Latest Post


SANCAnews.id – Kenaikan bahan bakar minyak (BBM), khususnya jenis subsidi, kembali diprotes kalangan masyarakat. Salah satunya Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).

 

Melalui sepucuk Surat Pernyataan yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, KAMI Lintas Provinsi menyampaikan sikap penolakan terhadap kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo menaikkan harga BBM subsidi.

 

"Bahwa, menaikkan harga BBM oleh Jokowi diawali dengan kebohongan terkait subsidi BBM dengan dikomunikasikan kepada rakyat bahwa subsidi sangat besar Rp 502 triliun adalah kebohongan," tulis Kami Lintas Provinsi dalam suratnya yang dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (6/9).

 

Angka Rp 502,4 triliun yang disebut oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada pengumuman kenaikan harga BBM pada Sabtu (3/9) tersebut ternyata bukan hanya untuk subsidi BBM.

 

Akan tetapi juga termasuk untuk subsidi energi lainnya yang masuk alokasi anggaran yang bengkak 3 kali lipat dari Rp 152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun tersebut.

 

Antara lain dalam bentuk kenaikan subsidi untuk BBM dan elpiji dari tadinya hanya Rp 77,5 triliun ke Rp 149,4 triliun. Kemudian subsidi untuk listrik dari Rp 56,5 triliun naik ke Rp 59,6 triliun.

 

Selain itu, ada anggaran kompensasi BBM dari Rp 18,5 triliun menjadi Rp 252,5 triliun. Ditambah kompensasi untuk listrik naik dari nol rupiah menjadi Rp 41 triliun. Sehingga total subsidi dan kompensasi untuk BBM, elpiji, listrik, itu mencapai Rp 502,4 triliun.

 

"Jokowi membuat orkestrasi kebohongan secara sistematis, dengan rencana membuat rakyat menderita, apalagi rakyat telah menderita selama dua tahun dilanda pandemi Covid. Ini merupakan kejahatan Negara," begitu pendapat KAMI Lintas Provinsi dalam surat pernyataannya.

 

Maka dari itu, KAMI Lintas Provinsi memandang Jokowi dan pemerintahannya telah melalaikan kewajiban konstitusi yang mengamanatkan kesejahteraan rakyat.

 

"Dengan terjadi sebaliknya terus melakukan narasi kebohongan membuat rakyat miskin dan menderita, Jokowi telah melanggar konstitusi secara sadar, terencana, dan sistematis," kecam KAMI Lintas Provinsi.

 

"KAMI Lintas Provinsi berpendapat, telah terjadi pelanggaran konstitusi secara sangat mendasar, harus dipaksa turun (Jokowi) dari jabatannya," tutupnya. (*)


SANCAnews.id – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh memastikan akan terus melakukan aksi hingga harga Bahan Bakar Minyak (BBM) diturunkan oleh pemerintah.

 

Tidak tanggung-tanggung, Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan bahwa aksi yang diorganisir Partai Buruh dan organ serikat buruh akan melakukan aksi sampai dengan Desember 2022.

 

“Aksi akan lanjut terus menerus hingga pemerintah menurunkan harga BBM,” tegas Presiden Partai Buruh Said Iqbal dalam aksi buruh di depan Gedung DPR RI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa siang (6/9).

 

Said Iqbal meyakini Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mendengarkan aspirasi kaum buruh yang menolak kenaikan harga BBM. Sebab, menurut dia, tugas pemerintah adalah membuat rakyat sejahtera, bukan justru membuat rakyat semakin susah dengan menaikkan harga BBM.

 

“Untuk apa ada negara dan pemerintah, kalau kemudian anggaran menjadi alasan mengakibatkan rakyat menjadi susah?” pungkasnya.

 

Iqbal menambahkan, aksi yang diorganisir Partai Buruh dan KSPI ini turut serentak digelar di 33 provinsi.

 

Beberapa daerah yang akan melakukan aksi antara lain di Bandung, Semarang, Surabaya, Jogjakarta, Banda Aceh, Medan, Batam, Padang, Pelanbaru. Bengkuku, Lampung, Banjarmasin, Samarinda, dan Pontianak.

