Latest Post



SANCAnews.id – Pengacara keluarga Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J merasa aneh dengan rekomendasi Komnas HAM terkait dugaan pelecehan terhadap istri Ferdy Sambo Putri Candrawathi di Magelang.

 

Keanehan ini lantaran awalnya Komnas HAM tidak menemukan adanya unsur pelecehan dalam kasus ini. Bahkan Bareskrim telah menghentikan penyidikan terkait dugaan kekerasan Seksual.

 

Namun, Komnas HAM menyebut bahwa tidak adanya unsur pelecehan seksual yakni dalam peristiwa di Jakarta. Sementara untuk kejadian di Magelang, Komnas HAM menyerahkan penyidikan soal dugaan pelecehan itu kepada polisi.

 

"Tidak yakin itu mesti dibuktikan toh. Maka biarkanlah penyidik membuktikannya. Sekali lagi dengan bantuan ahli," ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik kepada wartawan, Sabtu, 3 September.

 

Taufan menjelaskan, Undang-Undang Tidak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) mengatur bahwa keterangan saksi atau korban adalah alat bukti.

 

"Perlu dipelajari UU TPKS yang mengatur alat bukti di pasal 25. Keterangan saksi atau korban adalah alat bukti, ini berbeda dengan tindak pidana lain di mana keterangan adalah alat bukti yang paling rendah," katanya.

 

Dia pun menyebut dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J kepada Putri Candrawathi itu berdasarkan ketengan Putri, Ferdy Sambo, Kuat Ma'ruf, Ricky Rizal dan ART Ferdy Sambo, Susi.

 

"Di kasus dugaan pelecehan di Magelang, ada keterangan PC selaku korban, keterangan Susi, KM dan RR. Maka alat buktinya ada 4 sesuai dengan UU TPKS," lanjutnya.

 

Sebagaimana diketahui, Bareskrim Polri telah menghentikan penyidikan kasus dugaan pelecehan yang dilakukan Brigadir J pada istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

 

Laporan polisi (LP) itu terdaftar dengan nomor LPB1630/VII/2022/SPKT/Polres Metro Jakarta Selatan Polda Metro Jaya tanggal 9 Juli 2022 lalu. Laporan itu didaftarkan oleh Putri Candrawathi.

 

Namun baru-baru ini, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) justru menyimpulkan ada dugaan kuat kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir J kepada Putri Candrawathi, istri Irjen Ferdy Sambo.

 

Dugaan itu diungkapkan oleh Komisioner Komnas HAM Bidang Penyuluhan Beka Ulung Hapsara saat membacakan laporan penyelidikan kasus pembunuhan Brigadir J, Kamis, 1 September.

 

"Terdapat dugaan kuat terjadi peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada Saudari PC di Magelang tanggal 7 Juli 2022," kata Beka. (voi)


SANCAnews.id – Polri kini mulai mengalihkan penyidikannya ke pelanggaan etik yang dilakukan 28 anggota polisi dalam kasus pembunuhan Brigadir J.

 

Jika sebelumnya ada dua perwira menengah yang diberhentikan dengan tidak hormat karena dalam kasus perusakan CCTV, kini Polri bakal membawa 28 anggota polisi ke sidang etik. Pelanggaran puluhan anggota kepolisian ini terkait dengan klaster etik.

 

Pelanggaran etik ini masuk dalam menghalangi penyidikan dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Jika terbukti melakukan pelanggaran etik berat maka mereka terancam menyusul Ferdy Sambo yang harus dipecat dari Korps Bhayangkara.

 

Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan penyelidikan obstruction of justice tersebut masih akan berlanjut ke klaster lainnya.

 

"Ini kan masalah klaster dulu ya, klaster untuk CCTV dulu ya. Itu dulu. Setelah ini klaster CCTV baru klaster yang lain lagi. Obstruction of justice ada juga bagian-bagiannya," kata Dedi dilansir dari PMJ, Sabtu (3/9/2022).

 

Dia menyebut ada 28 anggota kepolisian yang diduga melakukan pelanggaran etik.  Nantinya mereka akan dilakukan pengklasteran berdasarkan tingkat kesalahan, dari ringan hingga berat.

 

"Dari 35 sudah diputuskan 7 ya, yang obstruction of justice abis itu sisanya 28 pelanggaran kode etik," ujarnya. (suara)



SANCAnews.id – Istri mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi tak ditahan meski telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Yosua Hutabarat (Brigadir J). Putri tak ditahan karena alasan kemanusiaan.

