Latest Post


SANCAnews.id – Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutadi, Penasihat ahli Kapolri, mengaku tak habis pikir dengan keputusan penyidik yang tak menahan Putri Candrawathi atau Putri Sambo karena alasan anak hingga kemanusiaan.

 

Padahal, istri Ferdy Sambo itu juga telah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan berencana terhadap Brigadir J bersama dengan sang suami.

 

"Jangankan orang awam ya, saya sendiri sebagai penasihat ahli Kapolri bingung juga kenapa kok bisa terjadi seperti itu," kata Aryanto Sutadi dalam wawancara yang disiarkan lewat chanal Youtube tvOne dikutip Beritahits.id pada Senin, (5/9/2022).

 

Dikatakan Aryanto, sebetulnya dalam perkara ini di mana kepolisian tidak menahan istri Ferdy Sambo, tidak melanggar hukum karena ada alasan. Tiga alasan Putri Candrawathi tidak ditahan karena kemanusiaan, kesehatan dan juga ada anak kecil.

 

Namun polri luput dengan adanya keputusan tersebut, institusi justru kehilangan legitimasi dari masyarakat. Pasalnya banyak kasus serupa seperti Putri Candrawathi jadi tersangka disaat memiliki anak kecil. Hukuman tersebut tetap berlaku, tapi tidak dengan istri mantan Kadiv Propam Polri ini.

 

Legitimasi adalah penerimaan dan pengakuan atas kewenangan yang diberikan oleh masyarakat kepada pimpinan yang telah diberikan kekuasaan.

 

"Cuman rakyat tidak lagi legitimisi. Legitimasinya kurang," ujarnya.

 

Padahal kata Aryanto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerapkan Presisi sebagai visi polri saat ini. Adapun langkah yang dapat diambil polri untuk meredam amarah masyarakat dengan menahan Putri Candrawathi sebagai tahanan kota atau tahanan rumah.

 

"Padahal itu langkah murah untuk menangkis kemarahan masyarakat, tapi polisi tidak mengambil itu. Jadi saya juga enggak ngerti," ungkap dia.

 

Seperti diketahui, Putri melalui kuasa hukumnya, Arman Hanis telah mengajukan permohonan untuk tidak ditahan kepada kepolisian dengan dalih alasan kemanusiaan. Putri berdalih masih mempunyai anak kecil dan kondisi Putri masih dalam keadaan tidak stabil.

 

Tim penyidik kepolisian kemudian mengabulkan permohonan klien Arman dan Putri Candrawathi diwajibkan lapor. (suara)


SANCAnews.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengembalikan berkas perkara Putri Candrawathi kepada penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri pekan ini karena belum lengkap. "Rencananya pekan ini P-19 dikembalikan," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, Senin (5/9/2022), dilansir Antara.

 

Pada Senin (29/8/2022), tim jaksa peneliti bidang pidana umum menerima pelimpahan berkas perkara tahap satu Putri Candrawathi. Kemudian, berkas tersebut diteliti. Berdasarkan hasil penelitian pada Kamis (1/9/2022), berkas dinyatakan belum lengkap (P-18).

 

Berkas pun akan dikembalikan kepada penyidik dalam tujuh hari setelah surat perihal pengembalian berkas perkara untuk dilengkapi (P-19) diterbitkan oleh jaksa peneliti yang disertai dengan petunjuk jaksa. "Paling lambat Kamis depan (dikembalikan/P-19)," ujarnya.

 

Selain berkas Putri Candrawathi, jaksa peneliti juga mengembalikan berkas empat tersangka pembunuhan Brigadir J antara lain berkas Irjen Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf. Berkas dikembalikan karena belum lengkap secara formil maupun materiil.

 

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan saat ini penyidik fokus menyempurnakan berkas perkara kelima tersangka untuk segera dilimpahkan kembali ke jaksa penuntut umum (JPU).

 

"Terkait masalah timsus, fokus penyelesaian dan penyempurnaan lima berkas perkara untuk memenuhi apa yang menjadi petunjuk JPU," ungkap Dedi, Jumat (2/9/2022). (tvone)


SANCAnews.id – Seorang polisi di Polsek Way Pengubuan, Lampung Tengah, Ajun Inspektur Polisi Dua Ahmad Karnaen, tewas saat berada di depan rumahnya di Kelurahan Bandar Jaya Barat, Kecamatan Terbanggi Besar, Lampung Tengah, Minggu malam (4/10).

