Latest Post



SANCAnews.id  Seorang polisi di Polsek Kembangan, Jakarta Barat, viral di media sosial seusai video yang berisi dirinya menyuruh wartawan salah satu media melakukan wawancara dengan sebuah pohon. 

 

Aksi tersebut bermula saat seorang wartawan perempuan itu bertanya soal perkembangan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan korban perempuan berinisial MMS yang kebetulan tengah ditangani Polsek Kembangan.

 

Namun, bukannya memberikan keterangan, polisi berkemeja putih tersebut justru menyuruh wartawan itu mewawancarai pohon yang terletak di depan Polsek Kambangan.

 

"Kamu tunggu dulu di situ, bicara dulu bicara sama pohon dulu sebentar ya," kata polisi tersebut.

 

Perlakuan polisi itu lantas membuat para wartawan bingung dan sempat terjadi adu mulut.

 

"Kenapa begitu, Pak," protes wartawati tersebut.

 

"Masa kami disuruh bicara sama pohon, Pak?" kata wartawan lainnya.

 

Tak menggubris protes wartawan, polisi tersebut justru berlalu dan masuk ke dalam kantor di Polsek Kembangan.

 

Video tersebut diunggah oleh kuasa hukum korban KDRT, Sunan Kalijaga, di akun Instagram @sunankalijaga_sh, Rabu (31/8/2022). Adapun  peristiwa tersebut terjadi pada Senin (29/8/2022).

 

Diperiksa Propam

Personel Polisi yang menyuruh wartawan berbicara dengan pohon akhirnya diperiksa oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro.

 

Kepastian tersebut disampaikan oleh Kasie Humas Polres Metro Jakarta Barat, Kompol Muhammad Taufik.

 

Menurut penjelaannya, tak hanya satu, namun ada dua polisi yang diperiksa terkait hal tersebut. Dia menyebut mereka telah diperiksa sejak Rabu (31/8/2022).

 

"Kanit Reskrim dan Panit Reskrim dari kemarin sudah diperiksa sama Propam Polda Metro Jaya, Propam Polres Jakarta Barat juga," kata Taufik dikutip dari Kompas.com, Jumat (2/9/2022).

 

Ia mengatakan, saat ini belum ada hasil dari pemeriksaan terhadap kedua polisi tersebut.

 

"Belum ada hasil, karena dua hari ini masih diperiksa," kata Taufik.

 

Kendati demikian, dia memastikan setiap polisi akan mendapat sanksi jika terbukti melakukan pelanggaran.

 

"Tentunya nanti kalau memang ditemukan ada pelanggaran, pasti ditindak tegas. Sejauh ini belum ada sanksi mutasi dan lainnya, masih diperiksa," ujarnya.

 

Kapolres Jakarta Barat Sebut Salah Paham

Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Pasma Royce turut langsung melakukan kunjungan ke kantor wartawan tersebut bernaung, yaitu MNC Group, Kamis sore (1/9).

 

Dia menyebut ada kesalahpahaman yang terjadi antara anggotanya dengan salah satu wartawan program TV di MNC Group.

 

"Saya selaku Kapolres Metro Jakarta Barat ingin meluruskan atas kesalahpahaman yang terjadi," kata Pasma Royce.

 

Dia mengatakan, lewat kejadian ini, semoga menjadikan pelajaran berharga bagi kedua belah pihak untuk makin meningkatkan sinergitasnya.

 

"Apa yang telah terjadi menjadi pelajaran berharga dan semakin meningkatkan hubungan sinergitas antara Polres Metro Jakarta Barat dengan media," ujarnya.

 

"Selama ini Polres Metro Jakarta Barat telah membina hubungan baik terhadagp para awak media. Apa yang terjadi di lapangan jangan sampai berlarut-larut dan segera untuk diluruskan."

 

Sementara itu, Direktur MNC Group, Gabriel, juga meyakini bahwa kejadian viral yang melibatkan polisi dan karyawannya itu hanya kesalahpahaman.

 

"Selama ini kami MNC Group telah membina hubungan baik dengan Polres Metro Jakarta Barat. Apa yang terjadi di lapangan itu hanya missed komunikasi saja," ujarnya. (kompas




SANCAnews.id – Debat antara Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Ngabalin, dengan mantan pengacara Bharada Richard Eliezer, Deolipa Yumara menyedot perhatian publik.

 

Pasalnya, adu argumen di antara dua sosok tersebut berakhir dengan umpatan yang keluar dari mulut Ali Ngabalin.

 

Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie memandang, umpatan atau kata-kata kasar seperti "goblok" seharusnya tidak keluar dari mulut seorang pejabat publik.

