Latest Post



SANCAnews.id – Timsus Polri membongkar komplotan perusak CCTV di rumah dinas mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.

 

Salah satunya Kompol Chuk Putranto (CK) yang menjabat sebagai Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri.

 

Dalam pemeriksaan Bareskrim, Chuk dimasukkan ke dalam klaster anggota polisi yang diduga ikut terlibat dalam perusakan CCTV kasus Ferdy Sambo.

 

Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto mengatakan ada enam perwira polisi yang diduga melakukan tindak pidana merintangi penyidikan (obstruction of justice) di kasus pembunuhan Brigadir J.

 

Seluruh perwira polisi ini sudah dikurung di tempat khusus. Dalam waktu dekat, mereka akan diserahkan ke penyidik.

 

"6 perwira polisi dari hasil pemeriksaan yang patut diduga melakukan tindak pidana, yaitu obstruction of justice, menghalangi penyidikan," kata Agung di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (19/8).

 

Agung menjelaskan tim khusus Polri telah memeriksa 83 orang. Sebanyak 35 orang di antaranya direkomendasikan untuk ditempatkan di tempat khusus.

 

"Yang sudah direkomendasi ke patsus sebanyak 35 orang," kata jenderal bintang tiga ini.

 

Agung juga menyebutkan, sebelumnya ada 18 anggota yang ditempatkan di tempat khusus, tapi kini menjadi 15 anggota. Sebab, tiga orang lainnya sudah ditetapkan sebagai tersangka.

 

Kompol Chuk diduga ikut terlibat dalam penghilangan CCTV terkait peristiwa pembunuhan Brigadir J dengan meminta seorang polisi menyerahkan barang tersebut kepada seorang Pekerja Harian Lepas (PHL).

 

Saat ini, Bareskrim Polri telah menemukan CCTV vital dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Irjen Ferdy Sambo merupakan orang yang memerintahkan pengambil CCTV tersebut. (glc)


 

SANCAnews.id – Tokoh Nasional Dr Rizal Ramli menyoroti sepak terjang dari  Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Merah Putih bentukan Kapolri era Tito Karnavian.

 

Pasalnya, pasca ditetapkannya Ferdy Sambo sebagai tersangka pembunuhan berencana, isu terkait Satgasus ikut menyedot perhatian publik luas.

 

Rizal secara blak-blakan menanyakan tentang kejelasan isu Satgasus yang diduga menerima upeti dari bisnis hitam.

 

Dia mengatakan “Saya kenal dekat dengan Mas Tito @titokarnavian_, mantan Kapolri, cerdas dan berprestasi. Maaf Mas Tito tolong jelaskan kok Satgassus Polri terima upeti besar dari bisnis hitam (judi, narkoba dll) dan jadi kekuatan utk amputasi demokrasi ?,” tulisnya.

 

Rizal juga menanyakan ” Kok ada Mafia didalam Polri ??,”katanya, dalam akun twitter pribadinya pada Kamis, 18 Agustus 2022.

 

Dia juga mengatakan bahwa, “Satgassus Polri terlibat aktif dalam pemenangan Pemilu. Ratusan petugas pilres mati tanpa kejelasan. Satgasus tsb juga aktif mencari salah rakyat kritis. Satgassus ibarat TERORIS yang mangamputasi demokrasi. Bagai SAVAK di Iran hancurkan aspirasi demokratis,” paparnya.

 

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengumumkan bahwa, Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Merah Putih telah resmi dibubarkan.

 

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mako Brimob, Depok, pada Kamis, (11/8/2022) mengumumkan bahwa Kapolri secara resmi sudah menghentikan kegiatan dari Satgassus Polri.

 

"Artinya sudah tidak ada lagi Satgassus Polri,” ungkapnya.

 

Dedi juga melanjutkan bahwa menurut pertimbangan, untuk efektivitas kinerja organisasi, maka lebih diutamakan, atau diberdayakan satker-satker yang menangani berbagai macam kasus sesuai tupoksi masing-masing. 

 

"Sehingga Satgasus dianggap tidak perlu lagi dan diberhentikan hari ini,” paparnya.

