, tampak beberapa anggota TNI memukul suporter dengan menggunakan pentungan yang dimiliki, serta mengejar para suporter kemudian menendang. 

 

Menanggapi hal itu, Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa mengatakan bahwa tindakan tersebut bukan lagi melanggar kode etik profesi, tetapi sudah masuk ke dalam tindak pidana. "Ini bukan etik, tapi pidana," kata Andika saat ditemui di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat pada Senin (3/10/2022).

 

Menurutnya, perlakuan anggotanya itu kepada masyarakat sudah keterlaluan dan bukan bagian dalam pertahanan diri.

 

"Kalau telihat di viral kemarin bukan dalam mempertahankan diri, itu termasuk bagi saya sudah masuk ke tindak pidana. Karena tidak berhadapan dengan prajurit tapi diserang," jelas Andika.

 

Oleh karena itu, Andika mengatakan, pihaknya tak segan-segan untuk memproses hukum anggotanya yang menyalahgunakan kekuasaan dengan melakukan tindakan kekerasan terhadap masyarakat.

 

"Kita sudah sejak kemarin sore, melakukan investigasi sekaligus kita lanjutkan dengan proses hukum karena yang viral itu sangat jelas tindakan diluar kewenangan. Jadi kalau KUHP pasal 126 sudah kena," ungkap Jenderal Andika.

 

"Belum lagi KUHPnya. Jadi kita tidak akan mengarah pada disiplin tetapi pidana. Karena itu sudah sangat berlebihan," sambungnya.

 

Untuk diketahui, kandungan Pasal 126 dalam kitab undang-undang hukum pidana militer (KUHPM) berbunyi "Militer yang dengan sengaja menyalahgunakan atau menganggapkan dirinya ada kekuasaan, memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara maksimum lima tahun". (tvone)



SANCAnews.id – Di tengah hujan deras, ratusan masa yang tergabung di dalam organisasi DPD KNPI Sumbar melakukan aksi unjuk rasa di kantor Polda Sumbar.

 

Ratusan masa ini meminta Polda Sumbar untuk segera memperoses kasus Ade Armando yang di laporkan oleh Badan Kordinasi Kerapatan Adat Nagari (Bakor KAN) Sumbar dan mahkamah Adat alam Minangkabau terkait dugaan pencemaran nama baik masyarakat Minangkabau pada 9 Juli 2020 lalu,

 

“Kami meminta Polda Sumbar untuk segera memproses kasus ini secepat mungkin, sudah dua tahun kasus ini belom ada perkembangan, apa yang dilakukan Polda Sumbar hingga hari ini, laporan ninik mamak atau pemuka adat saja diabaikan apalagi laporan masyarakat biasa," ujar kordinator aksi Fikri Haldi di depan Mapolda Sumbar, Jumat (30/9).

 

“Kami sebagai masyarakat sangat tersinggung atas ucapan Ade Armando yang menyebut provinsi Sumbar yang keterbelakangan dan lebih kadrun dari pada kadrun” tegasnya menambahkan.

 

Fikri Haldi meminta agar Ade Armando segera di panggil dan ditangkap. Sebab, penegakan hukum tidak boleh tebang pilih, apalagi publik saat ini menganggap Ade Armando adalah sosok yang kebal hukum.

 

“Di negara kita ini hukum adalah panglima tertinggi, jadi tidak ada yang kebal hukum,” tegas dia.

 

Wakil ketua KNPI Sumbar ini juga mengancam akan terus melakukan aksi unjuk rasa dengan jumlah yang lebih banyak dan mengkonsolidasikan OKP Yang berhimpun di KNPI Sumbar untuk mengawal kasus ini hingga tuntas.

 

“Untuk itu kami mendorong Polda Sumbar untuk segera memproses kasus ini sesegera mungkin, jika tidak kami akan datang dengan masa yang lebih banyak mengajak seluruh pemuda Sumbar datang kesini lagi," tegasnya.

