Latest Post



SANCAnews.id – Deolipa Yumara meminta Ronny Talapessy mengundurkan diri dari kuasa hukum Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E).

 

Deolipa bahakan sampai menyenti pimpinan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), dia berharap partai politik besutan Megawati Soekaroputri itu segara menarik kadernya dari posisi kuasa hukum Bharada Eliezer dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J itu.

 

"Kita harapkan pimpinan banteng, induk-induk banteng menyingkirkan banteng merah yang ini. Baju merah harus lepas dari kandang-kandang ini, kandang ini derajatnya tinggi. Jangan sampai kotor oleh yang baju merah," katanya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan kepada awak media pada Senin (15/08/2022).

 

Bharada E sendiri sudah mencabut kuasanya dari Deolipa dan Burhan, berdasarkan surat pernyataan yang dikeluarkan pada 10 Agustus lalu. Atas keluarnya surat tersebut, Deo mengajukan gugatan kepada tiga pihak yakni Bharada E, Ronny dan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto.

 

Gugatan yang diajukan adalah dugaan adanya Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam kasus Bharada E yang sempat ia tangani. Pertama, bentuk PMH yang dimaksud adalah tanda tangan Bharada E dalam surat pernyataan tanggal 10 Agustus diduga dipalsukan.

 

"Pertama, adanya dugaan tanda tangan palsu," ucapnya.

 

Kedua, adanya dugaan intervensi dalam upaya mencari keadilan bagi Bharada E. Pria berambut keriting itu mengatakan, jika dirinya dan Burhan tidak mau menurut kemauan orang tertentu, maka lebih baik diganti saja.

 

"Dan yang ketiga bahwasannya surat kuasa itu ketika ada pencabutan sepihak harus disertai alasan yang mendasar. Kalau surat kuasa tidak disertai alasan yang mendasar di dalam surat kuasa  tertulis, dianggap batal demi hukum," tuturnya. (populis)


 

SANCAnews.id – Paska kematian Brigadir Yosua Hutabarat di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, 31 anggota Polri diperiksa dan ditempatkan dalam ruangan khusus.

 

Puluhan anggota tersebut disinyalir telah ikut dalam rekayasa kematian Brigadir J pada Jumat (8/7/2022) lalu.

 

Empat anggota diantaranya ada perwira menengah Ditreskrimum Polda Metro Jaya yang menjalani pemeriksaan pada pekan lalu.

 

Kemudian, informasi yang beredar, Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran dikabarkan diperiksa Inspektorat Khusus.

 

Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Dedi Prasetyo enggan menjawab kabar pemeriksaan Kapolda Metro Jaya hari ini.

 

"Nanti akan diinfokan apabila sudah ada," kata Dedi Senin (15/8/2022).

 

Menurutnya, tim sedang fokus melengkapi berkas perkara kematian Brigadir Yosua Hutabarat agar segera dikirim ke Kejaksaan.

 

Sehingga kasus dengan tersangka empat orang yaitu Irjen Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka RK, dan S.

 

"Timsus fokus penyelesaian berkas perkara untuk segera dapat dilimpahkan ke JPU," jelasnya.

 

Sebelumnya, empat perwira menengah Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya masih berada di ruang khusus Bareskrim Polri karena melanggar etik profesi paska kematian Brigadir Yosua Hutabarat.

 

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan mengatakan, keempat pamen tersebut masiu diperiksa tim inspektorat khusus (Irsus).

 

Sehingga, Zulpan belum bisa menentukan nasib keempat periwara menengah tersebut karena masih proses penyelidikan.

 

"Kami melihat bagaimana keputusan akhir Mabes Polri kepada empat Pamen tersebut, apakah bersalah atau tidak," kata Zulpan Minggu (14/8/2022).

 

Hasil pemeriksaan itu dikatakan mantan Kabid Humas Polda Sulawesi Selatan apakah dicopot atau tidak dari jabatannya.

 

Kemudian, Kapolda Metro Jaya juga akan menentukan kewenangannya agar jabatan yang kososng ini segera diisi oleh Pamen lain.

 

"Kami masih menunggu, karena belum tahu nih, sampai detik ini masih menunggu perkembangan," tuturnya.

 

Alumni Akpol 1995 ini menegaskan, Polda Metro Jaya tidak akan menghalang-halangi proses pemeriksaan terhadap empat pamen tersebut.

 

Sesuai dengan arahan Kapolda agar keempat Pamen itu kooperatif mengikuti proses pemeriksaan dari tim Bareskrim Polri.

