Latest Post


SANCAnews.id – Salah satu tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat, Bharada E alias Richard Eliezer dinyatakan jujur ketika melewati poligraf atau lie detector.

 

Kuasa hukum Bharada E, Ronny Talapessy, angkat suara terkait hasil poligraf dari Puslabfor Polri untuk menguji keterangan para tersangka.

 

Menurut dia, hasil kejujuran Bharada E tidak mengejutkan karena sedari awal sudah berkata sebenarnya. "Sejak saya menjadi kuasa hukum Bharada E, dia memang keterangannya tidak pernah berubah.

 

Waktu tes lie detector ini saya sudah memprediksi bahwa dia jujur," kata Ronny seusai dihubungi, Kamis (8/9/2022). Ronny menjelaskan Bharada E lebih dulu menjalani tes dari psikolog guna menguji keterangan yang disampaikan.

 

Menurutnya, hasil pengujian tersebut telah didapat yang mana Bharada E ingin jujur mengungkap kasus tersebut sebagai justice collaborator. "Lalu, lie detector ini tidak berbeda dengan psikolog yang kami siapkan.

 

Bharada E ini memang jujur berdasarkan tes dari beberapa psikolog," jelasnya. Oleh karena itu, Ronny menyampaikan hasil lie detector dengan psikolog diharapkan bisa membantu penyidik.

 

Menurut dia, hasil tersebut bisa memperkuat alat bukti dalam persidangan, "Untuk kepentingan di peradilan, hasil asesmen psikolog yang tim lawyer siapkan mengatakan Bharada E ini jujur berdasarkan beberapa tes," imbuhnya. (tvone)


SANCAnews.id – Baru-baru ini, kuasa hukum keluarga Brigadir J, Martin Lukas Simanjuntak mengungkapkan salah satu sosok perwira yang menjalani sidang kode etik, sempat menemui Kamaruddin Simanjuntak untuk memintanya agar tidak terlalu vokal.

 

Seperti diketahui, Kamaruddin Simanjuntak memang sangat tegas dan berani blak-blakan dalam berbicara demi membela kliennya, Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

 

Martin Lukas Simanjuntak saat hadir dalam program Apa Kabar Indonesia Malam TvOne mengungkapkan bahwa ada salah satu perwira yang menemui Kamaruddin Simanjuntak.

 

“Sebenernya saya jujur ya, ketika mendengar 3 nama tersebut cukup kecewa. Salah satu dari mereka itu justru di tanggal 18, seinget saya ya, itu menemui abang kita, koordinator kita lah (Kamaruddin Simanjuntak)” ujar Martin, dalam program Apa Kabar Indonesia Malam TvOne, Selasa (6/9/2022).

 

Kedatangan perwira tersebut, ungkapnya, meminta agar kuasa hukum Brigadir J itu tidak terlalu vokal dalam kasus kematian kliennya.

 

“Hanya ingin silaturahmi dan juga mengatakan agar cooling down, supaya jangan terlalu keras dalam hal ini,” sambung Martin.

 

Ketika  ditanya oleh host mengenai sosok perwira yang dimaksud, Martin Lukas Simanjuntak enggan untuk menyebutkannya.

 

“Jangan nanti saja, ini kan berhubungan komunikasinya koordinator dengan beliau, ketemu di Jakarta (Kapolda) datang dari daerah. Kalau ini benar jujur saya kecewa, kenapa saya kecewa? Karena ternyata beliau ini bagian dari cheerleader menguatkan apa yang diperjuangkan,” kata Martin.

 

Mengenai tujuan perwira menemui Kamaruddin Simanjuntak, Martin menduga bahwa itu merupakan respon dari keterangan pihak kuasa hukum Brigadir  J yang terlalu tajam.

 

“Pada saat itu kan kita lapor tanggal 18, pada saat lapor kita ditemui media ya, dan itu kan penjabaran kita tajam sekali. Itu kita katakan ini bukan tembak-menembak ini bukan ancaman atau kekerasan seksual, yang benar adalah pembunuhan berencana,” pungkas Martin.