 

"Saya kira pernyataan Ali Ngabalin dengan mencak-mencak, mengumpat, bikin malu istana," ujar Jerry kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (1/9).

 

Menurut Jerry, yang namanya pejabat publik pastinya memiliki tingkat intelektualitas tinggi, sehingga bisa memilah kata dan mengendalikan emosi saat berdebat.

 

"Tapi biasa orang kalau otak cetek omongannya lebih besar ketimbang otaknya," sindirnya.

 

Jerry memandang, seharusnya diksi "goblok" tak perlu keluar dari bibir Ali Ngabalin, mengingat dia termasuk orang lingkaran Istana.

 

"Saya pikir Ali Ngabalin harus mengerti tupoksinya apa, lebih baik mendengar masukan yang konstruktif bukan ada debat, selanjutanya disampaikan ke pimpinannya. Jangan ngomong seperti koboi, hingga microphone-nya dimatikan," tandas Jerry.

 

Perdebatan antara Ali Ngabalin dengan Deolipa terjadi dalam program talk show salah satu televisi swasta nasional. Dalam momentum itu, keduanya membicarakan soal kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat. (*)


SANCAnews.id – Berita Acara Pemeriksaan atau BAP Ferdy Sambo yang sempat dilihat Tempo mengungkap soal penghapusan rekaman kamera keamanan di sekitar rumah dinasnya. Sambo sempat mengancam bawahannya yang sempat melihat rekaman tersebut untuk tutup mulut.

 

Dalam BAP itu Sambo awalnya mengaku memerintahkan mantan Kepala Biro Paminal Brigjen Hendra Kurniawan untuk mengamankan kamera keamanan atau CCTV (Close Circuit Television) di sekitar rumah dinasnya di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. Perintah itu diberikan Sambo ketika Hendra hadir di lokasi pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat.

 

Keterlibatan Hendra bermula ketika dia mendapatkan telepon dari Sambo yang memintanya untuk datang ke Duren Tiga. Hendra sedang memancing di kawasan Pantai Indah Kapuk saat itu.

 

"Kasus nih, ajudan tembak-tembakan, satu meninggal," kata Sambo kepada Hendra melalui hubungan telepon.

 

Mendapatkan perintah itu, Hendra langsung meluncur ke Duren Tiga. Sesampainya di sana, Sambo menceritakan skenario palsu kematian Brigadir J yang telah dia persiapkan kepada Hendra. Sambo menceritakan bahwa Brigadir J tewas setelah terlibat tembak menembak dengan Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Brigadir J juga disebut melakukan pelecehan seksual kepada istri Sambo, Putri Candrawathi. Kepala Biro Provos Polri, Brigjen Benny Ali, pun ikut mendengarkan cerita itu bersama Hendra.

 

Perintah untuk mengamankan CCTV

Kepada penyidik, Sambo awalnya mengaku memerintahkan dua bawahannya itu untuk melakukan penyidikan kematian Brigadir J sesuai dengan prosedur. Dia meminta mereka untuk mengamankan alat bukti berupa pistol, CCTV serta saksi-saksi, yaitu: Bharada E, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf ke kantor Propam Mabes Polri.

 

Penyidik pun membacakan keterangan mantan Wakaden B Biropaminal Polri, AKBP Arif Rachman Arifin kepada Sambo. Dalam keterangannya, Arif menyatakan sempat melaporkan hasil pengecekan CCTV itu bersama Hendra pada 13 Juli 2022. Rekaman CCTV disebut yang tidak sesuai dengan cerita Sambo.

 

Sambo pun sempat menyatakan, "Tidak seperti itu, masa kamu tidak percaya sama saya."

 

Jenderal bintang dua itu juga sempat menanyakan siapa saja yang sudah melihat rekaman tersebut. Arif menjawab bahwa rekaman itu dilihatnya bersama Kompol Chuk Putranto, Kompol Baiquni Wibowo dan AKBP Ridwan.

 

Setelah itu, Sambo sempat meminta mereka untuk bungkam sembari menanyakan dimana rekaman itu disimpan.

 

"Kalau bocor berarti kalian berempat yang bocorin dan disimpan dimana video tersebut," kata Sambo.

 

Arif pun menjawab bahwa rekaman itu berada di laptop dan flashdisk Baiquni. Sambo lantas memerintahkan Arif untuk menghapus semua rekaman tersebut.

 

Sambo membenarkan cerita Arif tersebut, namun dia menyatakan Hendra Kurniawan tak mengetahui isi dari rekaman CCTV itu.

