Latest Post


SANCAnews.id – Nama pengusaha Robert Priantono Bonosusatya mencuat kembali di muka publik belakangan ini. Ia dituding oleh Ketua Indonesia Police Watch alias IPW, Sugeng Teguh Susanto, meminjamkan jet pribadi kepada Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan saat berkunjung ke rumah orang tua Brigadir J di Jambi.

 

Catatan Tempo, mengungkap bahwa kunjungan tersebut terjadi pada 11 Juli 2022 atas perintah Inspektur Jenderal Ferdy Sambo yang saat itu masih berstatus sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Saat ini, baik Ferdy Sambo maupun Hendra Kurniawan, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kematian Brigadir J.

 

Apa Hubungan Robert Priantono dengan Budi Gunawan?

Sebelum kasus tersebut, nama pengusaha Robert Priantono Bonosusatya sempat menggegerkan publik pada 2015. Saat itu Robert terungkap memiliki hubungan dengan purnawirawan Jenderal Polisi Budi Gunawan yang kini menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Negara atau BIN.

 

Pada 2015, Budi Gunawan sempat mengikuti uji kelayakan menjadi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia alias Kapolri. Sayangnya, ia harus kalah dari purnawirawan Jenderal Polisi Badrodin Haiti.

 

Dalam uji kelayakan tersebut, terungkap sebuah dokumen yang menunjukkan bahwa anak Budi Gunawan, Muhammad Herviano Widyatama, menerima kucuran pinjaman dana dari perusahaan asal Selandia Baru, Pacific Blue International Limited.

 

Laporan Tempo menyebut bahwa pinjaman dana tersebut sebesar Rp 57 miliar. Yang menarik dari pinjaman ini adalah terjadi tanpa memerlukan jaminan atau agunan aset sebagaimana mekanisme pengajuan kredit kepada bank atau perusahaan investasi pada umumnya.

 

Hasil pemeriksaan Tim Bareskrim Polri pada 2010 mengungkapkan bahwa ternyata Robert bersedia menjadi penjamin dengan penandatanganan Letter of Guarantee sebagai penanggung jawab proses peminjaman dana. Dana tersebut rencananya akan digunakan untuk kepentingan bisnis pertambangan timah dan perhotelan yang digagas oleh Herviano dan Budi.

 

 

Saat diperiksa oleh Bareskrim pada 26 Mei 2010, Robert juga mengaku kenal lama Budi Gunawan walaupun ia tidak memerinci bagaimana mereka bisa berjumpa. Sementara itu, saat proses penandatanganan kredit tersebut, Budi Gunawan diketahui menjabat sebagai Kepala Biro Pengembangan Karier Polri berpangkat brigadir jenderal.

 

Jejak Robert Priantono Menghilang

Dalam akad sebesar Rp 57 miliar tersebut, pinjaman berlaku selama tiga tahun dalam bentuk tunai, yaitu sejak 6 Juli 2005-5 Juli 2008. Tetapi, hasil pemeriksaan Bareskrim Polri pada 18 Juni 2010 mengungkap bahwa Herviano baru menyelesaikan cicilannya sebanyak Rp 28,5 miliar.  Artinya, Herviano masih memiliki utang pinjaman kepada perusahaan Pacific Blue International Limited sebanyak Rp 28,5 miliar.

 

Setelah pemeriksaan terhadap Budi Gunawan, Herviano Widyatama, dan kolega-koleganya, jejak Robert Priantono Bonosusatya seakan menghilang meskipun tidak dijelaskan terkait peran dan tanggung jawabnya sebagai penjamin pinjaman ketika Herviano tidak bisa melunasi cicilan sesuai tenggat waktu.

 

Sebab polemik bisnis inilah, pada 13 Januari 2015, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi selama menjabat posisi-posisi strategis di Mabes Polri dari 2006-2010. Namun, penetapan ini dimentahkan oleh hakim praperadilan pada 16 Februari 2015 usai Budi mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri jakarta Selatan. (tempo)


SANCAnews.id – Diduga mengalami rem blong, truk pengangkut batu bara HINO bernomor polisi (DN 8936 DU) adu banteng dengan Truk tangki pengangkut minyak kelapa sawit dengan nomor polisi (BA 8639 VU).

