Latest Post


SANCAnews.id – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengklarifikasi soal Putri Candrawati, istri Ferdy Sambo yang disebut gangguan jiwa.

 

Menurut Ketua LPSK, Hasto Atmojo, ada indikasi kondisi Putri Candrawati mengarah PTSD (post traumatic stress disorder). Namun bukan berarti Putri Candrawati mengalami gangguan jiwa.

 

Hasto, menegaskan informasi tentang kondisi Putri yang disebut gangguan jiwa merupakan kesimpulan dari media yang memberitakannya, bukan dari LPSK. Pada saat mengungkapkan kondisi Putri, LPSK mengatakan memang ada tanda-tanda jiwa Putri sedang terguncang.

 

Namun bukan berarti Putri itu gangguan jiwa sebagaimana layaknya orang yang memiliki sakit kejiwaan. "Ini juga saya mau luruskan, karena istilah gangguan jiwa ini kan beredar di media.

 

Sebenarnya setelah kami baca lagi memang bunyinya bukan begitu. Ibu Putri ini menunjukkan tanda-tanda dalam kesehatan jiwanya gitu. Ada tanda-tanda," kata Hasto, dalam tayangan Youtube ILC, yang dikutip Sabtu 20 Agustus 2022.

 

Menurutnya, yang dimaksud oleh LPSK adalah Putri menang mengalami tanda-tanda trauma dan juga tanda adanya depresi. Sehingga dalam memberikan keterangan kepada LPSK, Putri tidak dapat memberikan keterangan secara baik.

 

"Karena kalau memakai istilah gangguan jiwa ini kemudian orang menafsirkan, ini orang yang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban secara hukum, sebenarnya maksudnya bukan begitu," kata Hasto.

 

Putri Candrawati alami PTSD Dia menambahkan, "Memang ada guncangan, ada depresi, ada trauma, yang kemudian saat ini tidak memungkinkan yang bersangkutan untuk bisa memberikan keterangan secara baik, terutama yang berhubungan dengan LPSK. Itu saja sebenarnya," ujar Hasto menambahkan.

 

Kondisi PC sebelumnya diungkap oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Gejala traumatis yang dialami PC sudah terkategori gangguan kejiwaan atau PTSD (post traumatic stress disorder) akibat stres dampak peristiwa yang mendalam.

 

Putri Candrawathi, istri mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo kini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofryansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Putri dijerat Pasal 340 subsider 338 KUHP Jo Pasal 55 dan 56 KUHP. (tvone)



SANCAnews.id – Menantu Habib Rizieq Shihab, Habib Hanif Alatas, mengungkit kembali tragedi KM 50 yang menewaskan 6 Laskar Front Pembela Islam (FPI).

 

Dia mengatakan bahwa kasus tersebut masih menyisakan kejanggalan. Menurutnya, FPI dan keluarga korban belum merasakan keadilan dari pengusutan kasus KM 50 tersebut.

 

"Kami masih merasakan belum dapat keadilan. Masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab," ujar Habib Hanif dikutip dari Youtube Refly Harun Official, Jumat (19/8/2022).

 

Habib Hanif pun menyebut, kasus KM 50 memiliki kesamaan dengan kasus pembunuhan Brigadir J. Dia mengatakan terdapat sejumlah kejanggalan yang serupa.

 

Mulai dari kronologis kejadian yang dijelaskan oleh Polisi terus berubah-ubah. "KM 50 pun seperti itu, inkonsisten. Saya ingat betul waktu Kapolda konferensi pers katanya ada 10 (laskar FPI) yang tembak-menembak, ternyata rekonstruksi Mabes Polri tidak menyatakan hal itu. Dari Komnas HAM juga gak ada hal itu," tegasnya.

 

Sebelumnya kasus KM 50 yang menewaskan 6 laskar FPI kembali mencuat seiring terbongkarnya kasus pembunuhan Brigadir J.

 

Publik mendesak Polri juga kembali mengusut hingga tuntas tragedi KM 50. Netizen pun menduga kasus KM 50 juga direkayasa yang pada saat itu ada keterlibatan Ferdy Sambo dan Fadli Imran.

 

Politikus PKS Hidayat Nur Wahid meminta Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk mengungkap tuntas kasus kematian enam laskar FPI.

 

Dia menyebut, terkuaknya fakta-fakta dalam kasus Brigadir J sebagai momentum Kapolri mengusut kembali kasus KM 50 tersebut.

