Latest Post


SANCAnews.id – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrat, Benny K Harman menduga Satuan Tugas Khusus atau Satgassus Merah Putih yang pernah dipimpin Ferdy Sambo sempat digunakan sebagai alat politik untuk memenangkan salah satu calon presiden pada pilpres 2019 lalu.

 

"Satgas Merah Putih itu kan satgas yang dipakai untuk menyukseskan capres tertentu. Dan ini untung bagi saya, blessing kasus Sambo, untung ada kasus Sambo, terbuka semuanya," kata Benny dalam diskusi Publi Virtue yang bertajuk 'Kematian Joshua dan Perkara Sambo', Kamis (1/9/2022).

 

Benny menyinggung perihal rentan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan di institusi Polri. Terlebih Polri kekinian tumbuh menjadi lembaga super power tanpa ada pengawasan yang ketat.

 

"Polri menjadi institusi seperti monster dia, menakutkan, itu yang terjadi. Ketika dia tumbuh menjadi kekuatan yang otonom, yang independen dan powerfull tadi tanpa pengawasan di eksternal yang kuat, maka yang terjadi adalah fenomena kasus Sambo ini," ucap Benny.

 

Benny meminta kasus pembunuhan Brigadir J yang dilakukan oleh tersangka utama Ferdy Sambo bisa dijadikan pelajaran dan evaluasi bagi Polri. Dia berharap kasus tersebut juga bisa dijadikan momentum Polri untuk berbenah.

 

"Begitu muncul kasus Sambo, hancurlah kepercayaan masyarakat, ambruk. Sehingga ketika polisi menangani kasus Sambo maka muncul keraguan apakah polisi akan objektif menangani kasus ini," jelas Benny.

 

Diketahui, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebelumnya resmi membubarkan Satgassus Polri. Satuan elite tersebut sebelumnya dipimpin oleh Irjen Pol Ferdy Sambo selaku Kasatgassus.

 

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo menyebut Satgassus tersebut resmi dibubarkan Kapolri.

 

"Pada malam hari ini juga, Bapak Kapolri secara resmi sudah menghentikan kegiatan dari Satgassus Polri," kata Dedi di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Kamis (11/8).

 

Adapun, kata Dedi, pertimbangan Kapolri membubarkan Satgassus ialah demi efektivitas kerja organisasi.

 

"Maka lebih diutamakan atau diberdayakan satker-satker (satuan kerja) yang menangani berbagai macam kasus sesuai tupoksi masing-masing. Sehingga Satgassus dianggap tidak perlu lagi dan diberhentikan hari ini," katanya.

 

Penetapan Ferdy Sambo sebagai tersangka kasus pembunuhan Brigadir J turut berdampak pada pembubaran Satgassus Polri atau disebut pula sebagai Satgassus Merah Putih.

 

Ferdy Sambo menjabat sebagai kepala pada Satgasus berdasarkan Surat Perintah Nomor Sprin/1246/V/HUK.6.6/2020 sejak 20 Mei 2020. Pada saat itu, Sambo masih memegang jabatan sebagai Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri. (suara)


SANCAnews.id – Ferdy Sambo telah menghalangi proses hukum. Komnas HAM mengungkap itu dalam konferensi pers, Kamis, 1 September 2022. Komisioner Komnas HAM menyatakan, berdasarkan analisa faktual, Ferdy Sambo Cs telah melakukan upaya menghalangi proses hukum dengan merusak barang bukti.

 

Selain menghilangkan rekaman CCTV, Ferdy Sambo juga berupaya menghilangkan barang bukti telepon genggam pemilik, sebelum akhirnya diserahkan ke penyidik.

 

“Adanya upaya menghilangkan barbuk (barang bukti) HP oleh pemilik sebelum diserahkan ke penyidik,” terang Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, saat menggelar konferensi pers di Komnas HAM, Jakarta, Kamis (1/9/2022).

 

Selain itu, ada upaya untuk menghapus komunikasi dari telepon genggam. Dalam konteks ini, komunikasi dari Whatsapp (WA) terputus dan baru muncul pada 11 Juli dini hari.

 

“Adanya tindakan penghapusan komunikasi berupa (chat) jejak dalam konteks isi Whatsapp terputus dan baru muncul tanggal 11 dini hari. Tanggal 10 ke bawah enggak kerekam jejak digitalnya, karena memang dihapus,” ungkapnya.

 

Selain itu, tersangka juga menghapus foto-foto di TKP.

 

“Menghapuskan foto TKP. Beberapa foto yang kami temukan tanggal 8 itu, kami temukan dari barang yang sudah dihapus,” tambahnya.