 

Anggota Bhabinkamtibmas di Desa Putra Lempuyang, Way Pangubuan, Lampung Tengah, itu diduga tewas ditembak oleh sesama rekan polisi, Ajun Inspektur Polisi Dua RS, seorang provost di Polsek Way Pengubuan, Polres Lampung Tengah.

 

Peristiwa itu diketahui oleh saksi setempat saat mendengar suara letusan tembakan dan teriakan minta tolong pada Minggu malam.

 

Dalam peristiwa itu, Karnaen sempat dilarikan ke RS Harapan Bunda Bandar Jaya namun korban tidak dapat tertolong, sementara RS menelepon anggota Satuan Provost Polres Lampung Tengah.

 

Kepala Provost Polres Lampung Tengah, Ajun Inspektur Polisi Satu Sriwaluyo, mengatakan, RS telah mengakui menembak Karnaen.

 

Kemudian Kepala Seksi Propam Polres Lampung Tengah, Inspektur Polisi Satu Eko Heri, bersama Kepala Satuan Reskrim Polres Lampung Tengah, AKP Edy Qorinas, menjemput RS yang kemudian ditahan ke Polres Lampung tengah

 

Dalam peristiwa itu polisi menyita barang bukti berupa satu unit revolver, satu unit sepeda motor dinas Bhabinkamtibmas, baju dinas provost yang digunakan RS, satu helem, dan satu jaket. (antara)



SANCAnews.id – Video Irjen Ferdy Sambo dan Fadil Imran beberapa hari setelah kasus penembakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J terungkap, viral di media sosial.

 

Berdasarkan penelusuran Majalah Tempo, Ferdy Sambo menghubungi Fadil Imran satu -  dua jam setelah kematian Brigadir J. Dua petinggi Polri yang mengetahui informasi tersebut mengatakan, Ferdy mengabarkan kepada Fadil Imran bahwa Yosua dan Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumia alias Bharada E, ajudannya yang lain, terlibat baku tembak. Yosua tewas di tempat.

 

Ferdy juga menceritakan Yosua telah melecehkan istrinya, Putri Candrawathi. Menurut dua petinggi polisi itu, Fadil percaya terhadap informasi itu. Itulah kenapa ia menemui Ferdy lalu memeluk dan menghiburnya pada Rabu, 13 Juli 2022 lalu. "Saya memberikan support kepada adik saya, Sambo, agar tegar menghadapi cobaan ini," kata Fadil saat itu.

 

Fadil juga meneruskan informasi Ferdy Sambo itu kepada Kapolda Jawa Timur Inspektur Jenderal Nico Afinta dan Kapolda Sumatera Utara Irjen R.Z. Panca Putra Simanjuntak. Mereka bertemu di kantor Polda Metro Jaya beberapa hari kemudian. Seorang penyidik mengatakan pertemuan itu atas inisiatif pensiunan pimpinan Polri.

 

Mereka adalah penasihat di Satuan Tugas Khusus Merah Putih. Ferdy Sambo menjadi Kepala Satgassus Merah Putih  sejak pertengahan 2020. Mereka kerap bekerja sama menjalankan operasi, khususnya pengungkapakan kasus kasus narkotik.

 

Berbagi Tugas

Fadil, Nico, dan Panca berbagi tugas menyebarkan informasi tembak menembak dan pelecehan seksual oleh Brigadir Yosua itu ke banyak orang. Sedangkan Nico dan Panca bertugas melobi para pejabat utama Polri, seperti Komisaris Jenderal Agung Budi Maryodo dan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jendera Agus Andrianto.

 

Agung tak membantah jika disebut telah mendengar pertemuan tiga kepala polda itu untuk menyokong cerita Ferdy Sambo. "Peristiwa itu juga turut kami dalami," kata Agung seperti dikutip Majalah Tempo.

 

Fadil Imran tak menjawab seputar kabar tersebut. "Nanti saja," kata dia pada Sabtu, 3 September 2022 lalu. "Kalau mau nanya itu, tanya ke Mabes saja."

 

Polisi telah menggelar sidang Komite Kode Etik Kepolisian terhadap beberapa anggota Polri yang diduga melakukan penghalangan penyidikan atau obstruction of justice dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Sidang kode etik telah memutuskan Ferdy Sambo diberhentikan tidak dengan hormat atau dipecat.

 

Dua anggota polisi lainnya juga telah dinyatakan melanggar etik dan diberhentikan tidak dengan hormat. Keduanya adalah Komisaris Polisi Chuck Putranto dan Kompol Baiquni Wibowo.