 

Hidayat menjelaskan bahwa pengusutan secara tuntas terhadap dua kasus yang menarik perhatian publik tersebut sangat penting, selain untuk mengembalikan citra positif Polri, juga demi tegaknya hukum dan keadilan.

 

"Karena NKRI, sesuai konstitusi adalah Negara Hukum, yang akui HAM, keadilan, dan kedaulatan rakyat," tegas Hidayat, Rabu (10/8) lalu.

 

Untuk diketahui, kasus KM 50 menjerat dua orang polisi, yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmi. Mereka ditetapkan jadi terdakwa, tetapi dinyatakan bebas oleh hakim.

 

Hakim menyatakan mereka bersalah, tetapi tidak memvonisnya karena alasan pembenaran, yakni Fikri dan Yusmi menembak untuk membela diri. (populis)


SANCAnews.id – Bekas pengacara Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Deolipa Yumara angkat bicara terkait kasus pembunuhan Nofryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang turut menyeret Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka, Jumat (19/8/2022).

 

Dalam tayangan YouTube channel Karni Ilyas Club, acara yang dipandu Karni Ilyas itu, Deolipa Yumara bercerita seputar kasus kematian Brigadir J yang turut membuat mantan kliennya, Bharada E menjadi tersangka bersama Irjen Ferdy Sambo.

 

Menurut pengakuan Deolipa Yumara, saat itu ia mendapat tawaran dari rekan polisi, Kanit Doktor Suradi untuk menangani kasus kematian Brigadir J sebagai kuasa hukum Bharada E.

 

 Pada awalnya, kata Deolipa, dia mengaku tak mengikuti kasus kematian Brigadir J yang melibatkan Bharada E itu. "Saya dijemput Kasubdit dan Kanit Doktor Suradi, katanya gini 'udah lu nanganin perkara ya'. Jujur aja, saya awalnya enggak ngikutin kasus itu," kata Deolipa Yumara, Kamis (18/8/2022).

 

Berkat bujukan Kanit Doktor Suradi, akhirnya Deolipa Yumara bersedia menangani kasus dan berperan sebagai kuasa hukum Bharada E. Singkat cerita, Deolipa Yumara diminta untuk datang ke Mabes Polri.

 

Menurut Deolipa Yumara, saat tiba di lantai 4, di ruangan Bareskrim, dia sempat tak diperbolehkan masuk oleh sejumlah anggota Brimob yang berjaga di depan ruangan Bareskrim. "Di lantai 4 mau masuk ke Bareskrim, Brimob banyak. Saat saya bilang saya mau masuk, justru saya dicegat.

 

Dia bilang 'Bang kami koordinasi dulu ke dalam'. Aku bilang, aku kan mau masuk, aku kan orang dalam.

 

Namun kemudian ada rekan saya yang menyuruh saya masuk ruangan, lalu saya bilang ke poara Brimob itu, 'tuh kan ane bilang jug apa, ane kan pangkatnya Jenderal di sini mah' iya Jenderal bodong," ujar Deolipa Yumara.

 

Ketika masuk ke ruangan Bareskrim, dia bertemu dengan Doktor Suradi dan diminta untuk menangani kasus, sebagai kuasa hukum Bharada E. Adapun Deolipa Yumara mengaku dibekali dokumen-dokumen lengkap terkait kasus kematian Brigadir J untuk dipelajari sebelum menjadi kuasa hukum Bharada E.

 

"Doktor Suradi bilang 'Saudaraku, ini karena saudaraku belum tahu persoalannya detail, ini aku kasih semua dokumen-dokumen, semua rekaman CCTV' di sini, di situ semua dibuka. Dokumen dibuka, CCTV dibuka, aku tanya kan, 'ini perkara apa bos, Sambo? Oh Bang**t 303," katanya.

 

Setelah ditunjuk untuk menjadi kuasa hukum Bharada E, tibalah Deolipa Yumara menemui Bharada E. Saat itu, kata Deolipa, Bharada E tengah berada di sebuah ruangan yang dijaga oleh beberapa anggota Brimob. Kemudian saat masuk ke ruangan yang dimaksud, Deolipa pun melihat Bharada E yang sedang tidur.

 

"Kerr..kerr.. heh bangun! Setelah itu saya bilang, oke lu pakai gua untuk jadi kuasa hukum, ayo kita berdoa dulu.