 

Pembentukan Satgasus Merah Putih sendiri secara resmi tertuang dalam Surat Perintah (Sprin) Nomor Sprin/681/III/HUK.6.6/2019 tertanggal 6 Maret 2019. 


Satgasus Merah Putih mempunyai wewenang, diantaranya adalah menyelidiki perkara narkotika, Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), hingga Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). (inews)



SANCAnews.id – Semenjak Ferdy Sambo dijadikan tersangka kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, beberapa kasus lain turut kembali naik ke permukaan salah satunya kasus mengenai kejadian pada tahun 2020 silam yang meregang nyawa 6 orang laskar FPI di KM 50.

 

Lewat akun Twitter @usuludin321, terlihat pemilik akun tersebut kembali mengunggah ulang cuplikan dari sebuah acara televisi yang membagikan rekaman suara rintihan para laskar FPI saat kejadian KM 50.

 

"KM 50, tragis menyayat hati, denger suara ini saja luluh lantah hati ini, Hanya ada kata : Biadab!!! Perbuatan kalian," tulis @usuludin321.

 

Dalam rekaman yang dibagikan, terdengar beberapa suara rintihan pria yang direkam sebagai dokumentasi saat kejadian di KM 50.

 

"Tolong pak, pak tolong pak. Sakit," terdengar suara pria menangis merintih menahan sakit.

 

Unggahan tersebut lantas kembali viral dan telah diputar sebanyak 100 ribu kali.

 

Mengetahui Ferdy Sambo turut menangani kasus tersebut, banyak netizen yang menilai terdapat kejanggalan pada kasus itu hingga diharapkan dapat diusut kembali.

 

Belakangan, Anggota DPR RI Fraksi Gerindra Fadli Zon turut memberi tanggapan kembali terkait kasus KM 50.

 

Melalui akun twitternya mengatakan sudah waktunya peristiwa KM 50 untuk ditinjau ulang.

 

"Sudah waktunya Peristiwa KM 50 ditinjau ulang demi kebenaran dan keadilan. Apa yang sesungguhnya terjadi?" ungkap Fadli Zon dipantau melalui akun twtitternya, Sabtu (20/8).

 

Cuitan Fadli Zon tersebut kemudian mendapat berbagai respon netizen.

 

Sebagian netizen mengatakan kasus pembunuhan brigadir J tidak ada hubungannya dengan kasus KM 50, sementara itu sebagian lainnya setuju untuk dilakukan pengusutan kembali terkait kasus KM 50.

 

"Dendam apa wahai aparat sampai tega klean bunuh 6 manusia ? Apakah FPI mengganggu bisnis haram klean atau memang klean penganut islamphobia ? Coba bang DPR disuarakan lagi Kasus KM 50" ujar akun Erni****

 

"Satu korban tewas saja yg terlibat sekian banyaknya,apalagi kalau 6?" tulis @ua***

 

"Ini kisah polisi tembak polisi Bossss , gak ada kaitannya dengan KM50.wong kasusnya aja sdh selesai kok.Di sidang pengadilan terungkap semuanya.Situ asli gak tau apa pura2 lagi ngomporin biar gaduh dan jadi kerusuhan lagi?" kata mad. (suara)


SANCAnews.id – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengklarifikasi soal Putri Candrawati, istri Ferdy Sambo yang disebut gangguan jiwa.

 

Menurut Ketua LPSK, Hasto Atmojo, ada indikasi kondisi Putri Candrawati mengarah PTSD (post traumatic stress disorder). Namun bukan berarti Putri Candrawati mengalami gangguan jiwa.

 

Hasto, menegaskan informasi tentang kondisi Putri yang disebut gangguan jiwa merupakan kesimpulan dari media yang memberitakannya, bukan dari LPSK. Pada saat mengungkapkan kondisi Putri, LPSK mengatakan memang ada tanda-tanda jiwa Putri sedang terguncang.

 

Namun bukan berarti Putri itu gangguan jiwa sebagaimana layaknya orang yang memiliki sakit kejiwaan. "Ini juga saya mau luruskan, karena istilah gangguan jiwa ini kan beredar di media.

