Latest Post


SANCAnews.id – Beredar surat yang menyatakan bahwa Ferdy Sambo bertanggung jawab atas tindakan BJP Hendra Kurniawan dan KBP Agus Nurpatria mengamankan CCTV di pos Satpam di rumah dinas Duren Tiga, Jakarta Selatan.

 

Dalam surat tersebut Sambo mengaku bahwa tindakan yang dilakukan mereka atas perintah dirinya. Hal ini dilakukan Sambo sesuai dengan prosedur yang diatur dalam Perkap nomor 1 tahun 2015 tentang SOP penyelidikan.

 

Dalam Peraturan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Nomor 1 Tahun 2015 tentang Standar Operasional Prosedur Penyelidikan Pengamanan Internal di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 8 Huruf (f), mengamankan sementara orang dan/atau barang untuk kepentingan keamanan maupun penyelidikan.

 

Lebih lanjut dalam surat tersebut, selain menegaskan tidak ada keterlibatan BJP Hendra Kurniawan dan KBP Agus Nurpatria, Ferdy Sambo meminta jangan sampai penyidik memproses hukum orang yang tidak bersalah.

 

Ferdy Sambo juga mengingatkan bahwa dua orang tersebut adalah aset sumber daya manusia Polri, yang sudah lama bertugas di Biro Paminal Div Propam Polri.

 

Dalam surat yang bertanggal 30 Agustus 2022, Ferdy Sambo juga meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh rekan-rekan sejawat Polri, atas penyampaian atau penjelasan informasi yang tidak benar tentang kronologis kejadian meninggalnya Brigadir J di TKP rumah dinas Duren Tiga.(tvone)


SANCAnews.id – Baru-baru ini, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin kembali membuat kehebohan lantaran memarahi eks Pengacara Richard Eliezer (Bharada E) Deolipa Yumara di siaran televisi.

 

Peristiwa itu disoroti oleh aktivis senior Sudarsono Saidi yang menyebut bahwa sudah banyak yang meminta Ali Ngabalin dicopot dari jabatannya.

 

Hal itu disampaikan Saidi Sudarsono lewat akun Twitter pribadinya @saidi_sudarsono pada Jumat (2/9/2022).

 

"Sudah teramat banyak yg menyarankan agar Jokowi maupun Moeldoko mencopot Ngabalin. Bahkan ada saran juga, jika ingin lihat pemerintahan Jokowi lihatlah muka Ngabalin. Ribet," ungkap Sudarsono Saidi.

 

Lebih lanjut, aktivis itu mengatakan bahwa saran untuk mencopot Ngabalin tidak ditindak lanjuti meski sudah banyak.

 

Sudarsono Saidi menilai bahwa adanya Ngabalin dipakai untuk melawan suara kritis dari rakyat.

 

"Saran itu tak didengar justru Ngabalin sengaja dipakai untuk melawan suara2 kritis rakyat. Payah!!!!," tandas Sudarsono Saidi.

 

Diketahui, perdepatan sempat terjadi antara Deolipa Yumara dan Ali Mochtar Ngabalin terkait rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir J yang menyeret nama mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo. Momen debat tersebut tayang di acara Catatan Demokrasi di TV One.

 

"Kamu siapa? Menuduh orang goblok dan lain-lain. Kamu manusia apa sih?" bentak Ngabalin pada Deolipa yang sejatinya mendapat kesempatan untuk bicara pada Selasa (30/8/2022).

 

Politisi Partai Bulan Bintang itu pun tidak memberikan kesempatan pada Deolipa untuk berbicara. Ngabalin terus menuding bahwa Deollipa tidak punya etika karena melontarkan kalimat bodoh di publik.

 

Deolipa pun menanggapi serangan dari Ngabalin dengan tak masalah disebut punya etik. Pengacara itu menyebut bahwa ia adalah aktivis 98, tapi tak digubris oleh Ali Ngabalin.

 

Ngabalin pun tak henti menyerang pengacara nyentrik berambut ikal itu. Kendati dua presenter sudah berusaha untuk menghentikan, Ngabalin terus memaki Deolipa.

 

"Kau kayak orang pintar kau, menuduh orang bodoh semua. Rakyat siapa yang kau wakili?," teriak Ngabalin memaki Deolipa. (poskota)


SANCAnews.id – Politisi Partai Gerindra Fadli Zon ikut menilai sikap Polri yang tak menahan istri Irjen Polisi Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dapat menjadi yurisprudensi yang buruk.

 

Bahkan kata mantan Wakil Ketua DPR itu, tak ditahannya Putri yang telah menjadi tersangka pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, menjadi catatan diskriminasi hukum yang nyata.

 

Hal tersebut disampaikan Fadli Zon di akun twitter pribadinya @fadlizon. Ia juga menyematkan link berita dari salah satu media nasional yang berjudul "Keputusan Polri Tidak Menahan Putri Chandrawati Menyakiti Rasa Keadilan".

