Latest Post


SANCAnews.id – Perkembangan terbaru peristiwa berdarah pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo, AKP Dyah Candrawati diduga terlibat kasus Ferdy Sambo.

 

Berikut sosok AKP Dyah Candrawati, polwan pertama yang jalani sidang kode etik di kasus Ferdy Sambo. AKP Dyah Candrawati harus menerima nasib dijatuhi hukuman etika dan administratif terkait kasus pembunuhan berencana Brigadir J alias Yosua Hutabarat. 

 

Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Nurul Azizah membongkar peran pelanggar kode etik AKP Dyah Candrawati dalam pusaran kasus Irjen Ferdy Sambo. 

 

Adapun Irjen Ferdy Sambo tersangkut perkara pembunuhan berencana dan obstruction of justice atau menghalangi penyidikan kasus Brigadir J alias Yosua Hutabarat.

 

Dalam perkara Ferdy Sambo, AKP Dyah Candrawati diduga melanggar ketidakprofesionalan dalam pengelolaan senjata api dinas.  Menurut Kombes Nurul, perkara tersebut memang menyangkut olah tempat kejadian perkara (TKP) Duren Tiga, Jakarta Selatan.

 

"AKP DC terbukti bersalah atas ketidakprofesionalan dalam pengelolaan senjata api. Itu terkait peristiwa di Duren Tiga," kata Kombes Nurul di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (8/9/2022).  Kombes Nurul menjelaskan pihaknya belum bisa merinci lebih lanjut terkait peran AKP Dyah Candrawati.

 

Sebab, dia menuturkan hal tersebut menjadi materi Komisi Kode Etik Polri (KKEP).  "Itu saja karena materi sidang KKEP," jelasnya. 

 

Adapun pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo dilakukan dengan penembakan yang mana sebelumnya dianggap baku tembak.  Dalam peristiwa itu, ajudan Ferdy Sambo, Bharada E alias Richard Eliezer diperintah untuk menembak Brigadir J.

 

Sementara itu, status Bharada E masih dianggap paling rendah dalam tingkatan ajudan sehingga kepemilikan senjata api dipertanyakan.  Meski demikian, Kombes Nurul enggan menyikapi pertanyaan terkait keterlibat AKP Dyah Candrawati dalam ketidakprofesionalan pengelolaan senjata api.

 

Sosok Dyah Candrawati AKP Dyah Candrawati berpangkat perwira pertama Ajun Komisari Polisi. AKP Dyah Candrawati diketahui pernah bertugas di Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. A

 

Dyah Candrawati menjabat sebagai Perwira urusan Sub Bagian Sumber Daya Manusia bagian Perencanaan dan Administrasi (Paur Subbagsumda Bagrenmin) Divpropam Polri.

 

AKP Dyah Candrawati terbukti melanggar Pasal 5 Ayat 1 Huruf C Parpol Nomor 7 Tahun 2022 Komisi Kode Etik Polri (KKEP) menjatuhkan putusan bersalah kepada AKP Dyah Candrawati terkait kasus ketidakprofesionalan dalam menjalankan tugas kasus Ferdy Sambo. 

 

Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Nurul Azizah mengatakan sidang KKEP terhadap AKP Dyah Candrawathi telah usai selama lebih kurang enam jam di Gedung TNCC, Jakarta Selatan. 

 

"Sidang kode etik terhadap AKP DC berlangsung sejak pukul 11.00 WIB hingga 17.00 WIB. Jadi, lebih kurang enam jam menjalani sidang," ujar Kombes Nurul Azizah di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (8/9/2022). 

 

Menurut dia, AKP Dyah Candrawati disidang dalam klasifikasi pelanggaran sedang, yaitu ketidakprofesionalan dalam pengelolaan senjata api dinas. 

 

Kombes Nurul menjelaskan AKP Dyah Candrawati terbukti melanggar Pasal 5 Ayat 1 Huruf C Parpol Nomor 7 Tahun 2022 menjalankan tugas wewenang dan tanggung jawab secara profesional. 

 

"Hasil sidang AKP DC, KKEP menjatuhkan sanksi etika perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela," jelasnya. 

 

Selanjutnya, hukuman AKP Dyah Candrawati berupa membuat permohonan maaf secara lisan dan tertulis di depan KKEP. 

 

Selain itu, Kombes Nurul mengatakan pelanggar mendapat sanksi administratif berupa mutasi yang bersifat demosi. 

 

"Itu selama satu tahun," imbuhnya. 

 

Adapun Dyah Candrawathi diduga melanggar kode etik dalam penyidikan kasus pembunuhan berencana Brigadir J alias Yosua Hutabarat di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. 

 

"Perkara yang ada di Duren Tiga," tambahnya. 

