Latest Post


SANCAnews.id – Pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati soal anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) bengkak hingga Rp 502,4 triliun bisa digunakan untuk membangun rumah sakit dinilai tidak tepat.

 

Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun berpendapat, Sri Mulyani terlalu mendramtisir masalah, seolah-olah anggaran subsidi BBM benar-benar tidak tepat sasaran.

 

"Padahal enggak ada datanya yang menunjukkan 70 persen BBM dinikmati orang kaya, data kuantitatif siapa saja mereka. Buat saya, ini dramatisasi dan imajinasi," ujar Ubedilah Badrun saat ditemui di kawasan Tebet, Pancoran, Jakarta Selatan, Kami kemarin (8/9).

 

Tanpa penjelasan yang lebih rinci mengenai 70 persen anggaran subsidi BBM dikonsumsi oleh orang kaya, Sri Mulyani dianggap berlalibi dan ingin memberi kesan "pemerintah merakyat" dengan menyebut nilai Rp 502,4 triliun subsidi BBM bisa dipakai untuk membangun ribuan rumah sakit.

 

"Logika sederhananya memang uang triliunan pasti bisa dipakai untuk membangun rumah sakit. Tapi konsep negara kita kan enggak pakai logika itu," tuturnya.

 

Logika pengelolaan keuangan negara yang berjalan di rezim Preside Joko Widodo saat ini, kata Ubed, lebih kepada kepentingan kelompok. Hal itu terlihat saat pemerintah lebih mengedepankan proyek-proyek infrastruktur dibanding pemulihan ekonomi di tataran masyarakat.

 

"Apa artinya? Rezim ini lebih mementingkan pembangunan IKN dibanding tidak memikirkan penderitaan rakyat. Ini kan keliru," cetusnya.

 

Maka dari itu, Ubed memberikan perumpaan yang lebih tepat untuk menggambarkan ketidaktepatan pernyataan Sri Mulyani soal anggaran subsidi BBM bisa digunakan untuk membangun rumah sakit.

 

"Logikanya bagaimana membuat rakyat sejahtera. Bahkan kalau saya mau bilang, uang ratusan triliun yang dikorupsi bisa melahirkan 20 ribu profesor. Itu lebih berguna bagi bangsa dan negara ini. Benahi dululah korupsinya itu Sri Mulyani," tandasnya. (rmol)


SANCAnews.id – Perkembangan terbaru peristiwa berdarah pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo, AKP Dyah Candrawati diduga terlibat kasus Ferdy Sambo.

 

Berikut sosok AKP Dyah Candrawati, polwan pertama yang jalani sidang kode etik di kasus Ferdy Sambo. AKP Dyah Candrawati harus menerima nasib dijatuhi hukuman etika dan administratif terkait kasus pembunuhan berencana Brigadir J alias Yosua Hutabarat. 

 

Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Nurul Azizah membongkar peran pelanggar kode etik AKP Dyah Candrawati dalam pusaran kasus Irjen Ferdy Sambo. 

 

Adapun Irjen Ferdy Sambo tersangkut perkara pembunuhan berencana dan obstruction of justice atau menghalangi penyidikan kasus Brigadir J alias Yosua Hutabarat.

 

Dalam perkara Ferdy Sambo, AKP Dyah Candrawati diduga melanggar ketidakprofesionalan dalam pengelolaan senjata api dinas.  Menurut Kombes Nurul, perkara tersebut memang menyangkut olah tempat kejadian perkara (TKP) Duren Tiga, Jakarta Selatan.

 

"AKP DC terbukti bersalah atas ketidakprofesionalan dalam pengelolaan senjata api. Itu terkait peristiwa di Duren Tiga," kata Kombes Nurul di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (8/9/2022).  Kombes Nurul menjelaskan pihaknya belum bisa merinci lebih lanjut terkait peran AKP Dyah Candrawati.

 

Sebab, dia menuturkan hal tersebut menjadi materi Komisi Kode Etik Polri (KKEP).  "Itu saja karena materi sidang KKEP," jelasnya. 

 

Adapun pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo dilakukan dengan penembakan yang mana sebelumnya dianggap baku tembak.  Dalam peristiwa itu, ajudan Ferdy Sambo, Bharada E alias Richard Eliezer diperintah untuk menembak Brigadir J.

 

Sementara itu, status Bharada E masih dianggap paling rendah dalam tingkatan ajudan sehingga kepemilikan senjata api dipertanyakan.  Meski demikian, Kombes Nurul enggan menyikapi pertanyaan terkait keterlibat AKP Dyah Candrawati dalam ketidakprofesionalan pengelolaan senjata api.