 

"Ini bisa jadi yurisprudensi yang buruk, catatan diskriminasi hukum yang nyata,"ujar Fadli Zon dalam cuitannya di akun twitter pribadinya @fadlizon yang dikutip Suara.com, Jumat (2/9/2022).

 

Sebelumnya,Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mempertanyakan sikap Polri yang tidak menahan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

 

Padahal Putri Candrawathi sudah jadi tersangka pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

 

Menurut Bambang, keputusan untuk tidak menahan istri mantan kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo itu jauh dari rasa keadilan.

 

"Jelas menyakiti rasa keadilan masyarakat," kata Bambang, Jumat (2/9/2022).

 

Bambang menyebut, penyidik memiliki kewenangan untuk memutuskan tersangka ditahan atau tidak dengan pertimbangan tidak akan melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti, dan tidak mengulangi perbuatannya.

 

Namun demikian hal ini dirasa tidak memenuhi rasa keadilan publik telah terpenuhi dengan tidak ditahannya Putri Candrawathi.

 

Terlebih saat ini Putri Candrawathi juga masih dapat berkomunikasi dengan orang luar selama tidak dilakukan penahanan.

 

"Pendapat saya, memang PC (Putri) tidak akan menghilangkan barang bukti dan lain-lain sesuai alasan objektif dan subjektif penyidik; tetapi apakah alasan itu memenuhi rasa keadilan?" tambahnya.

 

Bambang menilai salah satu alasan tersangka Putri tidak ditahan karena suaminya, tersangka Ferdy Sambo, diduga masih memiliki pengaruh kuat di internal Polri.

 

Namun Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri, sekaligus Ketua Tim Khusus Polri, Komjen Pol. Agung Budi Maryoto mengatakan ada permintaan dari kuasa hukum Putri Candrawathi agar tersangka pembunuhan Brigadir Yosua itu tidak ditahan.

 

"Penyidik masih mempertimbangkan, pertama alasan kesehatan, yang kedua (alasan) kemanusiaan, yang ketiga masih memiliki balita (anak bawah lima tahun)," kata Agung di Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta, Kamis (1/9/2022).

 

Meski tak ditahan saat ini Putri Candrawathi sudah dicekal.

 

"Dan pengacaranya menyanggupi Ibu PC akan selalu kooperatif dan ada wajib lapor," tambah Agung.

 

Selain alasan kemanusiaan mengapa tersangka Putri tidak ditahan, kata Agung, ialah karena Ferdy Sambo, yang juga tersangka pembunuhan berencana Brigadir Yosua, sudah ditahan.

 

"Ya kondisi Bapaknya (Ferdy Sambo) kan juga sudah ditahan," katanya.

 

Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua, bersama dengan tiga tersangka lain, yakni Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.

 

Kelima tersangka itu dijerat Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, dengan ancaman maksimal hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun. (suara)


SANCAnews.id – Kasus pembunuhan berencana Brigadir J oleh Eks Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo mendapatkan tanggapan serius dari Ketua Divisi Hukum Front Persaudaraan Islam (FPI) sekaligus pengacara Habib Rizieq Shihab (HRS), Azis Yanuar.

 

Aziz bahkan menyebut Irjen Ferdy Sambo terinspirasi merekayasa kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dari kasus unlawfull killing KM 50.

 

"FS ini diduga terinspirasi dan menjadikan pola yang digunakan untuk menutup kasus KM 50, sebagai modus juga untuk menutupi fakta dalam kasus FS," tutur Azis kepada Suara.com, Jumat (2/9/2022).

 

Ferdy Sambo, lanjut Aziz, sengaja memakai pola seolah terjadi baku tembak di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Tujuannya, untuk menutupi fakta di balik kasus tersebut. Motif seperti itu kata Azis, hampir serupa dengan apa yang terjadi dalam kasus unlawfull killing KM 50.

 

"Jadi karena pola fake news tembak menembak dalam kasus KM 50 sukses menutupi fakta sesungguhnya, maka FS menggunakan template, modus, pola yang sama untuk menutupi peristiwa di rumah dinasnya," jelas Azis.

 

Namun begitu, Azis mengungkap skenario yang dipakai Ferdy Sambo ini gagal lantaran tidak ada kepentingan politik yang harus dilindungi di dalamnya. Bedanya di kasus unlawfull killing KM 50 kata Azis, kasus tersebut kental dengan nuansa politik.

 

"Sialnya, dalam peristiwa yang berkaitan dengan dirinya ini, FS lupa, bahwa pola yang digunakan dalam kasus km 50 itu adalah modus rekayasa yang disepakati bersama oleh para pelaku dan penguasa politik," ungkap Azis.

 

"Sementara dalam kasus dirinya, tidak ada kepentingan politik penguasa yang perlu dilindungi, jadi pola menciptakan fake news ini gagal total," imbuhnya.