 

Masa aksi unjuk rasa tersebut di temui oleh Kasubdit V Ditreskrimsus Polda Sumbar Kompol Arie Sulistiyo Nugroho sebagai perwakilan Polda Sumbar.

 

“Kami meminta maaf atas nama pribadi terkait keterlambatan dari proses perkara yang dilaporkan yang dilaporkan ke Ade Armando, untuk ke depan kami akan mengkoreksi dan segera kami proses secepatnya, saya mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan pemuda yang telah mau melakukan suatu koreksi untuk kami, ucap Kompol Arie Sulistiyo Nugraha di depan masa aksi

 

“Dalam hal ini untuk ke depanya menyesuaikan seluruh perkara-perkara yang menjadi tanggungan kami, jadi mohon dukungan untuk sama-sama kita kawal perkara ini dengan baik dan tetap berjalan lancar,” sambungnya.

 

Untuk itu, kata Kompol Arie Sulistiyo pihaknya bakal berkordinasi dengan ahli bahasa dan ahli ITE untuk mendalami laporan terhadap Ade Armando ini.

 

“Jadi dalam rencana, proses ini kan kemarin pada saat pertama kali dilaporkan masih dalam penyelidikan, nah dalam penyelidikan kami juga otomatis ke tahap penyidikan kami harus melakukan tahap gelar perkara, dalam hal Ini tentu ada proses tersendiri, nantinya kalo sudah tahap penyidikan kami akan melakukan ke tahap penangkapan apabila yang bersangkutan terbukti bersalah, otomatis itu ada proses dan kami coba memaksimalkan semaksimal mungkin,” pungkasnya.

 

“Untuk perkembangannya nanti kami akan membuat SP2HP pada pelapor, terkait proses yang sudah kita lakukan nanti akan ada perkembangannya bagi pihak pelapor,” demikian Arie menandaskan. (rmol)



SANCAnews.id – Perbedaan besar dalam menangani kasus pembunuhan yang melibatkan aparat berpangkat jenderal terjadi di era Soekarno dan Joko Widodo. Soekarno terbilang cepat, sementara Jokowi lamban.

 

Tidak hanya dalam ukuran waktu, tapi juga soal peristiwa pembunuhan yang terbalik. Di era Soekarno, prajurit Cakrabirawa membunuh 6 jenderal. Peristiwa ini dikenal dengan Gerakan 30 September 1965.

 

“Para pekaku lekas digulung, padahal di baliknya ada patai raksasa PKI namanya,” tegas Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (1/10).

 

Sedangkan pada era Jokowi, kasus pembunuhan ini dilakukan oleh seorang polisi berpangkat jenderal bintang dua. Yang terbunuh adalah prajurit berpangkat brigadir.

 

Namun demikian, kasus pembunuhan yang terjadi pada bulan Juli lalu ini tidak kunjung rampung. Bahkan satu tersangka baru ditahan kemarin (Jumat, 30/9).

 

“Pada era Widodo logika kebalik. Jenderal yang bunuh prajurit Brigadir J. Berbulan-bulan pelakunya nggak jelas. Se-NKRI pening. Nggak lucu,” tutupnya. *


SANCAnews.id – Pemecatan Ferdy Sambo sebagai anggota Polri yang akan digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) siap dihadapi Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo.

 

Hal tersebut disampaikan Listyo seusai menghadiri Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Lapangan Monumen Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur, Sabtu pagi (1/10).

 

"Siap (menghadapi gugatan di PTUN)," ujar Listyo singkat.

 

Lebih lanjut, Listyo memastikan seluruh proses hukum yang berjalan terhadap tersangka pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J akan dilakukan hingga tuntas.

 

Termasuk, dia tegaskan, soal pemecatan Ferdy Sambo yang terakhir menjabat sebagai Kadiv Propam Polri dan merupakan jenderal bintang dua.

 

"Tentunya kita ikuti saja. Karena memang yang jelas Polri akan mengawal," tandas Listyo. (rmol)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.