 

Sosok Dyah Candrawati AKP Dyah Candrawati berpangkat perwira pertama Ajun Komisari Polisi. AKP Dyah Candrawati diketahui pernah bertugas di Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. A

 

Dyah Candrawati menjabat sebagai Perwira urusan Sub Bagian Sumber Daya Manusia bagian Perencanaan dan Administrasi (Paur Subbagsumda Bagrenmin) Divpropam Polri.

 

AKP Dyah Candrawati terbukti melanggar Pasal 5 Ayat 1 Huruf C Parpol Nomor 7 Tahun 2022 Komisi Kode Etik Polri (KKEP) menjatuhkan putusan bersalah kepada AKP Dyah Candrawati terkait kasus ketidakprofesionalan dalam menjalankan tugas kasus Ferdy Sambo. 

 

Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Nurul Azizah mengatakan sidang KKEP terhadap AKP Dyah Candrawathi telah usai selama lebih kurang enam jam di Gedung TNCC, Jakarta Selatan. 

 

"Sidang kode etik terhadap AKP DC berlangsung sejak pukul 11.00 WIB hingga 17.00 WIB. Jadi, lebih kurang enam jam menjalani sidang," ujar Kombes Nurul Azizah di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (8/9/2022). 

 

Menurut dia, AKP Dyah Candrawati disidang dalam klasifikasi pelanggaran sedang, yaitu ketidakprofesionalan dalam pengelolaan senjata api dinas. 

 

Kombes Nurul menjelaskan AKP Dyah Candrawati terbukti melanggar Pasal 5 Ayat 1 Huruf C Parpol Nomor 7 Tahun 2022 menjalankan tugas wewenang dan tanggung jawab secara profesional. 

 

"Hasil sidang AKP DC, KKEP menjatuhkan sanksi etika perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela," jelasnya. 

 

Selanjutnya, hukuman AKP Dyah Candrawati berupa membuat permohonan maaf secara lisan dan tertulis di depan KKEP. 

 

Selain itu, Kombes Nurul mengatakan pelanggar mendapat sanksi administratif berupa mutasi yang bersifat demosi. 

 

"Itu selama satu tahun," imbuhnya. 

 

Adapun Dyah Candrawathi diduga melanggar kode etik dalam penyidikan kasus pembunuhan berencana Brigadir J alias Yosua Hutabarat di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. 

 

"Perkara yang ada di Duren Tiga," tambahnya. 

 

Sebelumnya, Polri menjadwalkan Sidang Kode Etik dan Profesi Polri terhadap AKP Dyah Candrawati selaku Paurlog Bagrenmin Divisi Propam Polri. Terperiksa diduga melanggar kode etik dalam kasus Irjen Pol Ferdy Sambo.

 

"Tidak ada keterkaitannya dengan obstruction of justice. Besok akan digelar juga sidang kode etik AKP DC atau AKP C," ujar Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo kepada wartawan, Rabu (7/9/2022).

 

Lebih lanjut Dedi mengungkapkan, pelanggaran yang diduga dilakukan oleh AKP Dyah Candrawati dalam kasus Ferdy Sambo termasuk kategori sedang.

 

Jenderal bintang dua ini juga belum menginformasikan para saksi yang akan dihadirkan dalam sidang etik besok.

 

"Ini hanya pelanggaran kode etik yang diklasifikasikan masuk kategori sedang," ucapnya "Dan besok akan digelar tentunya keputusannya menunggu besok," sambungnya.(tvone)


SANCAnews.id – Pengacara Bripka Ricky Rizal Wibowo, Erman Umar, mengungkap fakta baru soal peristiwa yang terjadi di rumah Irjen Ferdy Sambo di Magelang, Jawa Tengah pada 7 Juli 2022. Erman menyatakan bahwa kliennya sempat melihat asisten rumah tangga Sambo, Kuat Ma'ruf mengacungkan pisau kepada Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat.

 

Erman menyatakan peristiwa itu berawal ketika Ricky sedang menuju ke SMA Taruna Nusantara, sekolah dua anak Sambo, bersama Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Di perjalanan, Richard mendapat telepon dari Putri Candrawathi, istri Sambo, untuk segera kembali ke rumah.

 

Setibanya di rumah, Ricky yang tidak melihat penghuni rumah di lantai satu langsung beranjak ke lantai dua. Menurut Erman, saat itu Ricky melihat Kuat Ma’ruf dan Yosua terlibat perselisihan. Kuat sempat mengacungkan pisau kepada Yosua yang mencoba masuk ke kamar Putri. Gagal masuk ke kamar, Yosua lantas lari.

