Latest Post


SANCAnews.id – Hasil Musyawarah Rakyat (Musra) yang digelar para relawan pendukung Presiden Joko Widodo di Bandung ternyata memberi indikasi bahwa mayoritas relawan ingin kehadiran presiden baru. Mayoritas relawan tidak menghendaki Jokowi jadi presiden lagi.

 

Begitu kata Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (2/9).

 

Iwan Sumule menjelaskan, para relawan yang menghendaki Jokowi jadi presiden lagi hanya sebesar 1.704 orang dari 5.721 peserta atau hanya 29,79 persen. Artinya lebih dari 70 persen dari mereka tidak ingin Jokowi jadi presiden lagi dan ingin kehadiran calon-calon baru.

 

“Hasil voting pemilihan calon presiden di Musra Relawan Jokowi, Presiden Jokowi dapat 29,79 persen suara. Ini bukti mayoritas relawan Jokowi atau 70,21 persen ingin presiden baru, bukan Jokowi,” ujarnya.

 

Atas alasan itu, Iwan Sumule meminta Presiden Joko Widodo paham dengan kondisi para relawannya tersebut. Artinya, ada segelintir orang yang ingin menjerumuskan Jokowi dengan dorongan perpanjangan masa jabatan. Jokowi harus segera sadar dan tegas menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden.

 

“ProDEM minta Jokowi agar taat konstitusi, jangan mau terkelabui opini survei dan relawan,” tegasnya. *



SANCAnews.id – Komnas HAM menyampaikan pernyataan yang mengejutkan terkait adanya dugaan kekerasan seksual terhadap PC oleh Brigadir J. Padahal, isu pelecehan seksual seperti dilaporkan PC sebelumnya sudah tiarap. 

 

Penyidik fokus melakukan penyidikan terkait kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, lepas dari motifnya apa. Bareskrim Polri juga resmi menghentikan proses penyidikan kasus dugaan pelecehan seksual terhadap PC oleh terlapor mendiang Brigadir J.

 

Penyidik tidak menemukan alat bukti yang cukup untuk meneruskan penyidikan kasus itu.

 

Bibi Brigadir J, Roslin Simanjuntak menantang Komnas HAM untuk membuka bukti adanya dugaan pelecehan seksual yang dialami PC. Ia mengatakan, di rumah Magelang pasti ada CCTV yang sudah merekam peristiwa tanggal 7 Juli, atau hari dimana Brigadir dituduh melakukan tindakan asusila.

 

Jika keponakannya dituduh melecehkan PC, pastinya Komnas HAM bisa menunjukkan bukti atas adanya perbuatan itu.

 

“Kemarin penyidik kasus itu sudah diberhentikan (penyidikan dugaan pelecehan seksual), sekarang Komnas HAM seakan penyidik, silakan tunjukkan bukti.

 

Gak mungkin di situ gak ada CCTV kan, perlu dibuka,”katanya

 

Ia berani menantang Komnas HAM untuk menunjukkan bukan tanpa alasan. Roslin meyakini keponakannya tak mungkin melakukan tindakan asusila terhadap PC yang merupakan istri atasannya.

 

Apalagi Brigadir Yosua sudah menganggap PC sebagai orang tua sendiri. Demikian halnya PC yang menganggap Yosua sebagai anak.

 

Keluarganya juga hafal betul bagaimana kedekatan PC dengan Yosua seperti ibu dan anak.

 

Di antaran buktinya, Putri pernah membagikan foto Yosua sedang menyeterika baju keluarganya ke keluarga Yousua.

 

“Kami tahu sifat anak kamu dari kecil. Kami minta seterang-terangnya saja dibuka, kalau ada tunjukkan bukti yang akurat, itu yang kami minta,”katanya

 

Baru-baru ini, pasca rekonstruksi pembunuhan berencana Brigadir J di tiga rumah Ferdi Sambo, Komnas HAM kembali mengungkit soal adanya dugaan pelecehan seksual terhadap PC.

 

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengungkapkan, pada 7 Juli 2022 pukul 00.00 Wib,  ada perayaan Ultah pernikahan Ferdy Sambo dengan Putri Candrawathi. Di hari yang sama, katanya, terjadi dugaan kekerasan seksual terhadap PC.

 

“FS saat yang sama tidak berada di Magelang,”katanya

 

Ia juga menyebut ada ancaman ke Brigadir J saat S dan KM membantu PC masuk ke kamar pasca terjadinya kekerasan seksual.

 

Pernyataan Komnas HAM ini tentunya berseberangan dengan hasil penyelidikan Bareskrim yang tak menemukan adanya dugaan pelecehan seksual dalam perkara itu. Sehingga kasus itu dihentikan penyidikannya.

 

Namun Komnas HAM tak menyebutkan bukti apa yang diperoleh pihaknya sehingga berkesimpulan ada dugaan pelecehan seksual terhadap istri Ferdy Sambo.

 

Pernyataan Komnas HAM ini juga kembali ‘melukai’ hati  keluarga Brigadir J yang sempat lega atas penghentian penyidikan kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan almarhum kepada majikannya. (suara)


SANCAnews.id – Komentator politik Rocky Gerung menilai saat ini Presiden Jokowi tengah menunggu internal Mabes Polri solid usai tertimpa masalah kasus Ferdy Sambo.

 

Ia mempertanyakan apakah itu menjadi alasan Presiden Jokowi batal menaikan harga BBM yang sebelumnya santer diberitakan akan diterapkan pada 1 September 2022.

 

"Apakah Pak Jokowi tunggu kepolisian diberesin dulu baru harga dinaikin. Itu juga faktor yang dihitung dan mungkin 3-4 orang ada di situ lalu mulai ada di sekitar Pak Jokowi lalu kasih sinyal. Jangan dulu Pak, ini bahaya, polisi belum bisa dipegang. Perkelahian antar-geng itu bisa membahayakan pengendalian kerusuhan nanti atau demo BBM," kata Rocky Gerung.