 

Adapun, Ferdy Sambo juga berperan dalam membuat skenario. Mulai dari mengonsolidasikan saksi-saksi.

 

Hingga menginstruksikan ajudan dalam penggunaan kekuatan dalam tindakan Kepolisian dan penggunaan senjata.

 

“Konsolidasi saksi ini, ada (salah) satunya, menyeragamkan keterangan saksi terkait latar belakang peristiwa sampai ke kejadian perkara dan alibi FS tidak di TKP. Menginstruksikan Adc untuk penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian dan penggunaan senjata. Jadi ini kesaksian di awal keterangan dan kesaksian punya karakter yang seragam,” paparnya.

 

Sebelumnya, Komnas HAM juga mengungkap foto Brigadir J yang tertelungkup bersimbah darah di depan tangga. Darah bersimbah di bawah tubuhnya.

 

Diduga satu jam sebelum pembunuhan, Brigadir J masih sempat berbincang dengan pacarnya Vera melalui telepon. Itu sekira pukul 16.32 WIB. Chairul Anam mengungkap itu kepada wartawan.

 

Kejadiannya pada Jumat, 8 Juli 2022. TKP di Duren Tiga, yang merupakan rumah dinas Sambo. Pada kesempatan itu, Sambo memerintahkan Bharada Eliezer untuk menembak Brigadir J.

 

Usai Brigadir J bersimbah darah, Sambo lalu menyusulkan dua tembakan ke kepala bagian belakang Brigadir J. Lalu, menembakkan pistol ke dinding dengan menggunakan pistol Brigadir J agar terkesan ada tembak menembak. (herald)


SANCAnews.id – Salah satu kuasa hukum keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Johnson Panjaitan mengaku setiap gerak-gerik dan kesalahannya sedang diincar oleh kelompok tertentu.

 

Hal tersebut disampaikan saat mengikuti diskusi publik bertema Membangun Pengawasan Demokrasi Polri di Hotel Grand Mahakam, Jakarta Selatan, Kamis (1/9).

Pakar hukum sekaligus aktivis itu tidak menyebut secara detail pihak mana yang mengincar kesalahannya.

 

Dia hanya mengatakan telah menyiapkan dokumen-dokumen pro-justitia untuk berdebat dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang diagendakan juga hadir dalam diskusi publik tersebut.

 

"Saya tadinya bersiap-siap untuk berdebat, bertarung kalau Kapolri datang ke sini. Karena itu saya sengaja membawa semua dokumen catatan pro-justitia. Semua lengkap. Karena saya tahu saya lagi diincar untuk dicari kesalahan," ujar Johnson Panjaitan, salah satu pengacara keluarga Brigadir J itu.

 

Menurutnya, jargon transparansi yang selama ini diserukan pihak kepolisian dalam pengungkapan kasus pembunuhan Brigadir J tersebut hanya sebatas isapan jempol.

 

"Kepolisian itu kalau bicara transparan berarti hanya melibatkan Kompolnas, Komnas HAM dan LPSK," pungkas Johnson.

 

Sebelumnya, Johnson mengungkapkan kekecewaannya setelah tidak diperbolehkan untuk mengikuti rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir J.

 

Johnson mengaku tidak terima dengan perlakuan yang dilakukan polisi di tempat kejadian perkara (TKP) tersebut.

 

"Jadi, ini wajahnya kelihatan manis, tetapi penuh tipu, ngomong transparan, ngomong ini, ngomong itu, padahal bohong semua," ujar Johnson Panjaitan di Kompleks Perumahan Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Selasa (30/8). (jpnn)


SANCAnews.id  Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut ada adegan yang tidak diperagakan dalam rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau J.

 

Adegan tersebut, yakni saat Brigadir J ingin membopong istri mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

 

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan Brigadir J sempat ingin membopong Putri Candrawathi saat mereka berada di Magelang, Jawa Tengah.

 

"Iya (adegan membopong itu, red) di Magelang," kata Anam di kantor Komnas HAM, Kamis (1/9).

 

Menurut Anam, kejadian hendak membopong itu terjadi pada 4 Juli 2022. Sementara itu, dugaan pelecehan seksual terhadap Putri saat di Magelang terjadi pada 7 Juli 2022.

 

"Yang dibopong itu adalah reka adegan yang terjadi di tanggal 4 bukan 7 (Juli, red),” kata dia.

 

Menurut Anam, insiden hendak membopong dan dugaan pelecehan seksual memang tidak bersamaan, tetapi peristiwa itu tetap dihitung dalam satu rangkaian kejadian.

“Itu memiliki satu rangkaian perstiwa yang juga penting, begitu ya. Soal terkait tanggal 7 itu (dijelaskan, red) Komnas Perempuan saja,” tutur Anam.