 

"Ada permintaan dari kuasa hukum ibu PC untuk tidak dilakukan penahanan, penyidik masih mempertimbangkan. Terutama dengan alasan kesehatan, kemanusiaan dan ketiga masih memiliki balita," kata Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto di kantor Komnas HAM, Jakarta Kamis (1/9/2022).

 

Alasan tersebut bertolak belakang dengan kasus-kasus yang dialami perempuan lain. Banyak perempuan yang memiliki anak bayi atau balita tetapi tetap dijebloskan ke penjara.

 

Berikut sejumlah perempuan yang tetap masuk penjara meski memiliki anak : 

1. Angelina Sondakh 

Perempuan bernama lengkap Angelina Patricia Pinkan Sondakh ini harus mendekam di balik jeruji besi karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Mantan Puteri Indonesia ini terbukti terlibat korupsi pembangunan Wisma Atlet SEA Games 2011.

 

Angelina Sondakh pun divonis 10 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Dia menjadi warga binaan lapas perempuan di Jakarta terhitung sejak 27 April 2012.

 

Karena kasus tersebut dia harus terpisah dengan anaknya Keanu Massaid yang saat itu baru berumur 2,5 tahun. Angie harus menitipkan sang anak kepada sopirnya. Angelina bebas dari Lapas Perempuan Kelas IIA Pondok Bambu, Jakarta pada 3 Maret 2022 lalu. Dari pengakuannya, Angelina bahkan sempat tak dikenali oleh anaknya usai bebas.

 

2. Vanessa Angel 

Sebelum meninggal karena kecelakaan, artis Vanessa Angel sempat tersandung kasus narkoba. Dia terbukti memiliki narkoba psikotropika golongan IV jenis Xanax dan ditangkap Satuan Narkoba Polres Jakarta Barat di kawasan Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat pada 16 Maret 2020.

 

Setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka, Vanessa yang saat itu tengah hamil pun menjalani tahanan kota sejak 9 April 2020.

 

Vanessa divonis hukuman 3 bulan penjara dan denda Rp10 juta oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Mulai Rabu 18 November 2020, Vanessa menjalani masa tahanannya di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Pondok Bambu, Jakarta Timur.

 

Dia melahirkan putranya yaitu Gala Sky Ardiansyah pada Juli 2020 lalu. Meski begitu, dia tetap menjalani masa tahanannya di penjara dan harus meninggalkan buah hatinya.

 

3. Baiq Nuril 

Guru honorer di SMAN 7, Nusa Tenggara Barat, Baiq Nuril, juga mengalami kasus hampir serupa. Dia tersandung kasus UU ITE karena merekam percekapan mesum bernada pelecehan dari kepala sekolahnya, Muslim, pada 2014 lalu.

 

Rekan Nuril, Imam Mudawim, menyalin rekaman pembicaraan. Setelah disalin, rekaman menyebar luas hingga sampai pada pengawas SMAN 7 Mataram dari Dinas Dikpora Mataram.

 

Setelah dilaporkan oleh Muslim ke polisi, Nuril pun harus mendekam di penjara dan sempat membawa anaknya. Nuril akhirnya bebas usai Presiden Joko Widodo menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) mengenai pemberian amnesti kepadanya.

 

Dengan terbitnya amnesti ini, Nuril pun bebas dari jerat hukum. Pemberian amnesti dari Jokowi memerlukan jalan yang panjang nan penuh perjuangan bagi Nuril.

 

4. Merry Anastasia 

Salah satu kasus terbaru adalah Merry Anastasia yang tersandung kasus dugaan pembunuhan berencana. Dia didakwa 12 tahun penjara karena dianggap sengaja membakar bengkel yang juga kediaman keluarga pacarnya, Lionardi.

 

Tindakan Merry disinyalir karena urusan asmara. Saat itu, Merry yang tengah hamil 3 bulan akibat hubungannya dengan Lionardi meminta pertanggungjawaban. Namun, karena Lionardi dan keluarganya menolak, Merry pun membakar bengkel tersebut.

 

Merry melahirkan anaknya saat menjalani penahanan di Lapas Perempuan Tangerang. Kini Merry harus berpisah dengan anaknya selama melalui proses hukum. (inews)


SANCAnews.id – Hasil Musyawarah Rakyat (Musra) yang digelar para relawan pendukung Presiden Joko Widodo di Bandung ternyata memberi indikasi bahwa mayoritas relawan ingin kehadiran presiden baru. Mayoritas relawan tidak menghendaki Jokowi jadi presiden lagi.

 

Begitu kata Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (2/9).

