Latest Post


SANCAnews.id – Pengemudi ojek online atau Ojol bakal menggelar unjuk rasa siang ini. Dalam aksi kali ini ada tiga tuntutan yang bakal suarakan. Salah satunya menolak Keputusan Menteri Perhubungan KP 667 Tahun 2022 yang masih menerapkan sistem zonasi untuk tarif ojol.

 

Adapun aksi ini merupakan aksi gabungan dari Gabungan Asosiasi dan Aliansi Pengemudi Ojek Daring Indonesia, antara lain dari Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia, Organisasi Pengemudi Ojek Daring Tekab Indonesia, Aliansi Pengemudi Ojek Daring dari Laskar Malari, Patra Indonesia serta Masyarakat Online Seluruh Indonesia (MOSI).

 

Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia, Igun Wicaksono mengatakan aksi ini akan digelar pukul 15.00 WIB. Adapun titik kumpul untuk rasa berada di Patung Kuda Arjuna, Jakarta Pusat. Sementara pusat unjuk rasa akan dilakukan di depan Istana Merdeka.

 

"Titik kumpul di Patung Kuda. Ada sekitar 1.000 hingga 5.000 massa aksi. Mereka datang dari Sumatera, Jabodetabek dan Jawa," katanya kepada VOI, di Jakarta, Jumat, 9 September.

 

Igun mengatakan bahwa aksi penyampaian aspirasi ini ditujukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal ini lantaran suara para pengemudi ojol tidak didengar oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

 

"Kami akan menyampaikan keberatan kami ini langsung kepada Presiden RI. Karena berkali-kali kami menuntut kepada Kemenhub namun ternyata tidak juga digubris," ujarnya.

 

Tiga Tuntutan 

Ada tiga tuntutan yang bakal disuarakan para pengemudi ojol pada aksi unjuk rasa nanti. Pertama, meminta Presiden Jokowi untuk mendorong legalitas ojek daring masuk dalam Prolegnas DPR tahun 2022/2023.

 

"Ataupun Bapak Presiden RI dapat mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) untuk melegalkan ojek daring dalam waktu dekat di tahun 2022 ini karena sudah sangat mendesak status legal bagi ojek daring," dikutip dari keterangan resmi.

 

Kedua, gabungan Asosiasi dan Aliansi Pengemudi Ojek Daring Indonesia menolak Keputusan Menteri Perhubungan KP Nomor 667 Tahun 2022 yang masih menerapkan sistem zonasi untuk menentukan tarif ojol.

 

"Karena kami menginginkan agar tarif ojek daring dapat diserahkan regulasinya kepada regulator masing-masing daerah Provinsi dengan melibatkan Asosiasi Pengemudi Ojek Daring di setiap Provinsi di Indonesia," tulisnya.

 

Terakhir, gabungan Asosiasi dan Aliansi Pengemudi Ojek Daring Indonesia ini menuntut potongan sewa aplikasi yang dibebankan kepada pengemudi ojek daring oleh perusahaan aplikator maksimal 10 persen.

 

"Kami inginkan agar tarif ojek daring juga tidak naik terlalu tinggi dengan memotong biaya sewa aplikasi maksimal 10 persen agar penumpang kami juga tetap terjaga kemampuan membayar jasa ojek daring," katanya.

 

Adapun tiga tuntutan aspirasi ini akan disampaikan juga melalui surat tertulis langsung ke pihak Istana Presiden agar aspirasi dari gabungan asosiasi, organisasi dan aliansi pengemudi ojek daring dapat diterima oleh Presiden Jokowi dan dapat dipenuhi. (voi)



OLEH: HENDRI TEJA

TULISAN Bang Adian Napitupulu berjudul “Sebelum Demokrat Demo baiknya belajar matematika dan sejarah dulu” patut diluruskan. Karena banyak penyesatan logika di sana-sini.

 

Pertama, Adian mesti crosscheck data. Kenaikan BBM era SBY sangat tergantung harga minyak mentah dunia. Jika harga minyak mentah dunia naik, maka harga BBM naik, dan begitu sebaliknya.