 

Polisi sempat menyatakan tak ada rekaman CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo. Awalnya, mereka menyatakan bahwa dekoder kamera pengawasan itu rusak karena tersambar petir. Belakangan diketahui bahwa rekaman CCTV itu diambil tanpa melalui prosedur yang benar.

 

Akibat masalah, Brigjen Hendra Kurniawan dan Brigjen Benny Ali beserta bawahannya ikut terseret. Mereka dinilai melakukan obstrucion of justice atau menghalang-halangi penegakan hukum. Ferdy Sambo juga menyeret puluhan anggota polisi lainnya seperti Kapolres Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto dan para bawahannya dalam kasus ini.

 

Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo menolak berkomentar soal isi BAP Ferdy Sambo tersebut. Dia menyatakan hal itu masuk ke ranah hukum. Pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, pun tak mau berkomentar soal ini. (tempo)


SANCAnews.id – Berita Acara Pemeriksaan atau BAP Ferdy Sambo dan Hendra Kurniawan menguak soal arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Kapolri sempat bertemu dengan Ferdy, Hendra dan Benny Ali pada malam  setelah kejadian pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat.

 

Dalam dua BAP yang sempat dilihat Tempo tersebut, Hendra dan Benny menyatakan bertemu dengan Kapolri pada Jumat malam, 8 Juli 2022.  Mereka menyatakan mendapat perintah untuk bertemu Kapolri setelah dihubungi Kakorspripim Kapolri Kombes Dedi Murti. Saat itu, Benny dan Hendra sedang berada di di kantornya.

 

Sebelum bertemu dengan Kapolri, Benny dan Hendra mengaku sempat bertemu dengan Sambo di rumah dinasnya yang juga menjadi lokasi tewasnya Yosua. Keduanya mendengarkan cerita palsu dari Sambo bahwa Yosua tewas akibat aksi tembak menembak dengan Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu.

 

Dalam perjalanan menuju ruangan Kapolri, keduanya juga mengaku berpapasan dengan Sambo di lantai 1 Kantor Biro Provost Polri. Mereka memberitahukan panggilan dari Listyo Sigit tersebut.

 

"Oiya, jelaskan saja, nanti saya menghadap juga," kata Sambo menanggapi Hendra dan Benny.

 

Arahan Kapolri soal kematian Brigadir J 

Hendra dan Benny kemudian melaporkan cerita yang mereka dengar dari Sambo itu kepada Kapolri. Listyo Sigit pun memberikan arahan agar kasus ini ditangani sesuai prosedur dan mengabaikan bahwa peristiwa ini terjadi di rumah dinas Kadivpropam Polri.

 

Usai pertemuan itu, Hendra dan Benny kemudian kembali ke kantornya sementara Sambo bertemu dengan Kapolri.

 

Sambo pun sempat kembali ke Kantor Biro Provos Polri usai menemui Kapolri. Di sana dia berbicara dengan Bharada E, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf. Ketiganya diamankan di sana atas perintah Sambo.

 

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan pemaparan saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 24 Agustus 2022. Rapat tersebut membahas kasus pembunuhan berencana yang dilakukan oleh mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo terhadap Brigadir Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. TEMPO/M Taufan Rengganis

 

Setelah itu, Sambo menceritakan kepada Hendra dan Benny soal pertemuannya dengan Kapolri. Dia menyatakan bahwa Listyo Sigit sempat menanyakan apakah dirinya ikut terlibat menembak Yosua.

 

"Siap Tidak Jenderal. Kalau saya nembak kenapa harus di dalam rumah? Pasti saya selesaikan di luar. Kalau saya yang nembak bisa peccah itu kepalanya karena senjata pegangan saya kaliber 45," kata Sambo kepada Hendra dan Benny menirukan jawabannya kepada Kapolri.

 

Perintah Kapolri agar kasus itu ditangani sesuai prosedur tampaknya tak diindahkan oleh Hendra dan Benny. Buktinya, mereka terlibat dalam sejumlah upaya menghalangi penyidikan. Misalnya soal mengawal pemeriksaan saksi-saksi oleh penyidik Polres Jakarta Selatan agar dilakukan di Biro Paminal.

 

Brigjen Hendra Kurniawan sempat menyatakan bahwa hal itu dia lakukan atas perintah Sambo. Dia mengaku mendapatkan telepon dari Sambo pada Sabtu pagi, 9 Juli 2022.

 

"Bro, untuk pemeriksaan saksi-saksi oleh penyidik Selatan di tempat Bro aja ya. Biar tidak gaduh karena ini menyangkut Mbak-mu, masalah pelecehan," kata Hendra menirukan perintah Sambo.

