Bocor di Medsos Data Pribadi Jokowi - Ma'ruf, Siapa Penyebarnya?
SANCAnews.id – Netizen dunia maya diramaikan munculnya screenshot
obrolan di grup Telegram Bjorkanism. Di sana terlihat, akun dengan ID Bjorka
mengaku ingin menyebarkan identitas Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin,
dengan nada ancaman serta intimidatif.
Screenshot pembicaraan di grup
Telegram itu disebar oleh akun Twitter @darktracer_int, yang melaporkan hacker
Bjorka mengancam dalam waktu dekat akan melakukan hal tersebut.
Nama hacker Bjorka identik dengan
dalang di balik bocornya 1,3 miliar data registrasi SIM Card, data IndiHome,
serta PLN di forum hacker.
DarkTracer pun saat ini tengah
berupaya melakukan profiling terhadap sosok di balik akun Telegram bernama
Bjorka ini. Nama tersebut disebut sudah lama menargetkan Indonesia sejak tahun
2020.
Hingga saat ini, belum diketahui
dari mana hacker mendapatkan identitas Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin.
Hacker terancam sanksi hukum dan
pidana
Kementerian Kominfo sebelumnya
telah mewanti-wanti siapa saja hacker yang mencoba mencuri data pribadi masyarakat
Indonesia, akan terancam hukuman pidana. Sanksi tersebut diambil jika perbuatan
itu merugikan masyarakat.
Direktur Jenderal Aplikasi
Informatika (Dirjen Aptika) Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan menyebut, usaha
negara untuk membangun ruang digital yang lebih maju adalah salah satu upaya
agar masyarakat tak dirugikan lagi ke depannya.
“Indonesia ini kan sedang
membangun ruang digitalnya. Kita pastinya ingin ini bisa diperbaiki dan
memberikan kemajuan, tapi jangan sampai masyarakat dirugikan,” jelas Semuel
dilansir dari Kumparan.com, Sabtu, 10 September 2022.
Karena itu Semuel memberi
ultimatum siapa saja hacker yang telah membobol hingga data-datanya beredar di
forum hacker akan berhadapan dengan hukum.
Bagi yang nge-hack pastinya kamu
berhadapan dengan hukum, bukan dengan saya. Masyarakat yang dirugikan kamu
berhadapan dengan hukum.
“Denda dan perdata, ya, bukan
hanya denda. Tanggung jawabnya dua kalau yang kebocoran. Tapi yang melakukan
yang pidana.”
Adanya sanksi tersebut juga
dipertegas dengan tanggapan Menteri Kominfo Johnny G. Plate. Penyelenggara
Sistem Elektronik yang dianggap tak bisa menjaga data pribadi masyarakat akan
diberi hukuman juga.
“Bagi pelanggar hukum maka di
(RUU) PDP diatur sanksi pidana maupun denda. Pidana hukuman badan atau sanksi
denda macam-macam bentuknya,” jelas Plate.
Saya ingatkan pengendali pemroses
data agar security enkripsi yang memadai agar bisa tahan serangan siber. Bila
terjadi pelanggaran penggunaan data pribadi sanksi dendanya cukup tinggi
terhadap korporasi apalagi kalau dimanfaatkan untuk mengambil manfaat ekonomi.
Data Jokowi pernah ramai beredar di Internet
Dugaan kebocoran data pribadi
Jokowi pernah terjadi pada tahun 2021. Saat itu muncul foto NIK hingga
sertifikat vaksin Jokowi di dunia maya. Foto tersebut tertulis bahwa Presiden
Jokowi sudah melakukan vaksinasi dosis kedua, sehingga sertifikat dikeluarkan
pada tanggal 27 Januari 2021.
Tidak hanya itu, bocornya
sertifikat vaksin Jokowi juga turut mengungkap bahwa data NIK presiden ke-7 RI
itu telah tersebar luas di internet. Banyak netizen mempertanyakan soal
perlindungan data pribadi mereka, jika melihat data orang nomor satu di
Indonesia saja bisa tersebar luas.
Ismail Fahmi, Pendiri Drone
Emprit and Media Kernels Indonesia, sempat mengatakan kepada kumparanTECH,
bahwa tersebarnya data NIK KTP hingga sertifikat vaksin Jokowi membuktikan
bahwa perlindungan data pribadi di Indonesia sangat lemah.
"Di Indonesia (data pribadi)
memang sudah bocor. Saya melihat, sangat lemah perlindungan data pribadinya.
Presiden bocor, warga masyarakat juga," kata Ismail kepada kumparan.
Lemahnya perlindungan data
pribadi di Indonesia dapat dilihat dari bagaimana data KTP digunakan secara
sembarangan, menurut Ismail. Dia menyoroti bahwa mulai dari platform digital,
acara RT dan RW, hingga pembagian bantuan sosial mensyaratkan fotokopi KTP,
foto KTP, atau selfie dengan KTP.
Artinya, data KTP di Indonesia
diperlakukan sebagai data umum. Padahal, data KTP seharusnya diperlakukan
sebagai data privat.
"Jadi, data-data (KTP) itu,
di Indonesia, menurut saya, melihat itu bukan data pribadi. Saya coba melihat,
kenapa bisa seperti ini? Karena di tahun 2018 sendiri, lihat cuitan saya, itu
bahkan dari Dirjen Dukcapil sendiri (menganggap) KTP bukan data rahasia,"
kata Ismail.
"Bisa jadi, (kebocoran data)
ini karena memang cara pandang dari Kemendagri juga begitu. Jadi, memang cara
pandang kita terefleksi dari cara pandang Dirjen Dukcapil Pak Zudan, pada tahun
2018 itu, (KTP) itu bukan data rahasia," tegasnya. (kumparan)