 

Nah kita berdoa panjang, Haleluya, Amin. Setelah selesai berdoa dia (Bharada E) tenang. kemudian saya ajak dia dengerin lagu rohani," ujar Deolipa Yumara. Kemudian Deolipa pun mulai perbincangannya bersama Bharada E dengan menanyakan ada apa sebenarnya.

 

Kemudian Bharada E menyebut bahwa di kepalanya ada dua skenario. "Berarti masih ada setannya.

 

Skenario pertama itu yang dicuci otak oleh Kadiv Propam," ujar Deolipa. Cerita Soal LGBT, Apa Maksudnya? Tiba-tiba di tengah pembicaraannya bersama Karni Ilyas, Deolipa Yumara justru membeberkan soal adanya dugaan Irjen Ferdy Sambo adalah Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT).

 

"Cerita dikit, LGBT. Semua ini enggak ada yang LGBT kecuali si psikopat. L-nya hilang, G-nya hilang, T-nya hilang, tinggal B. Nah B (Biseksual) itulah Sambo (Irjen Ferdy Sambo)," kata Deolipa Yumara.

 

Bahkan Deolipa secara blak-blakan di hadapan Karni Ilyas menyebut bahwa Biseksual bisa dengan perempuan, tapi bisa juga dengan laki-laki. "Dia itu bisa sama laki-laki, bisa juga dengan perempuan. Bisa selingkuh dengan pria, bisa selingkuh dengan perempuan," kata Deolipa Yumara.

 

Kembali ke perbincangannya soal skenario kematian Brigadir J, Deolipa menyebut bahwa Bharada E dipaksa atasannya untuk memainkan skenario pertama yakni tembak menembak. "Skenario tembak menembak itu dibuat agar pada akhirnya bisa SP3 dengan modus pembelaan. Tapi saya bilang ke Bharada E 'lu kosongin dulu tuh pikiran lu' akhirnya dia menuliskan apa yang terjadi," kata Deolipa Yumara.

 

Kembali ke persoalan LGBT, Bharada E diminta menceritakan sosok Brigadir J yang sebenarnya, terkait adanya dugaan bahwa Irjen Ferdy Sambo, kata Deolipa Yumara, merupakan seorang biseksual "Si Yosua dia gimana gay bukan dia? Bharada E bilang dia bukan gay, soalnya selama tanggal 2 sampai 7 Juli bersama saya' Lalu aku tanya lagi, transgender bukan? 'Bukan dia kan bukan banci', Nah si Yosua biseksual bukan? Bukan karena dia mesra banget sama pacarnya. Nah, jadi Yosua itu sayang banget sama pacaranya (Vera Simanjuntak)," kata Deolipa.

 

Justru Kuat Maruf atau KM, kata Deolipa yang menjadi titik sumber persoalan kasus kematian Brigadir J. Deolipa mengatakan bahwa Kuat Maruf adalah pengikut keluarga Irjen Ferdy Sambo asal Brebes yang sudah lama bekerja bersama keluarga Sambo.

 

Menurut Deolipa, ada kemungkina bahwa Kuat Maruf bertengkar dengan Brigadir J karena sesuatu masalah. "Mungkin dia ada senggolan soal emosional dengan Brigadir J atau Yosua, sifatnya personal.

 

Tapi bukan urusan cinta. Kuat Maruf ini dia diduga punya dendam," kata Deolipa. Kemudian Karni Ilyas bertanya kepada Deolipa, mengapa menuduh Irjen Ferdy Sambo ada kaitannya dengan LGBT? Karni Ilyas Club, Karni Ilyas.

 

Kenapa Anda menuduh dia (Irjen Ferdy Sambo) sebagai biseksual?," kata Karni Ilyas.

 

Menurut Deolipa, alasannya menyebut bahwa ada kaitannya LGBT dengan Irjen Ferdy Sambo adalah sumber dari rekannya di kepolisian itu, yakni Kanit Doktor Suradi. "Ketika si Pak Doktor Suradi bilang, Lip, Saudaraku, ini ada potensi LGBT, artinya intelejen sudah jadi.

 

Pernyataan Suradi sudah saya pegang, yaitu LGBT. Saya cuma punya kesimpulan di awal semua pelakunya ya LGBT," kata Deolipa. Di ujung ceritanya kepada Karni Ilyas, Deolipa menyebut bahwa dia sepakat dengan Kabareskrim soal penyebab kematian Brigadir J.