 

Sebelumnya, Polri menjadwalkan Sidang Kode Etik dan Profesi Polri terhadap AKP Dyah Candrawati selaku Paurlog Bagrenmin Divisi Propam Polri. Terperiksa diduga melanggar kode etik dalam kasus Irjen Pol Ferdy Sambo.

 

"Tidak ada keterkaitannya dengan obstruction of justice. Besok akan digelar juga sidang kode etik AKP DC atau AKP C," ujar Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo kepada wartawan, Rabu (7/9/2022).

 

Lebih lanjut Dedi mengungkapkan, pelanggaran yang diduga dilakukan oleh AKP Dyah Candrawati dalam kasus Ferdy Sambo termasuk kategori sedang.

 

Jenderal bintang dua ini juga belum menginformasikan para saksi yang akan dihadirkan dalam sidang etik besok.

 

"Ini hanya pelanggaran kode etik yang diklasifikasikan masuk kategori sedang," ucapnya "Dan besok akan digelar tentunya keputusannya menunggu besok," sambungnya.(tvone)


SANCAnews.id – Pengacara Bripka Ricky Rizal Wibowo, Erman Umar, mengungkap fakta baru soal peristiwa yang terjadi di rumah Irjen Ferdy Sambo di Magelang, Jawa Tengah pada 7 Juli 2022. Erman menyatakan bahwa kliennya sempat melihat asisten rumah tangga Sambo, Kuat Ma'ruf mengacungkan pisau kepada Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat.

 

Erman menyatakan peristiwa itu berawal ketika Ricky sedang menuju ke SMA Taruna Nusantara, sekolah dua anak Sambo, bersama Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Di perjalanan, Richard mendapat telepon dari Putri Candrawathi, istri Sambo, untuk segera kembali ke rumah.

 

Setibanya di rumah, Ricky yang tidak melihat penghuni rumah di lantai satu langsung beranjak ke lantai dua. Menurut Erman, saat itu Ricky melihat Kuat Ma’ruf dan Yosua terlibat perselisihan. Kuat sempat mengacungkan pisau kepada Yosua yang mencoba masuk ke kamar Putri. Gagal masuk ke kamar, Yosua lantas lari.

 

“Klien saya bertanya ke Kuat ada apa? Dijawab oleh Kuat tidak tahu itu si Josua ngapain kok ditanya lari,” katanya meniru ucapan kliennya.

 

Ricky mendapat perintah dari Putri untuk memanggil Yosua

 

Erman menuturkan, Ricky Rizal sempat mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan menemui Putri Candrawathi di kamar dan menanyakan apa yang terjadi. Namun, pertanyaan itu tidak mendapat jawaban, yang ada Putri menanyakan balik di mana Yosua.

 

Ricky kemudian memanggil Yosua atas perintah Putri. Yosua kemudian masuk ke kamar Putri. Ricky lantas pergi ke luar kamar dan tidak mendengar apa yang dibicarakan di antara keduanya.

 

Erman menyatakan tak tahu menahu soal pelecehan yang dilakukan Yosua terhadap Putri.

 

“Bripka Ricky sempat bertanya kepada Josua ada apa, tapi dijawab sudah tidak ada apa-apa Bang. Jadi selama di Magelang, Bripka Ricky Rizal tidak mendapatkan informasi tentang pelecehan,” ujar dia.

 

Cerita versi Ricky ini berbeda dengan apa yang diungkap oleh Ferdy Sambo dalam Berita Acara Pemeriksaan yang sempat dilihat oleh Tempo. Menurut Ferdy, Putri bercerita kepadanya bahwa Yosua sempat masuk ke kamar dengan membuka paksa kunci kamar.

 

Setelah itu, Yosua disebut melakukan pelecehan dan memperkosa Putri. Bahkan, Putri menceritakan kepada Sambo bahwa Yosua sempat membantingnya saat mencoba melawan.

 

"Kemudian istri saya tergeletak di pintu kamar mandi dan minta tolong kepada Saudari Susi dan Saudara Kuat, mereka menyaksikan istri saya tergeletak di depan kamar mandi," kata Sambo dalam BAP itu.

 

Peristiwa di Magelang ini disebut sebagai latar belakang pembunuhan Brigadir J yang terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI sempat menyatakan ada dua kemungkinan terkait peristiwa tersebut, yaitu pelecehan atau perselingkuhan.

 

Ricky menolak perintah menembak Brigadir J dan mengaku tak melihat jelas peristiwa itu 

Soal peristiwa penembakan, Erman pun mengakui bahwa kliennya sempat diminta Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J dalam pertemuan di rumah Jalan Saguling III. Hanya saja, permintaan itu ditolak oleh Ricky.

 

Erman menjelaskan kliennya menolak perintah atasannya itu karena tidak berani dan tidak kuat. Hingga kemudian diminta untuk memanggil Bharada E.

