Latest Post


SANCAnews.id – Setelah Irjen Pol Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana, Polri diminta untuk berani melakukan peninjauan ulang terhadap kasus KM 50 yang mengakibatkan enam laskar FPI meninggal dunia akibat ditembak Polisi.

 

Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam mendukung kasus KM 50 diadakan eksaminasi guna membongkar adanya skenario dugaan pembusukan hukum dalam penanganan di lapangan.

 

"Butuh eksaminasi terhadap putusan pengadilan berkaitan dengan kasus KM 50, kalau ditemukan kejanggalan jangan ragu untuk melakukan peninjauan ulang terhadap kasus tersebut," ujar Saiful kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (21/8).

 

Saiful menilai, butuh keberanian dan keterbukaan Polri untuk melakukan peninjauan ulang terhadap kasus KM 50 untuk mengusut apakah ada unsur skenario yang dengan sengaja mengarah kepada penghilangan barang bukti dan pemburaman fakta seperti yang terjadi dalam kasus pembunuhan terhadap Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

 

Apalagi, kasus ini turut melibatkan pasukan Ferdy Sambo yang kala itu masih menjabat Kadiv Propam Polri.

 

"Saya kira peninjauan ulang atas dasar berbagai fakta yang ditemukan belakangan menjadi hal yang krusial dan patut untuk dilakukan, sehingga berbagai spekulasi liar yang selama ini terjadi dapat dan mampu dijawab dengan objektif dan terbuka kepada seluruh masyarakat," pungkas Saiful. (*)



SANCAnews.id – Mantan pengacara Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Deolipa Yumara mendesak Irjen Fadil Imran mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Kapolda Metro Jaya.

 

Deo menyinggung aksi Fadil Imran berpelukan Teletubbies dengan Irjen Ferdy Sambo, tersangka pembunuhan berencana Brigadir J pada beberapa waktu lalu.

 

“Kapolda Metro Jaya untuk mundur dari jabatannya karena dia sudah berpelukan dengan Ferdy Sambo,” kata Deolipa di Depok, Sabtu (20/8/2022).

 

Menurutnya, adegan berpelukan antara Ferdy Sambo dengan Fadil Imran bisa berdampak buruk bagi anak-anak.

 

“Alasan saya cuma satu, anak-anak tidak boleh melihat hal seperti itu, apalagi anak-anak bisa membaca persoalan-persoalan yang ada di TikTok. Anak-anak SMP di bawah 15 tahun, ini sangat memalukan,” kata Deolipa.

 

Jika tidak mengundurkan diri, Deo meminta Fadil Imran dipecat. Dia akan mengirimkan surat permohonan pemecatan yang ditembuskan kepada Presiden dan Menkopolhukam. 

“Tembusan kepada Presiden dan Menko Polhukam supaya melakukan proses pemberhentian terhadap Fadil Imran,” tutup Deolipa. (akurat)

 


SANCAnews.id – Keterlibatan sejumlah perwira polisi dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat bisa menjadi pintu masuk untuk “bersih-bersih” internal Polri. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut, Polri bisa memaksimalkan upaya itu dengan mengaudit laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) para polisi tersebut.

 

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, aturan pelaporan harta kekayaan para perwira polisi itu, selain diatur dalam undang-undang, ditegaskan dalam Peraturan Kapolri Nomor 8/2017 tentang Penyampaian LHKPN di Lingkungan Polri. Dalam perkap itu, disebutkan bahwa setiap pegawai negara Polri wajib menyampaikan LHKPN.

 

Dari ketentuan tersebut, Kurnia menyebut Polri bisa mengidentifikasi dan menelusuri asal usul kekayaan anggotanya yang diduga terlibat dalam kasus pembunuhan Yosua. Bahkan, lebih dari itu, penelusuran tersebut juga bisa menjadi pintu masuk untuk mengungkap lebih jauh mengenai indikasi keterlibatan oknum polisi dalam lingkaran setan kejahatan perjudian.

 

”Polri bisa mengecek apakah LHKPN telah disampaikan dengan benar. Jika tidak sesuai dengan fakta di lapangan, maka sudah seharusnya diklarifikasi ke oknum tersebut,” kata Kurnia kepada Jawa Pos kemarin (20/8).

 

Asal usul kekayaan perwira polisi yang terlibat dalam dugaan rekayasa kasus Yosua itu dipertanyakan seiring mencuatnya indikasi pencucian uang yang berasal dari kejahatan perjudian, baik online maupun darat. Pun, Irjen Pol Ferdy Sambo, yang menjadi aktor rekayasa kasus Yosua, juga disebut-sebut sebagai “kaisar” dalam “kerajaan” di internal Polri yang ditakuti.

 

Dari hasil penelusuran Jawa Pos, Sambo diduga tidak patuh menyampaikan LHKPN ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nama Sambo tidak terdaftar dalam mesin pencarian di platform elektronik LHKPN (e-LHKPN) yang dikelola KPK.