 

Sebenarnya setelah kami baca lagi memang bunyinya bukan begitu. Ibu Putri ini menunjukkan tanda-tanda dalam kesehatan jiwanya gitu. Ada tanda-tanda," kata Hasto, dalam tayangan Youtube ILC, yang dikutip Sabtu 20 Agustus 2022.

 

Menurutnya, yang dimaksud oleh LPSK adalah Putri menang mengalami tanda-tanda trauma dan juga tanda adanya depresi. Sehingga dalam memberikan keterangan kepada LPSK, Putri tidak dapat memberikan keterangan secara baik.

 

"Karena kalau memakai istilah gangguan jiwa ini kemudian orang menafsirkan, ini orang yang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban secara hukum, sebenarnya maksudnya bukan begitu," kata Hasto.

 

Putri Candrawati alami PTSD Dia menambahkan, "Memang ada guncangan, ada depresi, ada trauma, yang kemudian saat ini tidak memungkinkan yang bersangkutan untuk bisa memberikan keterangan secara baik, terutama yang berhubungan dengan LPSK. Itu saja sebenarnya," ujar Hasto menambahkan.

 

Kondisi PC sebelumnya diungkap oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Gejala traumatis yang dialami PC sudah terkategori gangguan kejiwaan atau PTSD (post traumatic stress disorder) akibat stres dampak peristiwa yang mendalam.

 

Putri Candrawathi, istri mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo kini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofryansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Putri dijerat Pasal 340 subsider 338 KUHP Jo Pasal 55 dan 56 KUHP. (tvone)



SANCAnews.id – Menantu Habib Rizieq Shihab, Habib Hanif Alatas, mengungkit kembali tragedi KM 50 yang menewaskan 6 Laskar Front Pembela Islam (FPI).

 

Dia mengatakan bahwa kasus tersebut masih menyisakan kejanggalan. Menurutnya, FPI dan keluarga korban belum merasakan keadilan dari pengusutan kasus KM 50 tersebut.

 

"Kami masih merasakan belum dapat keadilan. Masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab," ujar Habib Hanif dikutip dari Youtube Refly Harun Official, Jumat (19/8/2022).

 

Habib Hanif pun menyebut, kasus KM 50 memiliki kesamaan dengan kasus pembunuhan Brigadir J. Dia mengatakan terdapat sejumlah kejanggalan yang serupa.

 

Mulai dari kronologis kejadian yang dijelaskan oleh Polisi terus berubah-ubah. "KM 50 pun seperti itu, inkonsisten. Saya ingat betul waktu Kapolda konferensi pers katanya ada 10 (laskar FPI) yang tembak-menembak, ternyata rekonstruksi Mabes Polri tidak menyatakan hal itu. Dari Komnas HAM juga gak ada hal itu," tegasnya.

 

Sebelumnya kasus KM 50 yang menewaskan 6 laskar FPI kembali mencuat seiring terbongkarnya kasus pembunuhan Brigadir J.

 

Publik mendesak Polri juga kembali mengusut hingga tuntas tragedi KM 50. Netizen pun menduga kasus KM 50 juga direkayasa yang pada saat itu ada keterlibatan Ferdy Sambo dan Fadli Imran.

 

Politikus PKS Hidayat Nur Wahid meminta Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk mengungkap tuntas kasus kematian enam laskar FPI.

 

Dia menyebut, terkuaknya fakta-fakta dalam kasus Brigadir J sebagai momentum Kapolri mengusut kembali kasus KM 50 tersebut.

 

Hidayat menjelaskan bahwa pengusutan secara tuntas terhadap dua kasus yang menarik perhatian publik tersebut sangat penting, selain untuk mengembalikan citra positif Polri, juga demi tegaknya hukum dan keadilan.

 

"Karena NKRI, sesuai konstitusi adalah Negara Hukum, yang akui HAM, keadilan, dan kedaulatan rakyat," tegas Hidayat, Rabu (10/8) lalu.

 

Untuk diketahui, kasus KM 50 menjerat dua orang polisi, yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmi. Mereka ditetapkan jadi terdakwa, tetapi dinyatakan bebas oleh hakim.

 

Hakim menyatakan mereka bersalah, tetapi tidak memvonisnya karena alasan pembenaran, yakni Fikri dan Yusmi menembak untuk membela diri. (populis)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.