 

Erman mengatakan kliennya tidak terpikir akan ada penembakan Brigadir J terlebih dilakukan di rumah dinas. Pada saat diminta Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J, Ricky sempat berpikir ada peristiwa apa yang sebenarnya terjadi.

 

“Bripka Ricky dalam hati sempat bertanya apa benar mau ditembak, karena menurut dia pasti mau minta klarifikasi lagi. Kalau toh misalnya kejadian (ditembak, red.) apa mungkin terjadi di rumah dinas,” kata dia.

 

Pada saat penembakan terjadi di TKP Rumah Dinas Duren Tiga, lanjutnya, Ricky tidak melihat secara langsung apakah Ferdy Sambo menembak. Alasannya, dia berdiri di belakang Bhadara E, dan tidak terlalu ingat berapa tembakan yang dilepaskan ke tubuh Brigadir J.

 

Pada saat Richard mulai menembak, Ricky disebut tengah menjawab panggilan lewat Handy Talkie (HT) yang masuk dari ajudan lain yang menanyakan ada kejadian apa.

 

Saat jeda menerima panggilan tersebut, Ricky tidak melihat wajah Brigadir J, karena posisi terhalang kulkas. Ketika selesai menjawab panggilan dan berbalik melihat ke arah Bharada E, didapati Ferdy Sambo menembak ke arah dinding.

 

“Jadi beberapa kali ditanya, Bripka Ricky tidak melihat Ferdy Sambo menembak Brigadir J. Cuma melihat Pak Sambo tembak dinding, bisa saja apa yang terjadi sebelumnya,” katanya.

 

Menurut dia, apa yang disampaikan kliennya adalah peristiwa yang sebenarnya dilihat, didengar, dan disaksikan. Keterangan yang disampaikan pun telah diuji menggunakan uji kebohongan (poligraf).

 

Karena itu, Erman menilai Bripka Ricky Rizal tak layak menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Erman menyebut Ricky hanya korban dari skenario mantan atasannya, Irjen Pol Ferdy Sambo.

 

“Kalau menurut saya, posisi klien saya pantasnya sebagai saksi, pertama dia tidak punya mens rea (niat jahat), disuruh nembak tidak berani dia,” kata dia. (tempo)


SANCAnews.id – Pemerintah diminta mengedepankan skala prioritas dalam mengeluarkan kebijakan keuangan negara. Seperti kebijakan menaikkan subsidi BBM yang  dinilai bukanlah langkah terbaik untuk menyelamatkan APBN.

 

Pemerintah seharusnya menekan proyek-proyek yang tidak berdampak besar bagi masyarakat, seperti pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang mengalami pembengkakan pembiayaan, dan juga pembangunan Ibukota Negara (IKN) baru yang menelan uang negara cukup besar.

 

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menuturkan jika pemerintah merasa terbebani dengan BBM bersubsidi, seharusnya pemerintah mampu berpikir praktis dengan mengeyampingkan proyek-proyek yang sama sekali tidak ada manfaatnya bagi masyarakat luas.

 

"Penting untuk pemerintah untuk melakuakn asas prioritas dalam penggunaan APBN. Misalnya, kasus Kereta Cepat Jakarta-Bandung,” kata Hidayat kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (8/9).

 

Pada proyek kereta cepat, kata Hidayat, pemerintah telah berjanji tidak akan menyentuh APBN untuk pembangunannya. Namun, setelah China angkat tangan, maka beban pembangunan megaproyek tersebut diberikan kepada pemerintah.

 

Seharusnya, pemerintah tidak melanjutkan proyek tersebut dan lebih mengedepankan kepentingan rakyat dengan menambah subsidi BBM yang dampaknya luas dan besar bagi kehidupan masyarakat.

 

"Harusnya, APBN itu tidka dipakai yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan kepentingan rakyat gitu,” katanya.

 

Untuk IKN, kata Hidayat, pada saat kampanye, Jokowi tidak pernah menyinggung hal tersebut, sehingga tidak perlu dilanjutkan  proyek IKN ke depan dan membatalkan kenaikan BBM.

 

"IKN tidak ada dalam janji-janji Pak Jokowi waktu pilpres. Awalnya dikatakan tidak pakai APBN, sekarang kok muncul tinggi banget, ada yang menyebut di atas Rp. 100 triliun tinggi banget,” tutupnya. (*)


SANCAnews.id – Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Komaruddin mengatakan, sejauh ini sudah ada 6 orang massa aksi yang ditangkap dalam demonstrasi penolakan kenaikan BBM.

 

Komaruddin mengatakan, 6 orang tersebut adalah anggota Gerakan Pemuda Islam (GPI). Ia mengatakan bahwa 6 orang tersebut sudah ditangkap pada aksi yang dilakukan pada Senin (5/9) lalu saat melakukan demonstrasi penolakan kenaikan BBM di Patung Kuda.