 

Aksi juga akan dilakukan di Makassar, Gorontalo. Sulawesi Utara, serta dilakukan di Ambon, Ternate, Mataram, Kupang, Manokwari, dan Jayapura. (rmol)


SANCAnews.id – Ada pemandangan menarik dalam unjukrasa penolakan terhadap kenaikan harga BBM dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di Gedung DPR RI Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta, Selasa siang (6/9).

 

Di tengah ratusan massa KSPI yang berunjukrasa membentangkan spanduk dan pamflet-pamflet protes, ada buruh yang membawa poster kecil bergambar Ketua DPR RI Puan Maharani sedang menangis.

 

Tampak dalam pamflet tersebut, Puan menyapu air matanya sambil memegang lembaran kertas di tangannya.

 

PDIP pada era SBY paling getol dan tegas menolak kenaikan harga BBM. Ketika itu, Ketua DPP PDIP Puan Maharani bahkan menangis karena merasa sedih dengan naiknya harga BBM.

 

Sementara saat PDIP berkuasa, Presiden Joko Widodo gagah memutuskan kenaikan harga BBM pada Sabtu lalu (3/9) pukul 14.30 WIB.

 

Penyesuaian harga BBM subsidi, antara lain, Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, kemudian Solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, Pertamax nonsubsidi dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter.

Presiden KSPI yang juga Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan aksi ini turut digelar serentak di 33 provinsi yang diorganisir oleh Partai Buruh dan KSPI.

 

Beberapa daerah yang akan melakukan aksi antara lain di Bandung, Semarang, Surabaya, Jogjakarta, Banda Aceh, Medan, Batam, Padang, Pelanbaru. Bengkuku, Lampung, Banjarmasin, Samarinda, dan Pontianak.

 

Aksi juga akan dilakukan di Makassar, Gorontalo. Sulawesi Utara, serta dilakukan di Ambon, Ternate, Mataram, Kupang, Manokwari, dan Jayapura. (rmol)


SANCAnews.id – Kebijakan kenaikan harga BBM subsidi yang dilakukan pemerintahan Joko Widodo akan membuat rakyat semakin menderita.

 

Parahnya, kebijakan tersebut justru diawali dengan kebohongan pemerintah yang sistematis.

 

"Menaikkan harga BBM oleh Jokowi diawali dengan kebohongan dengan dikomunikasikan kepada rakyat bahwa subsidi sangat besar Rp 502 triliun adalah kebohongan," kata Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jawa Barat, Syafril Sjofyan, Selasa (6/9).

 

KAMI Lintas Provinsi berpandangan, Presiden Jokowi telah membuat orkestrasi kebohongan secara sistematis, dengan rencana membuat rakyat menderita. Apalagi, kata Syafril, rakyat telah menderita selama dua tahun dilanda pandemi Covid-19.

 

"Ini merupakan kejahatan negara," tegasnya.

 

Di sisi lain, pemerintah memiliki kewajiban melalui konstitusi untuk membuat rakyat sejahtera. Namun apa yang terjadi saat ini adalah kebalikan dari amanat konstitusi.

 

"Jokowi telah melanggar konstitusi secara sadar terencana dan sistematis. KAMI Lintas Provinsi berpendapat, dengan telah terjadi pelanggaran konstitusi secara sangat mendasar harus dipaksa turun dari jabatannya," demikian pernyataan KAMI Lintas Provinsi. (rmol)



SANCAnews.id – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso membeberkan sejumlah informasi yang diterimanya mengenai latar belakang pembentukan hingga tugas dari Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Merah Putih yang dipimpin mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

 

Satgas Merah Putih dibubarkan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo setelah Ferdy Sambo terbelit kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

 

Berdasarkan informasi yang diperolehnya, Sugeng menjelaskan awalnya Satgassus Merah Putih diusulkan saat Jenderal Polisi Tito Karnavian menjadi Kapolri.

 

Tujuan dari satgas Merah Putih ini didirikan untuk menjaga stabilitas keamanan terkait menguatnya adanya gerakan radikal.

 

Ketika diajukan kepada DPR pada 2017, kata Sugeng, sesungguhnya DPR sudah menolak karena fungsinya akan tumpang tindih dengan satuan kerja Polri yang sudah ada.

 

Pada 2019, lanjut dia, Satgassus diketuai Idham Azis dan Ferdy Sambo menjadi sekretarisnya.