 

Makanya, era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah menurunkan harga BBM premium hingga Rp 4.500 ketika harga minyak mentah dunia turun. Sementara, ketika harga minyak mentah dunia meroket sampai 128,08 dolar AS per barel, SBY mampu mempertahankan harga BBM Premium di angka Rp 6.000.

 

Bandingkan dengan era Jokowi yang mematok harga BBM Pertalite pada kisaran Rp 7.450-Rp 8.400 pada 2015-2018, padahal saat itu harga minyak dunia sedang nyungsep-nyungsepnya. Misalnya, pada Januari 2016, harga minyak mentah dunia jatuh ke titik terendah yaitu 27,02 dolar AS per barel, tapi harga BBM Pertalite tetap dipatok Rp 7.900.

 

Bisa anda bayangkan? Harga minyak mentah dunia lebih murah 100 dolar AS dari era SBY, tapi harga BBM era Jokowi justru lebih mahal Rp 1.900.

 

Kedua, jika mengacu pada UMP Jakarta 2013, ketika Jokowi masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dan ngotot menolak kenaikan BBM, pemerintahan SBY telah menetapkan peraturan terkait kebutuhan hidup layak sehingga UMP 2012 ke 2013 bisa naik 44 persen.

 

Bandingkan dengan kenaikan BBM tahun ini di mana UMP Jakarta 2022 cuma tumbuh 0,8 persen dari 2021. Tragisnya, setelah Anies merevisi UMP 2022 Jakarta sebesar 5,1 persen, dia malah digugat ke pengadilan.

 

Ketiga, apa pula maksud Adian membangga-banggakan pembubaran Petral? Bukankah Pertamina masih merugi? Bukankah Progam BBM 1 harga gagal? Bukankah harga BBM tetap mahal ketika harga minyak mentah dunia turun, tetapi naik ketika harga minyak mentah dunia naik? Jadi, apa sebenarnya dampak pembubaran Petral terhadap turunnya harga BBM? Enggak tampak juga kan?

 

Keempat, saya jadi bingung ketika Adian mengaitkan pembangunan jalan tol sebagai indikator kesuksesan seorang Jokowi. Bukankah mestinya ini jadi indikator kesuksesan Dirut BUMN Jasa Marga? Indikator kesuksesan presidennya mestinya beyond itu dong.

 

Bukankah maksud pembangunan jalan tol ini demi tujuan ekonomi, agar biaya logistik murah? Faktanya, hingga hari ini biaya logistik Indonesia masih yang termahal di ASEAN. Mengapa? Karena pengangkutan logistik via darat itu mahal.

 

Mestinya, jika yang dikembangkan adalah tol laut, satu janji Jokowi yang juga belum jelas realisasinya. Namun, menurut Faisal Basri, hari ini hanya sekitar 10 persen saja logistik di Indonesia yang diangkut lewat laut.

 

Dari penjelasan di atas maka era Jokowi sesungguhnya merupakan era tergerusnya keberpihakan pemerintah kepada rakyat kecil. Tragis memang.

 

Pasalnya, Jokowi dicitrakan sebagai petugas partai dari PDIP, yang selama ini mengklaim sebagai partai wong cilik. Bahkan PDIP sempat mengorganisasi unjuk rasa, menangis bombay, serta menolak BLT dan BSLM ketika harga BBM dinaikan tipis-tipis pada era SBY.

 

Saya menyarankan agar Bang Adian bisa lebih telisik membaca data, dan catatan sejarah sehingga tidak terjebak menjadi pendukung pemerintah yang membabi buta.

 

*(Penulis adalah Sekretaris Bakomstra DPP Partai Demokrat)



SANCAnews.id – Ada logika yang salah diterapkan pemerintah dalam menyikapi harga energi dalam negeri, khususnya bahan bakar minyak (BBM).

 

Baru-baru ini, Indonesia menaikkan harga BBM dalam negeri. Kebijakan ini pun dinilai tidak masuk akal lantaran tren harga minyak dunia sedang mengalami penurunan yang cukup signifikan.

 

Demikian disampaikan begawan ekonomi, Rizal Ramli dalam merespons sepak terjang pemerintah yang telah menaikkan harga hampir seluruh jenis BBM, mulai dari nonsubsidi hingga BBM subsidi.