 

Ia menambahkan, entah pertemuan itu merupakan inisiatif, perwira tersebut mendatangi Koordinator Kuasa Hukum Brigadir J untuk meminta agar tidak terlalu keras. Namun dengan tegas Kamaruddin Simanjuntak menjawab, bahwa ia mewakili korban.

 

“Kan gempar itu republik pada tanggal 18, mungkin atas inisiatif sendiri atau berdasarkan kolega, beliau menemui abang kita (Kamaruddin Simanjuntak) bilang yaudahlah kita percayakan kepada tim yang dibentuk TimSus dan jangan terlalu keras. Tapi hebatnya bang Kamaruddin bilang, yaudah saya gak bicara tapi yang bicara kami” sambungnya.

 

Pengacara Brigadir J menyoroti sikap Penyidik dan Polisi yang terkesan hormat kepada Ferdy Sambo 

Salah satu pengacara Brigadir J, Mansur Febrian menyoroti perlakuan penyidik dan polisi lain terhadap Irjen Ferdy Sambo yang statusnya sudah jadi tersangka. Hal itu disampaikan dalam acara Apa Kabar Indonesia TvOne yang tayang pada Kamis (1/9/2022).

 

Mansur Febrian mempertanyakan soal rekontruksi pembunuhan Brigadir J yang masih mengarah kepada tuduhan pelecehan seksual.

 

“Pertanyaannya kemarin itu BAP yang digunakan untuk rekonstruksi itu milik siapa? Dari kelima tersangka ini BAP siapa yang digunakan? Awalnya Bharada E berbohong karena diiming-imingi sejumlah uang, kedua dijanjikan SP3,” pungkas Mansur Febrian.

 

Mansur Febrian juga menyoroti perlakuan terhadap Ferdy Sambo yang sudah berstatus tersangka.

 

“Kalau kita lihat sepintas di media, begitu hormatnya penyidik dan polisi yang lain kepada yang sudah pakai baju oranye (Ferdy Sambo) yang sudah dipecat loh itu,” lanjutnya.

 

Host menekankan sesuai pernyataan Ito Sumardi bahwa adanya faktor psikologis yang mempengaruhi para penyidik yang memiliki pangkat lebih rendah dibanding tersangka.

 

Dalam kesempatan yang sama, Mantan Kabareskrim Polri 2009-2011, Komjen Pol (Purn) Ito Sumardi memberikan tanggapan soal perbedaan dalam rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir J.

 

“Pertama saya ingin menyampaikan informasi dari aspek teknis dan aspek normatifnya mengapa dalam penyidikan kasus pembunuhan itu perlu adanya rekonstruksi untuk memperkuat dugaan terhadap tersangka, selain karena memang pembunuhan pasti korbannya meninggal.” ujar Ito Sumardi.

 

“Hingga nanti tujuan rekonstruksi ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang jelas bahwa betul terjadi kasus tindak pidana pembunuhan yang disangkakan dan untuk menguji kebenaran keterangan terdakwa maupun saksi,” sambungnya.

 

Ito menambahkan, dalam proses tersebut juga kemungkinan akan ada kendala psikologi, karena melibatkan orang-orang yang memiliki ikatan emosional.

 

“Kedua mungkin ada kendala psikologi, kenapa? Karena ini pelakunya semua orang dalam, atau dalam grup. Beda kalo kejadiannya itu melibatkan orang yang tidak mempunyai hubungan emosional, di sinilah dibutuhkan LPSK,” sambungnya.

 

Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo juga memberikan tanggapan soal kesaksian Bharada E atau Richard Eliezer yang tetap konsisten dan ´berdiri sendiri´ dibandingkan 4 tersangka lainnya.

 

“Memang ada sedikit satu situasi yang membuat Bharada E agak emosional pada proses rekonstruksi itu, saya tidak ingat yang mana, tapi dijelaskan bahwa kenapa tersangka yang lain ini dianggap oleh Bharada E tidak menceritakan yang sesungguhnya, itu yang membuat dia jengkel,” ungkap Hasto.