 

Extra Judicial Killing Ferdy Sambo 

Sebelumnya dikabrkan pula bahwa Komnas HAM mengumumkan hasil penyelidikannya dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Dari sejumlah temuannya terdapat beberapa poin penting.

 

Salah satunya Komnas HAM menyebut pembunuhan berencana terhadap Brigadir termasuk dalam extra judicial killing atau pembunuhan di luar hukum.

 

Hal itu masuk dalam kategori pelanggaran HAM yang dilakukan Ferdy Sambo yang dibantu sejumlah ajudannya.

 

"Pembunuhan Brigadir J merupakan extra judicial killing," kata Komisioner Komnas HAM,(1/9)

 

Kasus extra judicial killing atau unlawful killing pernah terjadi dan melibatkan penyidik Polda Metro Jaya. Kasus itu terkait kasus penembakan di KM 50 Jakarta-Cikampek yang menewaskan enam anggota laskar FPI yang mengawal Habib Rizieq Shihab.

 

Komnas HAM juga memapar hasil investigasi kepada Polri terkait kasus Unlawful Kiling terkait penembakan terhadap enam pengawal Rizieq tersebut. (suara)



SANCAnews.id – Ferdy Sambo kembali menulis surat yang isinya membela anak buahnya Brigjen Hendra Kurniawan.

 

Dalam surat yang ditulis tangan itu, Ferdy Sambo menyampaikan kalau anak buahnya itu tidak terlibat dalam dalam perusakan CCTV di pos satpam Duren Tiga, Jakarta Selatan (Jaksel).

 

Terkait hal ini, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menyampaikan bahwa, tersangka memiliki hak untuk mengingkari sangkaan.

 

"Orang terdakwa, tersangka sekalipun, sesuai Pasal 66, dia punya hak untuk mengingkar," kata Dedi kepada wartawan di Jakarta, Jumat (2/9).

 

Oleh karena itu, Dedi menegaskan, keputusan bersalah atau tidaknya sesorang berada di tangan hakim yang menentukan sesuai dengan penilaian terhadap fakta-fakta di persidangan.

 

"Monggo, silakan, tapi fakta persidanganlah yang dinilai oleh hakim. Hakim yang menilai semuanya berdasarkan fakta persidangan, keterangan para saksi, dan alat bukti lainnya, baru nanti hakim memutuskan secara kolektif kolegial apa keputusannya. Itu dulu," ujar Dedi.

 

Tim khusus (timsus) Polri resmi menetapkan tujuh orang personel Polri sebagai tersangka atas sangkaan merintangi penyidikan alias obstruction of justice.

 

Selain Ferdy Sambo, para tersangka itu mayoritas anak buah Ferdy Sambo sewaktu menjabat sebagai Kadiv Propam, mereka adalah Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuk Putranto dan AKP Irfan Widyanto.

 

Sebelumnya, istri Brigjen Hendra Kurniawan, Seali Syah, mengunggah surat yang katanya ditulis oleh Irjen Ferdy Sambo dan menyebut suaminya  tidak terlibat perusakan CCTV di pos satpam Duren Tiga, Jakarta Selatan (Jaksel).

 

Surat Sambo itu menyebut Brigjen Hendra hanya mengamankan DVR CCTV di rumah dinas Duren Tiga.

 

Dalam surat tersebut, Sambo menuliskan dugaan CCTV di pos satpam Duren Tiga diamankan Brigjen Hendra dan Kombes Agus Nurpatria atas perintah dirinya. Dia mengaku memerintah Hendra selaku atasan langsung.

 

"Berkaitan dengan kegiatan awal pengecekan dan pengamanan CCTV di pos satpam yang diduga dilakukan oleh BJP. Hendra Kurniawan dan KBP Agus Nurpatria adalah benar perintah saya selaku atasan langsung sesuai prosedur yang diatur dalam Perkap 01 Tahun 2015 tentang SOP Penyelidikan," tulis Sambo.

 

Sambo kemudian menuliskan Brigjen Hendra dan Kombes Agus tak terlibat perusakan CCTV pos satpam Duren Tiga. Dia menyebut laporan yang menyatakan Brigjen Hendra dan AKBP Agus hanya mengamankan CCTV di rumah dinas Duren Tiga.

 

"Dalam hal ini perlu saya tegaskan bahwa tidak ada keterlibatan BJP Hendra Kurniawan dan KBP Agus Nurpatria, terkait pengerusakan DVR CCTV pos satpam Duren Tiga. Adapun yang dilaporkan oleh BJP Hendra Kurniawan dan AKBP Agus Nurpatria adalah adanya tindak pengamanan DVR CCTV adalah di dalam rumah dinas Duren Tiga oleh Pusinafis Bareskrim Polri yang tidak sesuai prosedur," tulisnya. (rmol)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.