 

"Kenaikan harga ini harus dibatalkan karena harga crude oil sudah turun. Dulu di awal perang Ukraina 100 dolar AS per barel, sekarang turun 87 dolar as per barel," kata Rizal Ramli, Kamis (8/9).

 

Indonesia sejatinya bergantung pada harga minyak dunia dalam menentukan BBM dalam negeri, khususnya nonsubsidi. Oleh karenanya, pemerintah Indonesia perlu meniru negara-negara lain yang sudah mulai menurunkan harga BBM di tengah tren penurunan minya dunia. 

 

"Harga cenderung on the way turun. Negara lain, Petronas (Malaysia) menurunkan, kita malah naikkan. Kebalik-balik ilmunya," tegas Rizal Ramli.

 

Terhitung Rabu (7/9), harga minyak dunia kembali terjun bebas ke level 80 dolar AS per barel.

 

"Menurut saya, batalkanlah kenaikan ini, biarkan masyarakat bernapas dulu supaya ekonominya pulih, nanti cari akal lain," tandasnya (rmol)



SANCAnews.id – Elektabilitas Ketua DPP PDI Perjuangan, Puan Maharani terancam mengalami penurunan jika tidak vokal menyampaikan penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

 

Apalagi bila melihat masa lalu, Puan menolak bahkan sempat menangis saat harga BBM naik di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu, Fraksi PDIP menolak tegas kenaikan harga BBM tersebut.

 

Namun di era Presiden Joko Widodo, Puan dan PDIP terkesan lemah saat melihat Presiden Jokowi menaikkan harga BBM subsidi. 

 

“PDIP lagi di-bully soal dulu nangis-nangis BBM era SBY naik. Sekarang kok diam saja. Saya melihat ini akan bisa menurunkan elektabilitas Puan Maharani," kata pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin kepada Kantor Berita Politik RMOL beberapa saat lalu, Kamis (8/9). 

 

Sikap diam Puan ini, kata Ujang, bisa dianggap sebagai sikap yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat.

 

Terlebih, posisi Puan Maharani sebagai Ketua DPR RI yang dinilai publik memiliki pengaruh tetapi membiarkan kenaikan harga BBM yang  tidak pro terhadap rakyat kecil.

 

“Di saat rakyat menjerit dan kesusahan karena kenaikan harga BBM, Puan sebagai Ketua DPR dan kandidat capres diam saja tak memperjuangkan hak rakyat. Tentu ya sedikit banyak akan menurunkan dan mengurangi elektabilitas Puan,” tandasnya. (*)


SANCAnews.id – Pemerintah didesak segera membatalkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi karena harga minyak dunia turun hingga 80 dolar AS per barel.

 

Angka tersebut, jauh di bawah besaran asumsi makro harga ICP yang ditetapkan dalam APBN Perubahan tahun 2022, yaitu sebesar 100 dolar AS per barel.

 

 "Dengan penurunan harga minyak dunia ini, maka alasan Pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi jadi tidak relevan dan sulit dinalar logika masyarakat," tegas anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, kepada wartawan, Kamis (8/9).

 

Atas dasar itu, Wakil Ketua FPKS DPR RI ini meminta pemerintah harus segera meninjau ulang kebijakan kenaikan BBM bersubsidi tersebut.

 

Menurutnya, tidak pantas pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi ketika patokan harga pokok produksi (HPP) terus turun.

 

“Logika kenaikan harga BBM bersubsidi karena melambungnya harga minyak dunia, makin tidak mendapat pembenaran," ujarnya. 

 

Mulyanto menjelaskan, sejak Juni 2022 sampai hari ini, data harga minyak dunia di oilprice.com terus mendekati angka 80 dolar AS per barel. Itu sebabnya Amerika, Malaysia dan beberapa negara lain dikabarkan telah menurunkan harga BBM mereka.

 

Bahkan di Indonesia sendiri, menyusul Pertamina, Shell dan VIVO, kemarin BP menurunkan harga jual BBM-nya.

 

"Jadi aneh kalau BBM bersubsidi kita malah naik, di tengah penurunan harga-harga BBM.  Logikanya kurang masuk," tandasny. (rmol)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.