 

Hasto mengatakan bahwa Bharada E masih tetap on the track tetap pada keterangan yang diberikan. (tvone)


SANCAnews.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan berkas tersangka tersangka Putri Candrawathi dalam perkara kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J belum lengkap. Berkas akan dikembalikan ke penyidik Direktorat Reserse Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri.

 

Berkas perkara atas tersangka Putri baru masuk ke Kejagung pada Senin (29/8/2022). Kemudian setelah diteliti berkas dikatakan belum lengkap dan akan dikembalikan pada hari ini, Kamis (8/9/2022).

 

"Hari ini akan dikembalikan ke penyidik Tipidum Bareskrim Polri," ujar Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana saat dihubungi MNC Portal, Kamis (8/9/2022).

Sebelumnya, empat berkas perkara atas tersangka Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer atau E, Brigadir Ricky Rizal atau RR, dan Kuat Ma'ruf juga dikembalikan karena masih belum lengkap. Berkas dikembalikan ke Bareskrim Polri untuk dilengkapi.

 

Jampidum Kejaksaan Agung, Fadil Zumhana menyebut pihaknya akan segera mengembalikan berkas perkara keempat tersangka ke Bareskrim Polri untuk dilengkapi berdasar petunjuk yang telah diberikan oleh Jaksa Peneliti.

 

"Kami dalam proses pengembalian berkas perkara kepada penyidik karena masih ada yang harus diperjelas oleh penyidik tentang anatomi kasusnya, tentang kesesuaian alat bukti," ujar Fadil, Senin (29/8/2022).

 

Fadil menjelaskan bahwa berkas perkara para tersangka ini menjadi tanggung jawab jaksa untuk selanjutnya dibawa ke pengadilan sehingga harus dipastikan kelengkapan.

 

"Sehingga jaksa itu ketika membawa ke persidangan betul-betul berkas itu memenuhi syarat formil dan materil dan bisa dibuktikan," katanya.

 

Dalam kasus pembunuhan Brigadir J, Tim Khusus (Timsus) bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo total telah menetapkan lima orang tersangka. Kelimanya yakni Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi, Bharada E atau Richard Eliezer, Brigadir Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.

 

Bharada E dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan Juncto Pasal 55 KUHP dan 56 KUHP. Sementara, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Brigadir RR, dan KM dijerat dengan Pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana Subsider Pasal 338 Juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.

 

Keempatnya mendapat ancaman hukuman lebih tinggi dari Bharada E, yakni hukuman maksimal 20 tahun penjara atau pidana mati. (sindonews)


SANCAnews.id – Kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat yang menyeret Ferdy Sambo dan Putri Candrawahti sebagai tersangka sampai saat ini terus menjadi sorotan. Salah satunya yang menyoroti kasus ini adalah pegiat media sosial Jhon Sitorus.

 

Kali ini, ia menyoroti dugaan Ferdy Sambo dan anak buahnya ‘nobar’ CCTV pembunuhan Brigadir J.

 

Jhon Sitorus menilai Ferdy Sambo dan anak buahnya terlampau sadis dan menjadikan video CCTV pembunuhan Brigadir J  sebagai hiburan. Menurutnya, perbuatan seperti itu tidak bisa dimaklumi.

 

Diketahui sebelumnya, rekaman CCTV pembunuhan Brigadir J memang sudah dirusak kaki tangan Ferdy Sambo. Akan tetapi, sebelum dirusak dan dihilangkan, mantan Kadiv Propam serta anak buahnya sempat menonton bareng video peristiwa berdarah itu.

 

Ferdy Sambo setidaknya mengancam empat perwira yang bersama menonton video CCTV pembunuhan Brigadir J. Empat  perwira polisi ini antara lain Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, AKBP Ridwan Soplanit, dan AKBP Arif Rahman.

 

Adapun, sebanyak tiga perwira polisi ini sudah ditetapkan tersangka menghalangi penyidikan kasus Brigadir Joshua. Sementara AKBP Ridwan tidak ditetapkan tersangka.