 

Truk pengangkut batu bara tersebut melaju dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi adu banteng dengan Truk tangki pengangkut minyak kelapa sawit.

 

Sebelumnya truk pengangkut batu bara yang meluncur dari arah Jambi menuju Padang tersebut mengalami remblong di lokasi turunan Taratak Baru kecamatan Tanjug Gadang kabupaten Sijunjung, sempat menabrak beberapa kendaraan.

 

Salah satunya karena kejadian naas tersebut, mobil Toyota Kijang BA 1964 KB warna biru dan mobil Daihatsu Gran Max warna hitam juga mengalami kecelakaan dari kendaraan adu banteng turk di lokasi kecelakaan.

 

Kecelakaan tersebut mengakibatkan sopir truk pengangkut batu bara meninggal dunia di tempat kejadian dengan kondisi kepala pecah dan seluruh isi kepala keluar.

 

Sementara itu sang sopir truk pengangkut minyak kelapa sawit terjepit di kursi kemudi, dengan kondisi patah kaki dan kepala luka robek akibat benturan.

 

Selanjutnya terkait kejadian, awak media SANCAnews.id menghubungi pihak kepolisian melalui telepon seluler Kapolres AKBP Muhammad Ikhwan Lazuardi 085277669*** dengan sigap menurunkan 7 personel ke lokasi untuk membantu korban kecelakaan.


Kemudian satuan lantas beserta rombongan langsung mengambil tindakan untuk mengevakuasi korban ke rumah sakit terdekat dan langsung melakukan olah tempat kejadian perkara dan mengevakuasi kendaraan kepinggir jalan, agar tidak terjadi kemacetan panjang.

 

"Kejadian tersebut terjadi pada pukul 10'30 dan mengakibatkan satu orang meninggal dunia dan satu orang terluka dan patah tulang," terangnya.


Petugas keamanan lalu lintas yang datang ke lokasi kecelakaan:

1. Ipda Zainal (Kbo Satlantas)

2. Ipda Darwin (Kanit Gakkum)

3. Aipda Irwandi (Kepala Kamsel)

4. Brigadir Supriyanto (unit AGT Gakkum)

5. Brigadir Satu Diko Aditama (Gakkum Agustus)

6. Brigadir Satu Roby Suhendar (Agt Gakkum)

7. Bripda Sultan Arifin (AGT Unit Gakkum). (Mon Eferi)


SANCAnews.id – Bukan tanpa alasan, sebab kasus KM 50 dan pembunuhan Brigadir J memang mengerucut kepada satu nama, yakni Ferdy Sambo.

 

Dilihat Suara.com di kanal YouTube Refly Harun, Kamaruddin menilai tragedi KM 50 begitu simpang siur sekalipun kini para pelakunya sudah menjalani hukuman masing-masing.

 

"Menurut versi polisi, mereka itu kan diduga melakukan perlawanan dengan memiliki 5 pucuk senjata dan polisi dikatakan untuk menyelamatkan diri dilakukan penembakan," ungkap Kamaruddin, dikutip pada Rabu (21/9/2022).

 

Kamaruddin lantas menyoroti sejumlah hal, termasuk soal benar atau tidaknya ada 5 pucuk senjata api tersebut. "Soal informasi ditemukannya senjata atau mereka melakukan perlawanan, benar apa tidak, sampai saat ini kan hanya Tuhan yang tahu," kata Kamaruddin.

 

"Tetapi melihat adanya perilaku Ferdy Sambo dan kawan-kawan ini yang melakukan obstruction of justice, kita jadi berpikir juga jangan-jangan senjata rakitan yang 5 pucuk itu diciptakondisi. Jangan-jangan itu bukan punya yang di mobil tetapi dimasukkan oleh orang yang membuntuti untuk melegalisasi atau melegitimasi perbuatan mereka," terangnya melanjutkan.

 

Pasalnya Sambo, yang kala itu masih menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, ikut mengusut kasus KM 50. Namun kini Sambo juga diduga merancang skenario untuk membuatnya lepas dari tuduhan pembunuhan terhadap Brigadir J.

 

Karena itulah Kamaruddin mendorong untuk ditemukannya bukti baru alias novum demi memperjuangkan keadilan bagi para korban.