 

Sambo juga disebut meminta agar Bharada E cs tak lagi di tahan. Permintaan itu dilontarkan Sambo usai penyidik Biro Paminal Polri melakukan rekonstruksi di rumah dinasnya di Komplek Polri Duren Tiga.

 

Brigjen Benny Ali mengaku sempat menolak permintaan Sambo itu karena kasus ini masih disidik oleh Polres Jakarta Selatan. Akan tetapi mereka tak berdaya dengan desakan Sambo.

 

"Alasannya, Ibu Putri ingin bertemu karena sudah menyelamatkan nyawanya," kata Benny dalam BAP Ferdy Sambo dan Hendra Kurniawan.

 

Setelah itu, Hendra juga terlibat dalam penghilangan alat bukti rekaman CCTV di sekitar rumah Duren Tiga. Sambo memerintahkan Hendra untuk mengamankan CCTV tersebut.

 

Pada 13 Juli, Wakaden B Biropaminal Polri, AKBP Arif Rachman Arifin, mengaku sempat melaporkan hasil pengecekan terhadap CCTV tersebut. Arif mengaku dia ditemani Hendra saat itu. Arif dan Hendra melaporkan bahwa dia menemukan ketidaksesuaian antara cerita Sambo dengan rekaman CCTV.

 

"Tidak seperti itu, masa kamu tidak percaya sama saya," kata Sambo menanggapi laporan tersebut.

 

Sambo kemudian menanyakan siapa saja yang sudah melihat rekaman itu dan dimana rekaman itu berada. Arif pun menjawab bahwa rekaman itu dilihatnya bersama dengan Kompol Chuk Putranto, Kompol Baiquni Wibowo dan AKBP Ridwan. Sambo pun mengancam keempat bawahannya itu untuk tutup mulut dan meminta agar rekaman itu dihapus.

 

"Kalau bocor berarti kalian berempat yang bocorin," kata Sambo.

 

Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo menolak berkomentar soal isi BAP Ferdy Sambo tersebut. Dia menyatakan hal itu masuk ke ranah hukum. Pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, pun tak mau berkomentar soal ini. (tempo)


 

SANCAnews.id – Habib Bahar bin Smith bebas dari Rumah Tahanan (Rutan) Polda Jabar, Kamis dini hari (1/9).

 

Bahar bin Smith disambut pihak keluarga dan langsung menuju Pondok Pesantren Tajjul Allawiyin, Kabupaten Bogor.

 

"Habib keluar dari rutan Polda Jabar jam 3 pagi. (Habib) langsung ke Tajul (Allawiyin), pesantren, kediaman beliau. Kondisi beliau sehat, bugar," ujar kuasa hukum Bahar bin Smith, Ichwanuddin Tuankotta diberitakan Kantor Berita RMOLJabar.

 

Bahar bin Smith belum memberi keterangan kapan dirinya akan kembali mulai berceramah.

 

"Beliau ingin fokus dengan keluarga," tutur Ichwanuddin.

 

Sementara itu dikonfirmasi terpisah, Kasi Intel Kejari Bale Bandung, Andrie Dwi Subianto mengatakan, dibebaskannya Bahar usai adanya penetapan putusan hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung. Pihak jaksa melakukan eksekusi atas putusan itu.

 

"Ya sudah bebas murni. Karena kan 7 bulan ya (putusan hakim PT Bandung), sudah pas hari ini," kata Andrie.

 

Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung memperberat hukuman habib Bahar bin Smith menjadi tujuh bulan penjara. Namun, hakim meminta agar Bahar dikeluarkan dari tahanan.

 

Hal itu sebagaimana putusan hakim PT Bandung yang diketuai oleh Untung Widarto dan dua anggota Majelis Elly Endang dan Robert Siahaan.

 

Sebagaimana dikutip dari laman Mahkamah Agung (MA) pada Rabu (31/8/2022), PT Bandung menerima banding jaksa atas vonis 6 bulan 15 hari Bahar.

 

Vonis hakim PT Bandung lebih besar ketimbang vonis hakim PN Bandung yang sebelumnya memvonis Bahar dengan hukuman 6 bulan 15 hari.

 

Dalam putusannya, hakim PT Bandung menilai Bahar bersalah menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau tidak lengkap.

 

Vonis itu dikurangkan dari masa penahanan yang telah dijalani. Hakim juga meminta agar Bahar dibebaskan dari penjara.

 

"Memerintahkan agar terdakwa dikeluarkan dari tahanan rumah tahanan negara," kata hakim. (rmol)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.