 

Ia menilai dampak kenaikan harga BBM akan terdampak di semua kalangan, termasuk Polri dan TNI berpangkat rendah dan menengah.

 

"Jadi semua kalangan pasti kena itu dan teman-teman di kepolisian yang di asrama-asrama juga militer TNI yang ada di asrama-asrama itu kena dampak yang pasti signifikan," tegasnya.

 

Ia pun yakin Jokowi sudah mengetahui bahwa rakyat Indonesia sudah lama terjerat kemiskinan, apalagi terdampak kenaikan harga BBM.

 

"Kan Pak Jokowi suka blusukan, bahkan malam-malam juga blusukan ke daerah-daerah. Beliau pasti sangat paham gitu. Banyak sekali rumah tangga kita ini sekarang karena berbagai macam faktor, salah satunya karena publik transportasi yang tidak cukup buruk, itu satu rumah dari keluarga miskin bisa ada dua tiga empat sepeda motor," jelasnya.

 

"Jadi, kesulitan itu terasa betul. Tetapi, secara makro memang bahwa presiden anggap belum kita dibandingkan dengan yang lain memang baik-baik saja ekonominya. Jadi pengertian-pengertian baik-baik saja itu itu selalu terhubung dengan pamer saja. Nanti kalau nggak baik-baik juga salurkan BLT," (wartaekonomi)


SANCAnews.id – Beredar surat yang menyatakan bahwa Ferdy Sambo bertanggung jawab atas tindakan BJP Hendra Kurniawan dan KBP Agus Nurpatria mengamankan CCTV di pos Satpam di rumah dinas Duren Tiga, Jakarta Selatan.

 

Dalam surat tersebut Sambo mengaku bahwa tindakan yang dilakukan mereka atas perintah dirinya. Hal ini dilakukan Sambo sesuai dengan prosedur yang diatur dalam Perkap nomor 1 tahun 2015 tentang SOP penyelidikan.

 

Dalam Peraturan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Nomor 1 Tahun 2015 tentang Standar Operasional Prosedur Penyelidikan Pengamanan Internal di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 8 Huruf (f), mengamankan sementara orang dan/atau barang untuk kepentingan keamanan maupun penyelidikan.

 

Lebih lanjut dalam surat tersebut, selain menegaskan tidak ada keterlibatan BJP Hendra Kurniawan dan KBP Agus Nurpatria, Ferdy Sambo meminta jangan sampai penyidik memproses hukum orang yang tidak bersalah.

 

Ferdy Sambo juga mengingatkan bahwa dua orang tersebut adalah aset sumber daya manusia Polri, yang sudah lama bertugas di Biro Paminal Div Propam Polri.

 

Dalam surat yang bertanggal 30 Agustus 2022, Ferdy Sambo juga meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh rekan-rekan sejawat Polri, atas penyampaian atau penjelasan informasi yang tidak benar tentang kronologis kejadian meninggalnya Brigadir J di TKP rumah dinas Duren Tiga.(tvone)


SANCAnews.id – Baru-baru ini, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin kembali membuat kehebohan lantaran memarahi eks Pengacara Richard Eliezer (Bharada E) Deolipa Yumara di siaran televisi.

 

Peristiwa itu disoroti oleh aktivis senior Sudarsono Saidi yang menyebut bahwa sudah banyak yang meminta Ali Ngabalin dicopot dari jabatannya.

 

Hal itu disampaikan Saidi Sudarsono lewat akun Twitter pribadinya @saidi_sudarsono pada Jumat (2/9/2022).

 

"Sudah teramat banyak yg menyarankan agar Jokowi maupun Moeldoko mencopot Ngabalin. Bahkan ada saran juga, jika ingin lihat pemerintahan Jokowi lihatlah muka Ngabalin. Ribet," ungkap Sudarsono Saidi.

 

Lebih lanjut, aktivis itu mengatakan bahwa saran untuk mencopot Ngabalin tidak ditindak lanjuti meski sudah banyak.

 

Sudarsono Saidi menilai bahwa adanya Ngabalin dipakai untuk melawan suara kritis dari rakyat.

 

"Saran itu tak didengar justru Ngabalin sengaja dipakai untuk melawan suara2 kritis rakyat. Payah!!!!," tandas Sudarsono Saidi.

 

Diketahui, perdepatan sempat terjadi antara Deolipa Yumara dan Ali Mochtar Ngabalin terkait rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir J yang menyeret nama mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo. Momen debat tersebut tayang di acara Catatan Demokrasi di TV One.

 

"Kamu siapa? Menuduh orang goblok dan lain-lain. Kamu manusia apa sih?" bentak Ngabalin pada Deolipa yang sejatinya mendapat kesempatan untuk bicara pada Selasa (30/8/2022).

 

Politisi Partai Bulan Bintang itu pun tidak memberikan kesempatan pada Deolipa untuk berbicara. Ngabalin terus menuding bahwa Deollipa tidak punya etika karena melontarkan kalimat bodoh di publik.

 

Deolipa pun menanggapi serangan dari Ngabalin dengan tak masalah disebut punya etik. Pengacara itu menyebut bahwa ia adalah aktivis 98, tapi tak digubris oleh Ali Ngabalin.

 

Ngabalin pun tak henti menyerang pengacara nyentrik berambut ikal itu. Kendati dua presenter sudah berusaha untuk menghentikan, Ngabalin terus memaki Deolipa.

 

"Kau kayak orang pintar kau, menuduh orang bodoh semua. Rakyat siapa yang kau wakili?," teriak Ngabalin memaki Deolipa. (poskota)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.