 

Kemudian saat Idham Azis menjadi Kapolri, Ferdy Sambo kemudian menjadi Ketua Satgassus sampai Satgas tersebut dibubarkan Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

 

Ia memperkirakan Ferdy Sambo telah menjadi Ketua Satgassus selama tiga periode.

 

Hal tersebut disampaikannya dalam Diskusi Publik: Teka-Teki Satgassus Merah Putih di kanal Youtube KontraS, Senin (5/9/2022).

 

"Terjadi perubahan fungsi dari Satgasus pada zaman Idham Azis. Secara tegas Satgassus ini dibuat SPRIN oleh Kapolri untuk menangani kasus-kasus yang mendapat atensi pimpinan," kata Sugeng.

 

Sugeng mengatakan yang dimaksud dengan atensi tersebut tidak dijelaskan dalam SPRIN tersebut.

 

Namun demikian, kata dia, atensi tersebut bermakna perhatian pada kasus-kasus khusus.

 

"Kasus-kasus khusus ini ketika saya tanya menyangkut misalnya kasus-kasus yang high profile, kasus-kasus yang terkait tindak pidana yang melibatkan kerugian yang besar, atau nilai yang besar, kasus-kasus yang menarik perhatian publik, kasus-kasus yang menjadi atensi dari Presiden atau lembaga-lembaga negara, high profile termasuk di sana," kata Sugeng.

 

Satgassus, lanjut dia, kemudian diberi kewenangan untuk menangani lima kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana yang diatur dalam lima Undang-Undang (UU).

 

Lima UU tersebut yakni menyangkut psikotropika, narkotika, TPPU, korupsi, dan ITE.

 

"Dari lima UU ini terlihat bahwa perkara yang diserahkan kepada Satgassus adalah perkara-perkara yang 'mewah'. 'Mewah' itu adalah tindak pidana yang memang akan melibatkan satu potensi penanganan kasus dengan nilai yang besar," kata dia.

 

Karena itu, kata dia, banyak perkara-perkara terkait pengungkapan kasus narkoba yang besar diungkap Satgassus.

 

Namun demikian, lanjut dia, yang jadi pertanyaan adalah bagaimana akuntabilitas kerja dari Satgasus.

 

Karena, kata Sugeng, dalam SPRIN tersebut administrasi penanganan perkara Satgassus melekat pada Satuan Kerja di Bareskrim administrasinya.

 

"Akan tetapi saya mendapat informasi bahwa Satgasus ini memiliki keleluasaan yang besar dalam penanganan kasus ini, walaupun administrasinya ada pada Satker Bareskrim," kata dia.

 

Sugeng mengaku baru mengetahui Satgassus tersebut ketika kasus Ferdy Sambo mencuat.

 

Pihaknya, kata dia, kemudian menyampaikan lima alasan agar Satgassus dibubarkan.

 

Pertama, kata dia, Satgassus tersebut adalah polisi elite.

 

"Karena 421 orang untuk SK SPRIN Stagassus yang terkahir ini adalah orang-orang yang dipilih berdasarkan kedekatan daripada para pimpinan-pimpinan. Di sana ada sebagai penasihat Kapolda beberapa wilayah, kemudian Saambo sendiri sebagai Kadiv Propam," kata dia.

 

Kedua, lanjut dia, terjadi demoralisasi di kalangan polisi yang bukan merupakan anggota Satgassus.

 

Ketiga, kata Sugeng, adanya tumpang tindih kewenangan karena penyelidikan dan penyidikan sebetulnya kewenangan Satker Reserse.

 

Keempat, kata dia, Satgassus itu tidak memiliki dasar legalitas yang kuat.

 

Kelima, lanjut dia, posisi Sambo sebagai KetuabSatgasus bersamaan posisinya sebagai Kadiv Propam menimbulkan konflik kepentingan yang sangat besar dan di sana terjadi pemusatan kekuasaan.

 

Tiga kali menjadi Ketua Satgasus, kata dia, menjadikan Ferdy Sambo memiliki kewenangan yang besar.

 

"Perkara-perkara terkait yang mendapat atensi. Atensi Kapolri atau mereka bisa menentukan sendiri perkara mana yang bisa diambil alih, mereka yang menentukan," kata dia. (tribunnews) 

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.