 

“Klien saya bertanya ke Kuat ada apa? Dijawab oleh Kuat tidak tahu itu si Josua ngapain kok ditanya lari,” katanya meniru ucapan kliennya.

 

Ricky mendapat perintah dari Putri untuk memanggil Yosua

 

Erman menuturkan, Ricky Rizal sempat mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan menemui Putri Candrawathi di kamar dan menanyakan apa yang terjadi. Namun, pertanyaan itu tidak mendapat jawaban, yang ada Putri menanyakan balik di mana Yosua.

 

Ricky kemudian memanggil Yosua atas perintah Putri. Yosua kemudian masuk ke kamar Putri. Ricky lantas pergi ke luar kamar dan tidak mendengar apa yang dibicarakan di antara keduanya.

 

Erman menyatakan tak tahu menahu soal pelecehan yang dilakukan Yosua terhadap Putri.

 

“Bripka Ricky sempat bertanya kepada Josua ada apa, tapi dijawab sudah tidak ada apa-apa Bang. Jadi selama di Magelang, Bripka Ricky Rizal tidak mendapatkan informasi tentang pelecehan,” ujar dia.

 

Cerita versi Ricky ini berbeda dengan apa yang diungkap oleh Ferdy Sambo dalam Berita Acara Pemeriksaan yang sempat dilihat oleh Tempo. Menurut Ferdy, Putri bercerita kepadanya bahwa Yosua sempat masuk ke kamar dengan membuka paksa kunci kamar.

 

Setelah itu, Yosua disebut melakukan pelecehan dan memperkosa Putri. Bahkan, Putri menceritakan kepada Sambo bahwa Yosua sempat membantingnya saat mencoba melawan.

 

"Kemudian istri saya tergeletak di pintu kamar mandi dan minta tolong kepada Saudari Susi dan Saudara Kuat, mereka menyaksikan istri saya tergeletak di depan kamar mandi," kata Sambo dalam BAP itu.

 

Peristiwa di Magelang ini disebut sebagai latar belakang pembunuhan Brigadir J yang terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI sempat menyatakan ada dua kemungkinan terkait peristiwa tersebut, yaitu pelecehan atau perselingkuhan.

 

Ricky menolak perintah menembak Brigadir J dan mengaku tak melihat jelas peristiwa itu 

Soal peristiwa penembakan, Erman pun mengakui bahwa kliennya sempat diminta Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J dalam pertemuan di rumah Jalan Saguling III. Hanya saja, permintaan itu ditolak oleh Ricky.

 

Erman menjelaskan kliennya menolak perintah atasannya itu karena tidak berani dan tidak kuat. Hingga kemudian diminta untuk memanggil Bharada E.

 

Erman mengatakan kliennya tidak terpikir akan ada penembakan Brigadir J terlebih dilakukan di rumah dinas. Pada saat diminta Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J, Ricky sempat berpikir ada peristiwa apa yang sebenarnya terjadi.

 

“Bripka Ricky dalam hati sempat bertanya apa benar mau ditembak, karena menurut dia pasti mau minta klarifikasi lagi. Kalau toh misalnya kejadian (ditembak, red.) apa mungkin terjadi di rumah dinas,” kata dia.

 

Pada saat penembakan terjadi di TKP Rumah Dinas Duren Tiga, lanjutnya, Ricky tidak melihat secara langsung apakah Ferdy Sambo menembak. Alasannya, dia berdiri di belakang Bhadara E, dan tidak terlalu ingat berapa tembakan yang dilepaskan ke tubuh Brigadir J.

 

Pada saat Richard mulai menembak, Ricky disebut tengah menjawab panggilan lewat Handy Talkie (HT) yang masuk dari ajudan lain yang menanyakan ada kejadian apa.

 

Saat jeda menerima panggilan tersebut, Ricky tidak melihat wajah Brigadir J, karena posisi terhalang kulkas. Ketika selesai menjawab panggilan dan berbalik melihat ke arah Bharada E, didapati Ferdy Sambo menembak ke arah dinding.

 

“Jadi beberapa kali ditanya, Bripka Ricky tidak melihat Ferdy Sambo menembak Brigadir J. Cuma melihat Pak Sambo tembak dinding, bisa saja apa yang terjadi sebelumnya,” katanya.

 

Menurut dia, apa yang disampaikan kliennya adalah peristiwa yang sebenarnya dilihat, didengar, dan disaksikan. Keterangan yang disampaikan pun telah diuji menggunakan uji kebohongan (poligraf).

 

Karena itu, Erman menilai Bripka Ricky Rizal tak layak menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Erman menyebut Ricky hanya korban dari skenario mantan atasannya, Irjen Pol Ferdy Sambo.