 

Acara nonton bareng CCTV pembunuhan Brigadir J itudisebut terjadi pada Selasa (12/7/2022) pukul 02.00 WIB

 

AKBP Arif Rafman sempat mengulang pernyataan ancaman Ferdy Sambo kepadanya dan perwira lain. Pernyataan itu ia sampaikan dalam sidang etik Ferdy Sambo yang digelar di Gedung Transnational Crime Center Mabes Polri beberapa waktu lalu.

 

“Kalau bocor, berarti kalian berempat yang bocorin,” ancam Ferdy Sambo yang saat itu masih Kadiv Propam Polri.

 

Lantas pegiat media sosial Jhon Sitorus menuding bahwa adegan CCTV pembunuhan Brigadir J malah jadi hiburana bagi Ferdy Sambo dan anak buahnya.

 

“Sadis bener...cctv adegan penembakan Brigadir J ternyata jadi HIBURAN bagi Sambo dkk,” kata Jhon Sitorus di akun twitternya @Miduk17, dikutip pada Selasa (6/9/2022).

 

Menurutnya, hanya orang-orang yang terbiasa melakukan perbuatan sadis yang bisa menjadikan video pembunuhan sadis sebagai hiburan. Jhon mengatakan bahwa manusia normal mustahil melakukan hal seperti Ferdy Sambo dan anak buahnya.

 

“Hanya manusia yang "MAHIR MEMBUNUH" berani menjadikan rekaman pembunuhan sebagai tontonan,” tuturnya.

 

Jhon Sitorus lalu menegaskan bahwa hukuman mati adalah yang terbaik untuk Ferdy Sambo. Hal itu atas perbuatan sadis yang ia lakukan.

 

“Semakin meyakinkan jika hukuman MATI adl hukuman terbaik,” pungkas pegiat media sosial itu. (poskota)


SANCAnews.id – Pegiat hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar menanggapi laporan Komnas HAM soal kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Haris menilai seharusnya ada soal penyiksaan dalam laporan Komnas HAM itu

 

“Tapi saya ada catatan juga soal laporannya Komnas HAM, menurut saya ada penyiksaan.

 

Proses menuju peluru itu menyentuh tubuhnya Joshua itu ada intimidasi, ada pemaksaan itu torture pak dan itu sistematik dengan dalih bahwa ini Pasal 340 menuju pembunuhannya peristiwanya itu ada penyiksaan di sana, saya berani berdebat secara HAM dengan siapa pun," kata Haris Azhar dalam acara Catatan Demokrasi tvOne pada Selasa malam, 6 September 2022.

 

Haris menyebut, dalam terminologi HAM penyiksaan itu tidak bergantung pada hasil dokter forensik saja, penyiksaan juga tidak harus fisik.

 

"Penyiksaan itu tidak perlu harus fisik. Kita ini dulu udah puluhan kali advokasi penyiksaan. Maksud saya penyiksaan itu enggak harus fisik psikologi itu masuk,” ucap Haris.

 

Ia pun menyebutkan contoh-contoh penyiksaan yang tidak memakai kekerasan seperti penculikan dan hilangnya aktivis.

 

“Di rezim-rezim yang bengis gitu ya orang enggak diapa-apain, misalnya korban penculikan dan penghilangan aktivis tuh kalau kita baca kesaksiannya, mereka ditaruh di satu ruangan dipasangi lagu dangdut itu melulu diputerin itu kan kayak cuci otak. Nah itu masuk penyiksaan, torture," lanjutnya.

 

Kemudian Haris membaca laporan dari Komnas HAM dan merasa kecewa, karena dari laporan dari Komnas HAM tidak ada yang menyebutkan jika Brigadir J mendapat penyiksaan.

 

"Jadi saya kecewa betul waktu baca laporannya Komnas HAM ini lembaga negara kok enggak ngomong penyiksaan. Itu mestinya nongol di situ muncul," kata pengacara tersebut. (suara)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.