 

Adapun, Komnas HAM telah menyerahkan laporan hasil pemantauan dan penyelidikan peristiwa penembakan Brigadir J kepada timsus Polri.

 

Laporan ini diterima oleh Ketua Timsus Polri yang juga menjabat Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Agung Budi Maryoto. (jpnn)


SANCAnews.id  Hingga kini kasus pembunuhan Brigadir J yang dilakukan oleh mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo masih hangat diperbincangkan oleh kalangan publik. Termasuk juga istri dan anak Ferdy Sambo turut di perbincangkan.

 

Kasus yang menyeret nama Ferdy Sambo ini pun mendapat beragam komentar mulai dari kalangan masyarakat, pemerintah hingga selebriti. Terbaru dari aktor Jefri Nichol. Seperti mengungkap fakta sebenarnya, Jefri Nichol menyebutkan kalau anak Ferdy Sambo sempat membuat keributan di sebuah klub malam.

 

Pernyataan tersebut ditulis oleh Jefri Nichol di kolom komentar unggahan Melanie Subono baru-baru ini. Walaupun Jefri tidak menyebut secara jelas kalau itu 'anak Ferdy Sambo' namun dalam unggahan Melanie Subono tentang penahanan Putri Candrawathi. Sehingga kuat dugaan yang dimaksud Jefri Nichol ialah anak Ferdy Sambo yang membuat keributan di klub malam.

 

"Anaknya padahal udah bisa ribut di kelab malem. Baru banget semalem," tulis Jefri sembari menyematkan emotikon tertawa. Hal itu dilansir di unggahan Instagram Melanie Subono pada Kamis, 1 September 2022.

 

Namun tidak ada keterangan lebih rinci terkait pernyataan Jefri Nichol tersebut. Dan diketahui kalau anak Ferdy Sambo itu ada 4 orang.

 

Anak sulung mantan perwira tinggi Polri itu yaitu perempuan dan berumur 21 tahun yang bernama Trisha Eungelica Ardyadana Sambo.

 

Kemudian anak keduanya yaitu laki-laki berumur 17 tahun, namun belum diketahui oleh publik siapa namanya, dan termasuk juga anak ketiganya belum diketahui namanya yang dimana merupakan laki-laki dan berumur 15 tahun.

 

Dan terakhir anak keempatnya masih balita yaitu berumur sekitar 1,5 tahun dan saat ini juga sedang dalam pendampingan hukum.Dan proses penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J hingga kini masih terus didalami.

 

Diketahui sebelumnya, proses penyidikan kasus ini baru sampai tahap rekonstruksi kejadian pembunuhan. Dan telah didapati 5 tersangka diantaranya termasuk istri Ferdy Sambo yaitu Putri Candrawathi.

 

Dan baru-baru ini pengadilan membuat heboh dan menuai kontroversi publik pasalnya memberikan keringanan hukuman kepada Putri Candrawathi. Hal itu beralasan karena kemanusiaan terhadap Putri yang saat ini sedang mempunyai bayi berusia 1,5 tahun.

 

Hal tersebut, menuai beragam komentar dari bermacam kalangan praktisi hingga para artis termasuk juga Melanie Subono.

 

Pada unggahannya di media sosial Instagram miliknya, cucu mantan presiden BJ Habibie tersebut menyenggol keputusan pengadilan yang dinilainya justru tidak adil.

 

Melanie Subono pun membandingkan kasus lain yang serupa, salah satunya kasus Vanessa Angel yang tetap menjalani hukuman walaupun ia mempunyai bayi, dan Angelina Sondakh yang juga saat itu masih mengasuh anaknya yang bernama Keanu Massaid yang dimana saat itu juga masih balita. Namun mereka tetap menjalani proses hukum yang berlaku.

 

"VANESSA ANGEL ditahan (gak membunuh loh) dan saat itu punya anak usia EMPAT BULAN. Inget BAIQ NURIL? dia dipenjara, walaupun punya anak di bawah 10 tahun (kan kemarin bahasa si anu, karna anu punya anak dibawah 10 tahun)," tandas Melanie Subono.

 

"Oh iya ANGELINA SONDAKH juga sih waktu di tahan punya anak usia TIGA TAHUN. Mau contoh sih banyak lagi tapi takut ga muat di caption. Kalau mengenai KEMANUSIAAN pun banyak sih contoh nya ... pasti ga tega kalao gw tulis. Tapi mereka tetap ditahan," tulis Melanie Subono yang kemudian menuai beragam komentar, termasuk juga komentar Jefri Nichol menyinggung isu anak Ferdy Sambo bikin ribut di klub malam. (urbanjabar)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.