SANCAnews.id – Koordinator Sahabat DPR Indonesia, Bintang Wahyu
Saputra menolak tegas wacana pemberhentian Kapolri Jenderal Listyo Sigit
Prabowo buntut penanganan kasus pembunuhan Brigadir J alias Yosua
Hutabarat.
Sebelumnya, anggota Komisi III
DPR Fraksi Demokrat Beny K Harman mengusulkan Kapolri agar diberhentikan
sementara agar kasus penanganan kasus tersebut objektif dan transparan.
Menurut Bintang, pihaknya melihat
wacana tersebut tidak relevan setelah melihat langkah Kapolri Jenderal Listyo
Sigit yang cepat merespons dengan membentuk tim khusus (timsus).
"Kapolri tegas dalam
pengungkapan kasus itu. Tidak ada yang ditutupi. Pak Kapolri sudah on the track
karena tersangkanya sudah ada dan ditahan," ujar Bintang kepada
tvOnenews.com, Selasa (23/8/2022).
Bintang menjelaskan Komisi III
DPR berkesempatan menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kapolri Jenderal
Listyo Sigit untuk membahas perkembangan kasus tersebut.
Oleh karena itu, dia mengimbau
DPR juga bisa membantu Kapolri untuk menyelesaikan dan mengawasi pengungkapan
kasus tewasnya Brigadir J.
"Lebih baik DPR RI membantu
menyelamatkan Polri dari mafia hukum yang menjadi beking judi online dan
kejahatan lainnya," jelasnya.
Menurutnya, Kapolri Listyo Sigit
Prabowo juga serius dalam memberantas kejahatan judi online yang meresahkan
masyarakat.
Dengan demikian, dia menuturkan
hal tersebut yang seharusnya didukung oleh DPR terkait pusaran kasus Irjen
Ferdy Sambo.
"Kalau perlu, bentuk Pansus
Perang Lawan Mafia Hukum dengan melibatkan lembaga lain seperti OJK, KPK, dan
PPATK. ini lebih jelas," imbuhnya.
Adapun kasus tewasnya Brigadir J
dikaitkan dengan dugaan bisnis haram judi online yang diawasi eks Kadiv Propam
Irjen Ferdy Sambo, tersangka pembunuhan berencana.
Hasil Autopsi Ulang Brigadir J
Hasil autopsi ulang jenazah Nofryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J akhirnya
menjawab keresahan publik soal dipindahkannya otak korban dari kepala ke perut.
Hasil autopsi ulang jasad
Brigadir J tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Persatuan Dokter Forensik
Indonesia (PDFI) Ade Firmansyah.
Pada hasil autopsi ulang jenazah
Brigadir J ini Ade memastikan tidak adanya luka penyiksaan di tubuh korban.
“Kami bisa pastikan dengan
keilmuan forensik yang sebaik-baiknya, bahwa tidak ada tindakan kekerasan
selain kekerasan senjata api pada tubuh korban,” ujar Ade di Mabes Polri, Senin
(22/8/2022).
Lantas apakah ada perbedaan hasil
autopsi pertama dan kedua, Ade menjawab bahwa perbandingan hasil autopsi dapat
disaksikan di persidangan. Pihaknya memastikan hasil
ekshumasi ini telah disampaikan kepada penyidik Bareskrim Polri.
Selanjutnya Ade menyebut tim
dokter menemukan dua luka fatal di kepala dan dada korban pembunuhan berencana
Ferdy Sambo ini. Kedua luka tersebut berasal dari tembakan senjata api.
“Ada dua luka yang fatal
tentunya, di daerah dada dan kepala,” ucapnya.
Saat ditanya jarak tembak pada
luka fatal tersebut, Ade mengaku tidak bisa memberikan penjelasan lebih lanjut
lantaran ciri-ciri luka pada tubuh korban sudah mengalami perubahan.
“Bentuknya sudah tidak sesuai
lagi dengan yang aslinya sehingga jarak tembak jauh atau dekat tidak bisa
dilihat,” katanya.
Penjelasan Dokter Forensik soal
Otak Dipindah ke Perut Berikutnya terkait dengan organ tubuh otak yang
sebelumnya disebutkan berpindah ke perut, Ade menyebut bahwa itu merupakan
bagian dari tindakan autopsi untuk mengamankan organ tubuh korban.
“Semua organ pada setiap tindakan
autopsi pasti harus dikembalikan ke tubuhnya. Dengan pertimbangan karena
jenazah akan ditransportasikan dan adanya bagian-bagian tubuh yang terbuka
sehingga harus dilakukan beberapa tindakan di tempat-tempat (Red: dipindahkan)
agar tidak mengalami kececeran dan sebagainya,” ujar Ade.
Soal ukuran luka tembak yang
sebelumnya juga disebutkan berbeda, Ketua PDFI ini kembali menjelaskan bahwa
dirinya tidak mengidentifikasi terkait ukuran kaliber.
“Kaliber dan ukuran peluru kami
tida bisa tentukan, diautopsi kedua ini bentuk lukanya sudah tidak asli lagi.
Adanya pembusukan atau pemberian formalin pada jenazah tentunya bentuk luka
akan mengalami perubahan,” katanya.
Detik-detik Kematian Brigadir J
Sementara berdasarkan kronologi yang diketahui mantan kuasa hukum Bharada E,
Deolipa Yumara, Bharada E sempat menceritakan saat itu mereka sedang berada di
rumah Dinas Jalan Saguling, Duren Tiga Barat, Pancoran, Jakarta Selatan.
Mulanya, Brigadir J diminta untuk
naik ke lantai atas, namun Joshua menolak. Tapi karena perintah itu datang dari
Irjen Ferdy Sambo, akhirnya Brigadir J menurut.
Kala itu, Bharada E juga naik ke
lantai atas, dia menyaksikan Brigadir J yang sudah berlutut di depan Ferdy
Sambo yang sedang memegang pistol sambil memakai sarung tangan.
“Di atas itu sudah ada kejadian,
si Yoshua berlutut di depan Sambo. Kalau menurut keterangan Richard, kan
Richard pegang pistol. Sambo juga pegang pistol. Tapi Sambo pakai sarung
tangan. Biasa kan, namanya mafia kan, suka pakai sarung tangan,” kata Deolipa.
Situasi menjadi panas ketika
Irjen Ferdy Sambo memberikan perintah kepada Bharada E untuk menembak rekannya.
Perintah itu tak dapat ditolak oleh Bharada E, maka terjadilah penembakan
terhadap Brigadir J.
“Dalam posisi itu, ada perintah
dari Sambo untuk si Richard, ‘woy sekarang woy.. tembak, tembak woy… ya namanya
perintah kan Richard ketakutan. Karena kalau Richard nggak nembak, mungkin dia
ditembak. Karena sama-sama pegang pistol kan. Akhirnya atas perintah, Richard
langsung tembaklah, ‘dor.. dor.. dor..’,” kata Deolipa, menirukan ucapan yang
disampaikan Bharada E.
Sebelumnya, Polri telah
menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus penembakan Brigadir J,
yakni Irjen Pol. Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan satu tersangka
sipil bernama Kuat Maruf atau KM. (*)