 

“Kalau gak salah dari elemen GPI,” ujarnya kepada wartawan di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (8/9).

 

Ia menambahkan, alasan penangkapan adalah karena tindakan orang-orang tersebut dianggap sudah di luar batas.

 

“Yang kami nilai itu sudah membahayakan dan mengganggu ketertiban umum,” katanya.

 

Hingga saat ini, menurut Komaruddin, 6 orang tersebut masih ditahan dan menjalani pemeriksaan intensif di Polda Metro Jaya.

 

“Saat ini sedang menjalani pemeriksaan di Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya,” pungkasnya.

 

Namun begitu, diketahui bahwa penangkapan massa aksi demo penolakan kenaikan BBM tersebut hanya terjadi pada Senin (5/9). Di hari-hari berikutnya, termasuk demonstrasi yang dilangsungkan hari ini tidak ada massa aksi yang ditangkap.

 

Sebelumnya, pemerintah resmi mengumumkan kenaikan harga BBM subsidi dan subsidi, meliputi Pertalite, solar, dan Pertamax pada, Sabtu (3/9) dan mulai berlaku pukul 14.30 WIB.

 

Kenaikan harga BBM tersebut diumumkan oleh Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam konferensi persnya disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube, Sekretariat Presiden pada Sabtu (3/9).

 

Arifin menyebut, harga Pertalite berubah menjadi Rp 10.000 dari sebelumnya Rp 7.650 sementara untuk Solar menjadi Rp 6.800 dari sebelumnya Rp 5150. Sedangkan Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter.

 

“Hari ini tanggal 3 September 2022 pukul 13.30 pemerintah memutuskan untuk menyesuaikan harga BBM subsidi antara lain, Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, kemudian Solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter,” pungkasnya. (jawapos


 

OLEH: SALAMUDDIN DAENG 

HARGA minyak mentah seharusnya tidak perlu ditakutkan oleh pemerintah, asal pemerintah serius menjaga nilai tukar dan menguatkannya terhadap mata uang asing terutama terhadap dolar AS. Carahya banyak. Asal berani saja.

 

Pada masa pemerintahan SBY, rata-rata nilai tukar rupiah sebesar Rp 8.000 per dolar AS. Kalau harga minyak sekarang 90 dolar AS, maka biaya pokok minyak mentah untuk menghasilkan BBM Rp 4.500 per liter BBM. Waktu itu Menteri keuangan SBY adalah Sri Mulyani. Karena kepotong kasus Century, jadi Sri Mulyani tidak menjadi menteri lagi.

 

Sri Mulyani kembali di zaman Jokowi tapi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ambruk menjadi Rp 14.750 per dolar AS. Meski harga minyak mentah sama 90 dolar AS per barel seperti zaman SBY dulu, tapi biaya pokok minyak mentah untuk menghasilkan BBM naik dua kali lipat menjadi Rp 10.000 per liter BBM.

 

Jadi Bapak Presiden Jokowi cobalah perintahkan kepada Sri Mulyani sebagai menteri keuangan, agar diskusi dengan Gubernur BI bagaimana cara menguatkan kembali nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Karena sekarang ini Indonesia itu beli minyak menggunakan dolar. Bukan menggunakan Yuan atau Rubel.

 

Sri Mulyani mudah-mudahan bisa. Pengalaman belasan tahun menjadi menteri keuangan masa iya cuma bisanya membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus merosot. Sekali-kali Sri Mulyani tunjukkanlah kepintarannya dengan menaikkan nilai tukar rupiah ini.

 

Kalau bisa menguatkan nilai tukar rupiah menjadi Rp 1000 per dolar AS, maka biaya pokok minyak mentah untuk menghasilkan BBM hanya senilai Rp 500 per liter. Kalau Jokowi mau bisa melakukan ini. Kalau pembantunya tidak bisa coba cari yang bisa.

 

Jadi demikian jika nilai tukar Rp 1000 per dolar, maka biaya pokok Rp 500 per liter, ditambah PPN 11 persen, ditambah PBBKB 5 persen, ditambah pungutan BPH Migas, biaya pokok BBM hanya Rp 650-750 per liter.

 

Pertamina bisa jual pertalite Rp 5.000 per liter, untungnya bisa segaban.

 

Kalau sekarang dengan biaya pokok BBM  Rp 10.000 per liter (harga minyak mentah x kurs 14750 / 159 liter sebarel) maka ditambah PPN 11 persen.

 

Ditambah PBBKB 5 persen, ditambah pungutan BPH Migas, ditambah pungutan lain-lain, biaya pokok BBM mencapai 12 ribu sampai 13 ribu rupiah. Pertamina jual 10 ribu ya lama-lama Pertamina pecok. Ngono lo...

 

(Peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.