 

Mereka telah mengajukan banding atas putusan itu. Hari ini Polri sedianya akan menggelar lagi sidang etik, namun diundur jadi besok. "Cooling down dulu," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo. (tempo)


SANCAnews.id – Skenario dugaan kekerasan seksual atau pemerkosaan yang dilakukan oleh Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J terhadap istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi (PC), diragukan kebenarannya oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

 

Keraguan itu disampaikan langsung oleh Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi, menanggapi adanya pengakuan PC yang mendapatkan kekerasan seksual oleh Brigadir J.

 

"Ya kalau kami meragukan kalau terjadi kekerasan seksual, Yosua kepada Ibu PC," ujar Edwin kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (5/9).

 

Edwin lantas membeberkan beberapa hal yang membuat dirinya ragu telah terjadi dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada PC.

 

Pertama, kata Edwin, peristiwa dugaan kekerasan seksual terjadi di Magelang yang merupakan rumah milik PC dan Sambo. Sehingga, rumah tersebut dalam penguasaan PC, bukan Brigadir J.

 

Kedua, kekerasan seksual biasanya dilakukan oleh pelaku yang lebih dominan dibandingkan korban. Padahal, dalam dugaan yang dituduhkan ini, Brigadir J merupakan ajudan, sedangkan PC merupakan istri dari Sambo yang saat itu menjabat Kadiv Propam Polri atau Jenderal Bintang Dua.

 

"Ya, artinya agak sulit diterima," tegas Edwin.

 

Selain itu, dalam aksi kekerasan seksual semacam pemerkosaan atau pencabulan, para pelakunya selalu memastikan tidak ada saksi. Akan tetapi, dalam hal dugaan peristiwa yang terjadi di Magelang tersebut terdapat banyak orang.

 

"Jadi, mudahlah buat PC untuk mencegah peristiwa itu, atau setidaknya tidak aman buat Yosua untuk melakukan aksi itu," terang Edwin.

 

Lebih lanjut, menurut Edwin, dalam rekonstruksi terlihat dan tergambarkan keanehan. Di mana, Edwin mengaku aneh jika benar ada kekerasan seksual di Magelang, PC masih menanyakan keberadaan Brigadir J kepada RR.

 

"Dia menanyakan, kalau kita sebut misalnya dalam konteks skenarionya, kok masih ada pertanyaan dari korban tentang pelaku? Dan juga tergambar dalam rekonstruksi, Yosua masih menghadap PC di kamarnya di Magelang itu. Artinya kok bisa masih bisa bertemu dengan pelaku? Ini peristiwa luar biasa loh buat perempuan," jelas Edwin.

 

Lalu, PC dan Brigadir J masih berada satu rumah di Magelang satu hari sebelum terjadi pembunuhan. Padahal, rumah tersebut merupakan rumah PC. Sehingga, seharusnya PC bisa dan punya kuasa untuk mengusir Brigadir J jika memang benar telah terjadi kekerasan seksual.

 

Bahkan, Brigadir J juga masih bersama dengan PC dalam satu rombongan perjalanan dari Magelang ke Jakarta.

 

"Yang kedelapan, saya tahan untuk diinformasikan, karena tidak mau mendahului penyidik," ucapnya.

 

Hal lain yang meragukan terjadinya kekerasan seksual itu adalah, PC dan Brigadir J bagaikan Ibu dan Anak. Apalagi, banyak beredar foto-foto bagaimana kedekatan Brigadir J dengan keluar Sambo.

 

Kemudian, Brigadir J merupakan ajudan yang diberikan kepercayaan mengurus keuangan, logistik, dan keperluan ajudan lainnya. Terakhir, Brigadir J bukanlah orang baru. Brigadir J sudah lama bersama PC dan Sambo.

 

"Dan lagi kan, Yosua itu ADC merangkap driver pribadinya Ibu PC. Jadi, dari fakta-fakta itu, sulit untuk memahami dugaan terjadinya kekerasan seksual. Kalau konteksnya adalah kekerasan seksual, itu kan artinya serangan atau paksaan dari pelaku kepada korban," terang Edwin.

 

"Saya lebih sependapat dengan diksi yang digunakan oleh Kapolri. Diksi Kapolri itu ketika di RDP dengan Komisi III ada dugaan asusila. Dugaan asusila itu jauh lebih netral. Betul, betul (suka sama suka)," tuturnya.

 

"Tapi kalau pakai diksi kekerasan seksual, itu artinya paksaan, serangan. Nah paksaan dan serangan itu, kok kayanya enggak tergambar dari hubungan antara PC dan Yosua, seperti tadi yang saya sebutkan," ucap Edwin menutup. *

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.