 

“Kalau menurut saya, posisi klien saya pantasnya sebagai saksi, pertama dia tidak punya mens rea (niat jahat), disuruh nembak tidak berani dia,” kata dia. (tempo)


SANCAnews.id – Pemerintah diminta mengedepankan skala prioritas dalam mengeluarkan kebijakan keuangan negara. Seperti kebijakan menaikkan subsidi BBM yang  dinilai bukanlah langkah terbaik untuk menyelamatkan APBN.

 

Pemerintah seharusnya menekan proyek-proyek yang tidak berdampak besar bagi masyarakat, seperti pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang mengalami pembengkakan pembiayaan, dan juga pembangunan Ibukota Negara (IKN) baru yang menelan uang negara cukup besar.

 

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menuturkan jika pemerintah merasa terbebani dengan BBM bersubsidi, seharusnya pemerintah mampu berpikir praktis dengan mengeyampingkan proyek-proyek yang sama sekali tidak ada manfaatnya bagi masyarakat luas.

 

"Penting untuk pemerintah untuk melakuakn asas prioritas dalam penggunaan APBN. Misalnya, kasus Kereta Cepat Jakarta-Bandung,” kata Hidayat kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (8/9).

 

Pada proyek kereta cepat, kata Hidayat, pemerintah telah berjanji tidak akan menyentuh APBN untuk pembangunannya. Namun, setelah China angkat tangan, maka beban pembangunan megaproyek tersebut diberikan kepada pemerintah.

 

Seharusnya, pemerintah tidak melanjutkan proyek tersebut dan lebih mengedepankan kepentingan rakyat dengan menambah subsidi BBM yang dampaknya luas dan besar bagi kehidupan masyarakat.

 

"Harusnya, APBN itu tidka dipakai yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan kepentingan rakyat gitu,” katanya.

 

Untuk IKN, kata Hidayat, pada saat kampanye, Jokowi tidak pernah menyinggung hal tersebut, sehingga tidak perlu dilanjutkan  proyek IKN ke depan dan membatalkan kenaikan BBM.

 

"IKN tidak ada dalam janji-janji Pak Jokowi waktu pilpres. Awalnya dikatakan tidak pakai APBN, sekarang kok muncul tinggi banget, ada yang menyebut di atas Rp. 100 triliun tinggi banget,” tutupnya. (*)


SANCAnews.id – Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Komaruddin mengatakan, sejauh ini sudah ada 6 orang massa aksi yang ditangkap dalam demonstrasi penolakan kenaikan BBM.

 

Komaruddin mengatakan, 6 orang tersebut adalah anggota Gerakan Pemuda Islam (GPI). Ia mengatakan bahwa 6 orang tersebut sudah ditangkap pada aksi yang dilakukan pada Senin (5/9) lalu saat melakukan demonstrasi penolakan kenaikan BBM di Patung Kuda.

 

“Kalau gak salah dari elemen GPI,” ujarnya kepada wartawan di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (8/9).

 

Ia menambahkan, alasan penangkapan adalah karena tindakan orang-orang tersebut dianggap sudah di luar batas.

 

“Yang kami nilai itu sudah membahayakan dan mengganggu ketertiban umum,” katanya.

 

Hingga saat ini, menurut Komaruddin, 6 orang tersebut masih ditahan dan menjalani pemeriksaan intensif di Polda Metro Jaya.

 

“Saat ini sedang menjalani pemeriksaan di Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya,” pungkasnya.

 

Namun begitu, diketahui bahwa penangkapan massa aksi demo penolakan kenaikan BBM tersebut hanya terjadi pada Senin (5/9). Di hari-hari berikutnya, termasuk demonstrasi yang dilangsungkan hari ini tidak ada massa aksi yang ditangkap.

 

Sebelumnya, pemerintah resmi mengumumkan kenaikan harga BBM subsidi dan subsidi, meliputi Pertalite, solar, dan Pertamax pada, Sabtu (3/9) dan mulai berlaku pukul 14.30 WIB.

 

Kenaikan harga BBM tersebut diumumkan oleh Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam konferensi persnya disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube, Sekretariat Presiden pada Sabtu (3/9).

 

Arifin menyebut, harga Pertalite berubah menjadi Rp 10.000 dari sebelumnya Rp 7.650 sementara untuk Solar menjadi Rp 6.800 dari sebelumnya Rp 5150. Sedangkan Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter.

 

“Hari ini tanggal 3 September 2022 pukul 13.30 pemerintah memutuskan untuk menyesuaikan harga BBM subsidi antara lain, Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, kemudian Solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter,” pungkasnya. (jawapos

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.