 

Iwan Sumule menjelaskan, para relawan yang menghendaki Jokowi jadi presiden lagi hanya sebesar 1.704 orang dari 5.721 peserta atau hanya 29,79 persen. Artinya lebih dari 70 persen dari mereka tidak ingin Jokowi jadi presiden lagi dan ingin kehadiran calon-calon baru.

 

“Hasil voting pemilihan calon presiden di Musra Relawan Jokowi, Presiden Jokowi dapat 29,79 persen suara. Ini bukti mayoritas relawan Jokowi atau 70,21 persen ingin presiden baru, bukan Jokowi,” ujarnya.

 

Atas alasan itu, Iwan Sumule meminta Presiden Joko Widodo paham dengan kondisi para relawannya tersebut. Artinya, ada segelintir orang yang ingin menjerumuskan Jokowi dengan dorongan perpanjangan masa jabatan. Jokowi harus segera sadar dan tegas menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden.

 

“ProDEM minta Jokowi agar taat konstitusi, jangan mau terkelabui opini survei dan relawan,” tegasnya. *



SANCAnews.id – Komnas HAM menyampaikan pernyataan yang mengejutkan terkait adanya dugaan kekerasan seksual terhadap PC oleh Brigadir J. Padahal, isu pelecehan seksual seperti dilaporkan PC sebelumnya sudah tiarap. 

 

Penyidik fokus melakukan penyidikan terkait kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, lepas dari motifnya apa. Bareskrim Polri juga resmi menghentikan proses penyidikan kasus dugaan pelecehan seksual terhadap PC oleh terlapor mendiang Brigadir J.

 

Penyidik tidak menemukan alat bukti yang cukup untuk meneruskan penyidikan kasus itu.

 

Bibi Brigadir J, Roslin Simanjuntak menantang Komnas HAM untuk membuka bukti adanya dugaan pelecehan seksual yang dialami PC. Ia mengatakan, di rumah Magelang pasti ada CCTV yang sudah merekam peristiwa tanggal 7 Juli, atau hari dimana Brigadir dituduh melakukan tindakan asusila.

 

Jika keponakannya dituduh melecehkan PC, pastinya Komnas HAM bisa menunjukkan bukti atas adanya perbuatan itu.

 

“Kemarin penyidik kasus itu sudah diberhentikan (penyidikan dugaan pelecehan seksual), sekarang Komnas HAM seakan penyidik, silakan tunjukkan bukti.

 

Gak mungkin di situ gak ada CCTV kan, perlu dibuka,”katanya

 

Ia berani menantang Komnas HAM untuk menunjukkan bukan tanpa alasan. Roslin meyakini keponakannya tak mungkin melakukan tindakan asusila terhadap PC yang merupakan istri atasannya.

 

Apalagi Brigadir Yosua sudah menganggap PC sebagai orang tua sendiri. Demikian halnya PC yang menganggap Yosua sebagai anak.

 

Keluarganya juga hafal betul bagaimana kedekatan PC dengan Yosua seperti ibu dan anak.

 

Di antaran buktinya, Putri pernah membagikan foto Yosua sedang menyeterika baju keluarganya ke keluarga Yousua.

 

“Kami tahu sifat anak kamu dari kecil. Kami minta seterang-terangnya saja dibuka, kalau ada tunjukkan bukti yang akurat, itu yang kami minta,”katanya

 

Baru-baru ini, pasca rekonstruksi pembunuhan berencana Brigadir J di tiga rumah Ferdi Sambo, Komnas HAM kembali mengungkit soal adanya dugaan pelecehan seksual terhadap PC.

 

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengungkapkan, pada 7 Juli 2022 pukul 00.00 Wib,  ada perayaan Ultah pernikahan Ferdy Sambo dengan Putri Candrawathi. Di hari yang sama, katanya, terjadi dugaan kekerasan seksual terhadap PC.

 

“FS saat yang sama tidak berada di Magelang,”katanya

 

Ia juga menyebut ada ancaman ke Brigadir J saat S dan KM membantu PC masuk ke kamar pasca terjadinya kekerasan seksual.

 

Pernyataan Komnas HAM ini tentunya berseberangan dengan hasil penyelidikan Bareskrim yang tak menemukan adanya dugaan pelecehan seksual dalam perkara itu. Sehingga kasus itu dihentikan penyidikannya.

 

Namun Komnas HAM tak menyebutkan bukti apa yang diperoleh pihaknya sehingga berkesimpulan ada dugaan pelecehan seksual terhadap istri Ferdy Sambo.

 

Pernyataan Komnas HAM ini juga kembali ‘melukai’ hati  keluarga Brigadir J yang sempat lega atas penghentian penyidikan kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan almarhum kepada majikannya. (suara)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.