 

"Akhirnya saya sepakat dengan Kabareskrim, bahwa hanya Tuhan, hanya Kuat maruf, hanya Ricky (Brigadir RR), hanya Putri Candrawathi, dan hanya Yosua (Brigadir J) yang tahu soal apa yang terjadi sebenarnya. Tapi kemungkinan adalah karena Yosua mati, kan konspirasi mereka bertiga.

 

Mereka bertiga akhirnya dibikin skenario, oleh si mantan Kadiv Propam (Irjen Ferdy Sambo), si psikopat itu. (tvone)


SANCAnews.id – Beberapa hari belakangan ini publik dihebohkan oleh keberadaan komplotan atau kubu di dalam internal Polri yang dikepalai oleh mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

 

Kabar tentang geng Irjen Ferdy Sambo ini disuarakan oleh Menko Polhukam Mahfud MD hingga Indonesia Police Watch (IPW), serta Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).

 

Dikutip TribunWow dari Tribunnews, eks Kabareskrim Komjen Purnawirawan Susno Duadji memaparkan ada beberapa faktor yang menyebabkan Irjen Ferdy Sambo memiliki pengaruh yang begitu kuat di dalam internal Polri.

 

Faktor pertama, Susno menjelaskan bahwa Irjen Sambo menjabat posisi strategis yang dapat menunjuk orang sesuai keinginannya.

 

"Berarti orang yang ditempatkan dengan rekomendasinya (Ferdy Sambo-red) kan bisa menjadi jaringan dia. Kekuasaannya besar sekali," terang Susno dikutip dari wawancara di iNews Sore yang tayang, Kamis (18/8/2022).

 

Faktor kedua, Susno menyoroti keistimewaan jabatan Kadiv Propam yang dipegang oleh Susno. Susno menjelaskan bahwa Irjen Sambo memiliki kuasa untuk menentukan nasib seorang anggota Polri.

 

"Dia kan kepalanya atau bosnya polisinya polisi," sebut Susno.

 

"Dia bisa menentukan hitam putihnya orang," ucapnya.

 

Lewat wewenangnya, Irjen Sambo mampu mencopot seorang anggota polisi yang melakukan pelanggaran.

 

Faktor ketiga, Susno menyampaikan bahwa Irjen Sambo sudah terlalu lama memegang jabatan Kadiv Propam.

 

"Orang lama satu jabatan, dia bisa mengatur, mengusulnya si A di sini si B disini. Ya bisa kuat karena jaringannya bisa dimana-mana," katanya.

 

Irjen Sambo diketahui mulai menjabat sebagai Kadiv Propam per tanggal 16 November 2020. Sebelumnya Irjen Sambo sempat menduduki posisi Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.

 

Faktor terakhir, Irjen Sambo memegang rahasia institusi Polri.

 

"Itu jelas, dia mengantongi. Tapi untuk siapa dan jabatan apa. Tapi dia tidak bisa mencopot atau menghukum, harus lapor ke Kapolri. Tergantung Kapolri percaya atau tidak sama laporannya. Di-kros cek atau tidak laporannya," ungkap Susno.

 

Fakta Komplotan Samb 

Seiring berjalannya waktu, kasus pembunuhan Nofriansyah Hutabarat alias Brigadir J semakin terkuak.

 

Muncul fakta-fakta baru, satu di antaranya adalah keberadaan komplotan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

 

Dikutip TribunWow dari Tribunnews, ada puluhan polisi yang diketahui tergabung dalam geng Sambo secara sadar membantu Sambo menutupi kasus Brigadir J.

 

Komplotan Irjen Sambo diketahui rela melakukan segala hal bahkan mempertaruhkan karier mereka demi membantu Irjen Sambo.

 

Nekat Pertaruhkan Karier 

Meski baru empat tersangka, telah ada puluhan polisi yang diperiksa terkait kode etik yang diduga terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir J.

 

Dikutip TribunWow dari Tribunnews, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menjelaskan ada beberapa cara yang digunakan oleh komplotan Irjen Ferdy Sambo untuk menutupi kasus Brigadir J.

 

"Geng mafia yang diketuai Ferdy Sambo menutup kasus kejahatan dengan kejahatan lain, dengan suap, rekayasa kasus, narasi bohong dengan intimidasi bahkan dengan perlawanan legal," kata Sugeng dalam wawancara di Kompas TV, Kamis (18/8/2022) sore.