 

Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding menyatakan, pihaknya sejatinya sudah menerima LHKPN Sambo untuk tahun periodik 2021. Namun, sampai saat ini LHKPN itu belum lengkap, sehingga belum bisa dipublikasikan dalam platform e-LHKPN KPK. ”Ada kelengkapan dokumen yang masih harus dilengkapi,” ujarnya saat dikonfirmasi. (jawapos)


SANCAnews.id – Lambat laun Mabes Polri mulai membongkar semua modus Irjen Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi dalam kasus pembunuhan Brigadir J.

 

Kali ini Mabes Polri mulai membuka peran Putri Candrawathi dalam kasus pembunuhan di rumah jenderal tersebut.

 

Hasil penyidikan, diketahui jika ternyata Putri Candrawathi lah yang mengajak korban Brigadir J dan para eksekutor lainnya ke tempat kejadian perkara (TKP).

 

Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menjelaksan lebih lengkap peran istri Ferdy Sambo yaitu Putri Candrawathi, tersangka pembunuhan Brigadir J.

 

Kata dia Putri ikut dalam skenario yang dibuat oleh suaminya Irjen Pol Ferdy Sambo.

 

"Mengikuti skenario yang dibangun oleh FS," ungkap Agus kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (20/8/2022).

 

Adapun keterangan para saksi dan alat bukti yang ada (fakta penyidikan), lanjutnya, menjadi dasar penyidik menetapkan Putri sebagai tersangka bersama Ferdy Sambo.

 

Menurutnya, berdasarkan fakta penyidikan, Putri terekam kamera CCTV berada di tempat kejadian perkara, baik sebelum, sesaat, maupun sesudah, penembakan Brigadir J.

 

Kamera dari pos satpam di seputar perumahan yang merekam kejadian tersebut.

 

"(Putri) ada di lantai tiga ketika Ricky dan Richard saat ditanya kesanggupan untuk menembak Almarhum Josua," tuturnya dari laman PMJ News.

 

Putri juga yang mengajak berangkat ke Duren Tiga bersama tersangka RE, tersangka RR, tersangka KM, dan korban Brigadir J.

 

Saat ini lima orang tersebut sudah ditetapka sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan tersebut.

 

Lima orang itu adalah Ferdy Sambo, kemudian istrinya Putri Candrawathi, lalu dua orang lagi ajudan, yang satu di antaranya adalah Bharada E, lalu satu orang pegawai.

 

Dari lima orang tersebut, penyidik menetapkan Putri Candrawathi sebagai yang terakhir jadi tersangka di antara lima orang ini.  (suara)


SANCAnews.id – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso merasa yakin bahwa isu LGBT di balik pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J akan terungkap usai hasil autopsi terhadap dubur dan kelamin korban akan segera keluar.

 

Dikabarkan, hasil autopsi ulang Brigadir J akan disampaikan pada Senin 22 Agustus 2022, termasuk hasil otopsi dubur dan kelamin korban Brigadir Joshua.

 

“Jadi selain LGBT ini juga isu yang saya dengar. Yang menarik bukti atopsi karena keluarga Joshua minta otopsi dubur. (autopsi dilakukan atau tidak). Kita gak tau ni. Hari Senin katanya mau ada laporan hasil otopsi,” kata Sugeng saat menjadi narasumber podcast Hazairin Sitepu dikutip, Sabtu (20/8).

 

Menurut Sugeng, kebenaran adanya motif LGBT dalam kasus kematian Brigadir Yosua akan terang benderang bila hasil otopsi dubur Yosua telah diumumkan.

 

Kendati Sugeng belum membenarkan adanya motif LGBT dalam kasus kematian Brigadir Joshua, namun pernyataan Kadiv Humas Polri dan Menko Polhukam Mahfud MD seakan membenarkan bahwa motif pembunuhan Brigadir Joshua adalah LGBT.

 

“Tapi pernyataaan itu (LGBT) terwakili dengan pernyataan Dedi Prasetyo. Kasian kedua belah pihak. Si Pak Mahfud mengatakan, motif ini 18 tahun ke atas. Menjijikkan,” ujarnya.

 

Menurut Sugeng, isyarat motif menjijikan itu yang disebut Mahfud MD sebenarnya tak mengarah kepada kontek perselingkuhan. Pasalnya perselingkuhan itu merupakan hal biasa terjadi di tengah masyarakat.

 

“Menjijikkan. Nah menjijikkan itu apa. Kalau misalnya selingkuh tidak menjijikkan. Selingkuh itu sesuatu yang biasa kalau dia hiperseksual,” beber Sugeng.

 

Berbeda halnya dengan konteks seksual yang menjijikkan, Jelas hal tersebut hanya mengarah kepada kasus LGBT

 

“Tapi kalau konteks seksual yang menjijikkan itu dalam sosial kita yang tidak bisa diterima. Ya LGBT,” ujarnya. (rmol)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.