 

"Kepastian hukum memang sudah, tetapi keadilan masih bisa (diperjuangkan)," ujar Kamaruddin. "Mengingat perilaku daripada mereka-mereka ini, bagaimana mereka merekayasa dan tidak jujur atas peristiwa pembunuhan Brigadir J."

 

Tak hanya itu, Kamaruddin juga sempat menyoroti adanya kemiripan antara kasus Brigadir J dan KM 50.

 

"Ada juga pendapat yang lain, atau analisis-analisis yang menyatakan Brigadir J ini adalah yang kedua setelah sukses yang pertama, artinya peristiwa KM 50 ini dianggap perbuatan yang pertama," jelas Kamaruddin.

 

"Yang juga dilakukan obstruction of justice, karena di situ ada juga informasinya ada 'penyambaran CCTV oleh petir'. Tiba-tiba CCTV-nya hilang, tahu-tahu ditemukan senjata dan sebagainya," pungkasnya.

 

Kamaruddin menilai, penemuan senjata maupun tindak perlawanan tidak seharusnya membuat mereka ditembak mati di tempat. Cukup dilumpuhkan untuk kemudian dihadapkan pada proses hukum yang berlaku.

 

Kompolnas Geram Sidang Pelaku Obsruction of Justice Tak Kunjung Selesai 

Ada puluhan nama oknum polisi yang disinyalir melakukan pelanggaran kode etik dalam penanganan kasus pembunuhan Brigadir J, dengan tujuh di antaranya menjadi tersangka.

 

Dari ketujuhnya, baru empat yang telah disidang dan dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Yaitu Ferdy Sambo, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, dan Agus Nur Patria.

 

Namun masih ada 3 nama lain, yaitu Brigjen Pol Hendra Kurniawan, AKBP Arif Rahman Arifin, dan AKP Irfan Widyanto, yang sampai saat ini belum juga menjalani sidang etik.

 

Hal inilah yang sangat disorot oleh anggota Kompolnas, Poengky Indarti. "Sebaiknya fokus untuk memproses yang diduga melakukan pelanggaran berat etik," desak Poengky di Jakarta, Rabu (21/9/2022).

 

"Diharapkan sidang lebih difokuskan pada pelanggaran berat terlebih dahulu. Akan lebih baik jika sidang dinyatakan terbuka untuk umum sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas," lanjut Poengky, lantaran sidang etik justru diselingi dengan beberapa pelaku pelanggaran kode etik sedang dan ringan. (suara)


SANCAnews.id – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan kasus hukum yang tengah menyeret Gubernur Papua Lukas Enembe tak ada kaitannya dengan dirinya.

 

Hal tersebut ia tegaskan karena menjawab viralnya video dari pengacara Enembe, Aloysius Renwarin yang mengatakan kliennya merupakan korban politik.

 

Dalam video tersebut, Aloysius menyeret nama Tito. Tito Karnavian disebut-sebut meminta Enembe untuk menjadikan Paulus Waterpauw sebagai wakilnya.

 

"Saya anggap ini penting dijawab, yaitu adanya video dari pengacara Bapak Lukas Enembe yang menyampaikan bahwa dia merasa dikriminalisasi, merasa dipolitisasi, dan menyebut-nyebut nama saya," ujar Tito di dalam rapat di Komisi II DPR, Rabu (21/9/2022).

 

Tito menegaskan bahwa dirinya tidak ada keterkaitannya dengan kasus Enembe.

 

"Kasus Pak Lukas Enembe sama sekali tidak ada hubungannya dengan mendagri. Dan saya sudah sampaikan, itu murni, kemarin sudah press rilis dari menko polhukam, KPK dan PPATK," ujar Tito.

 

Walau begitu, Tito mengakui bahwa sebenarnya ia memiliki hubungan sangat baik dengan Enembe.

 

"Sahabat saya lama. Tapi kan kalau sudah masalah hukum saya enggak bisa ikut campur," tuturnya.