 

Sugeng juga menjelaskan bahwa para oknum yang terlibat secara sadar ikut menutupi kasus Brigadir J.

 

"Ada 62 polisi yang diperiksa 35 terduga pelanggar kode etik dan empat menjadi tersangka," kata Sugeng.

 

"Ini sesuatu yang mebelalakan mata, bahwa ada 62 polisi yang sadar sukarela terjun ke dalam jurang kegagalan dalam kariernya."

 

Datang dari Daerah ke Jakarta 

Saat ini total ada 35 polisi terbukti melakukan pelanggaran etik terkait kasus pembunuhan Nofriansyah Hutabarat alias Brigadir J yang diotaki oleh mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

 

Dari 35 polisi tersebut, nantinya akan dibagi menjadi tiga kelompok yakni, mereka yang melakukan pembunuhan berencana, mereka yang menghalang-halangi pengusutan kasus (obstruction of justice), dan mereka yang berfungsi sebagai petugas teknis.

 

Dikutip TribunWow dari Tribunnews, Menko Polhukam menjelaskan, mendapat informasi bahwa komplotan Irjen Sambo rela datang dari daerah ke Jakarta demi membantu menutupi kasus Brigadir J.

 

"Yang saya dengar memang di Polri itu terjadi tarik-menarik yah. Bahkan grupnya Sambo itu konon dari daerah-daerah meskipun enggak ada tugas di Jakarta datang ngawal ke situ menghalang, upaya menghilangkan jejak itu dan menghalang-halangi penyidikan," kata Mahfud dikutip dari YouTube Akbar Faizal Uncensored, Kamis (18/8/2022). TribunWow.com telah mendapat izin untuk mengutipnya.

 

Mahfud menjelaskan, bahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo semapt dipanggil oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) terkait kasus Brigadir J.

 

"Terus presiden memanggil Kapolri diberi tahu supaya selesaikan. Sesudah Kapolri berikutnya saya, terpisah. Saya dengan Pak Pramono Anung," ujar Mahfud.

 

Mahfud bercerita, ketika menemui Jokowi, dirinya diminta agar kasus segera diumumkan jangan ditunda-tunda.

 

"Ada petunjuk Pak? 'Iya. Itu soal Kapolri itu kenapa lama-lama gitu. Sampaikan ke Kapolri bahwa saya percaya kepada Kapolri bisa menyelesaikan ini masalah sederhana kok tapi jangan lama-lama segera diumumkan, gitu kan," ungkap Mahfud menirukan ucapan Jokowi.

 

Mahfud menjelaskan, setelah mendapat pesan dari Jokowi, dirinya sempat berkomunikasi dengan Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto terkait kasus Brigadir J.

 

"Terus saya komunikasikan ke Pak Benny Mamoto, tolong dong komunikasikan ke Kapolri. Terus tengah malam Kapolri kontak saya, WA tengah malam gitu. Pak Menko Alhamdulillah ini sudah terang benderang semua dan sudah ketemu," ungkap Mahfud. (tribunnews)


SANCAnews.id – Meski telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, tim penyidik khusus Bareskrim Mabes Polri belum menahan istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi karena sakit.

 

Keputusan tidak menahan Putri itu pun menjadi kekhawatiran tersendiri di ruang publik. Utamanya, kemungkinan Putri akan melakukan manuver-manuver untuk menghilangkan barang bukti.

 

Anggota Komisi III DPR Ahmad Ali mengatakan, soal kekhawatiran itu, adalah satu hal wajar. Mengingat, kasus tersebut tengah menjadi perhatian belakangan ini.

 

Terlebih, lanjutnya, Irjen Ferdy Sambo sebagai suaminya dan telah menjadi tersangka lebih dahulu, disangkakan dengan pasal pembunuhan berencana dengan caman hukuman maksimal hukuman mati.

 

"Kalau melihat pasal yang dikenakan penyidik sangat berat sehingga wajar kalau ada kekhawatiran publik, bahwa tersangka akan menghilang barang bukti dan lain-lain," kata Ali kepada wartawan, Jumat (19/8).

 

Tetapi, Wakil Ketua Umum Partai Nasden ini, tetap meminta publik menghormati proses hukum. Termasuk, keputusan untuk tidak melakukan penahanan pada Putri.

 

"Tentu belum ditahannya tersangka, penyidik punya alasan yang substantif. Tapi saya yakin pada akhirnya tersangka akan ditahan," tutupnya. (rmol)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.