 

Namun, terkait masalah hukum yang menimpa Enembe, Tito mengungkapkan bahwa hal itu murni merupakan temuan oleh sistem perbankan. Sistem itu, kata Tito, sudah dicek Kemendagri bersama PPATK. (populis)


SANCAnews.id – Geger pernyataan Susilo Bambang Yudhoyono siap turun gunung di Pemilu 2024 berbuntut panjang, termasuk membuat kinerja Partai Demokrat selama memerintah kembali disorot.

 

Termasuk dari pengamat politik Boni Hargens yang mengklaim Indonesia seperti berlari di tempat selama 10 tahun diperintah SBY.

 

"Sepuluh tahun pemerintahan Pak SBY, Indonesia itu lari di tempat dan kita buang-buang umur," kata Boni ketika hadir di Catatan Demokrasi di tvOne, dikutip Suara.com pada Rabu (21/9/2022).

 

Pernyataan inilah yang dikomplain oleh politikus Partai Demokrat, Jansen Sitindaon, yang hadir di acara yang sama. Ia menilai pemerintahan SBY menunjukkan peningkatan yang nyata, tertuama dari segi nilai APBN.

 

"2004 ketika Pak SBY pemerintahan dari Ibu Mega, APBN kita itu cuma Rp 400 triliun," tutur Jansen. "Di 2014, ketika Pak SBY turun, APBN kita sudah hampir Rp 2.000 triliun, Rp 1.800 sekian lah, artinya naik 4,5 sampai 5 kali lipat."

 

"Karena itulah kemarin saya bilang, kalau bergerak di tempat, nggak mungkin lah Indonesia masuk G20 yang sekarang difestivalisasi oleh Pak Jokowi. Memang bisa Pak Jokowi menjadi Presiden G20 (kalau tidak ada landasan dari era SBY)?" sambung Jansen.

 

Pernyataannya ini tentu sejalan dengan yang pernah disampaikan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang menyebut pemerintahan Jokowi cuma gunting pita lantaran landasan pembangunan infrastruktur yang masif itu telah dilakukan sejak era pemerintahan SBY.

 

Karena itulah Jansen menolak bila era pemerintahan SBY dinilai jalan di tempat. Malah kemudian Jansen menantang Jokowi membuktikan pemerintahannya tak berjalan di tempat dengan memastikan Indonesia diwarisi APBN hingga beberapa kali lipat seperti yang dilakukan SBY di akhir periode.

 

"Kalau Pak SBY memberikan APBN kepada Pak Jokowi Rp 1.900 triliun, saya katakan kemarin 4 kali lipat, kalau nanti 2024 Pak Jokowi turun APBN bisa Rp 6.000 triliun, saya cium kaki Pak Jokowi!" tegas Jansen menambahkan.

 

Pernyataan ini jelas memicu beragam reaksi, termasuk dari politikus PDI Perjuangan Adian Napitupulu yang juga hadir di acara yang sama. "Bisa kita kembali ke topik? Kenapa jadi promosi pendapatan negara?" protes Adian.

 

AHY Klaim Pemerintahan Jokowi Cuma Gunting Pita 

AHY menyindir pedas pemerintahan Jokowi yang dinilai "menjual" pembangunan infrastruktur masif. Pasalnya AHY berpendapat pembangunan itu terjadi dan selesai di era Jokowi setelah didahului dengan landasan yang kuat di era SBY.

 

"Setahun gunting pita kira-kira masuk akal nggak? Ya kita nggak perlu juga diapresiasi tapi jangan mengatakan, 'Ini kehebatan kita, satu tahun gunting pita'. Itu namanya claiming sesuatu yang .. ya kadang-kadang saya speechless juga mengatakannya," ujar AHY ketika memberi pidato pengarahan di Rapimnas Demokrat 2022 di JCC Jakarta, Kamis (15/9/2022).

 

Namun pendapat ini dikritik balik oleh Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ade Irfan Pulungan. "Kalau pernyataan AHY seperti itu tentu juga dia harus refleksi diri lagi pada saat misalnya awal pemerintahan Pak SBY dia juga melanjutkan pemerintahan sebelumnya," terang Ade.

 

"Emang harus seperti itu kan (melanjutkan), namanya juga pemerintahan Republik Indonesia, Presiden juga Presiden Republik Indonesia. Tentunya dia bekerja untuk rakyat Indonesia, untuk negara Indonesia," lanjutnya. (suara)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.