 

"Kami patuh terhadap perintah pimpinan dalam hal ini bapak Kapolri," ujar Zulpan.(tribunnews)



SANCAnews.id – Apresiasi atas kinerja menangkap dan mentersangkakan Ketua DPD PDI Perjuangan Kalimantan Selatan (Kalsel) Mardani H. Maming, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta juga untuk segera menindaklanjuti laporan dugaan KKN dan TPPU yang dilakukan oleh anaknya Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep.

 

Emak-emak itu juga mengapresiasi langkah KPK dalam upayanya menangkap pemilik Duta Palma Grup, Surya Darmadi alias Apeng.

 

Desakan itu disampaikan langsung oleh Sekretaris Konsolidasi Perempuan Pejuang Indonesia (Koppi), Ita Pakpahan dalam surat terbukanya yang ditujukan untuk KPK.

 

Dalam surat yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Ita memberikan apresiasi atas kinerja KPK dalam memberantas korupsi belakangan ini yang dianggap cukup memberikan pencerahan untuk pemberantasan korupsi di negeri ini.

 

"Langkah pemberantasan korupsi oleh KPK itu cukup meyakinkan bagi publik terutama belakangan ini mentersangkakan dan menahan Mardani Maming yang adalah pengurus PDIP, partai penguasa. Begitu juga tekat KPK untuk tersangka dan menangkap Surya Darmadi (Apeng) pemilik Duta Palma Grup yang merugikan negara ditaksir Rp 78 Triliun yang telah melarikan diri ke luar negeri," ujar Ita dalam surat terbukanya, Minggu (14/8).

 

Ita menilai, Apeng dikenal dekat dengan sejumlah pejabat tinggi. Apalagi, sejumlah foto yang beredar memperlihatkan Apeng sedang bersama Luhut Binsar Panjaitan yang merupakan pejabat tinggi Jokowi yang diberi tugas sejumlah jabatan strategis.

 

"Keberanian KPK untuk mengejar dan menangkap Apeng bersama Kejaksaan Agung ini patut didukung segenap masyarakat yang antikorupsi," kata Ita.

 

Ita juga menyoroti, prestasi KPK yang dipimpin oleh Firli Bahuri membuat namanya belakangan ini sering didukung juga untuk menjadi calon presiden (capres) oleh sejumlah kalangan masyarakat.

 

"Namun publik juga perlu memberi kritikan dan masukan untuk KPK," terang Ita.

 

Ita menjelaskan, puluhan emak-emak yang tergabung dalam Koppi sebelumnya sudah melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Jumat (5/8).

 

Dalam aksinya, puluhan emak-emak mempertanyakan nasib laporan yang telah disampaikan oleh dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun soal dugaan KKN dan TPPU Gibran dan Kaesang.

 

"Masa laporan sejak Januari 2022 hingga saat ini sudah mencapai bulan ke delapan. Belum ada progres sama sekali oleh KPK. Padahal Ubedilah Badrun, peneliti dan dosen Uiversitas Negeri Jakarta itu telah diperiksa oleh KPK beberapa kali," jelas Ita.

 

Selain itu kata Ita, Koppi juga menyinggung soal kasus lainnya yang sudah dilaporkan ke KPK oleh masyarakat. Seperti bisnis PCR yang diduga melibatkan sejumlah petinggi Istana seperti, Menko Marvest Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri BUMN Erick Tohir.

 

"Juga tidak ada laporan dan pertanggungjawaban KPK kepada publik. Setelah laporan soal bisnis PCR dan keterlibatan sejumlah pejabat tinggi negara itu, KPK belum memanggil apalagi memeriksa nama-nama pejabat yang dilaporkan itu," tutur Ita.

 

Dari kedua laporan itu, Koppi dan publik kata Ita, menganggap ada diskriminasi dan rasa ketakutan yang mendalam oleh para komisioner dan penyidik KPK.

 

"Maka, melalui surat terbuka ini, Koppi atas nama Perempuan Indonesia, mendesak KPK agar segera mengusut dan menangkap nama-nama yang disebutkan di atas. Hal ini agar tidak ada kesan bahwa KPK tidak berani terhadap pejabat dan anak-anak presiden," harap Ita.

 

"Jika tidak berani mengusut, hal itu dapat membuat KPK dianggap sebagai Komisi Pelindung Koruptor Besar. Tentunya KPK tidak mau bukan distigmakan sebagai Komisi Pelindung Koruptor dan pendukung KKN Istana?" sambung Ita.

 

Untuk itu, publik maupun Koppi meminta agar KPK segera mengusut tuntas dugaan TPPU Gibran dan Kaesang, dan usut dugaan korupsi PCR.

 

"Jika tidak segera merespon dan menindaklajuti surat terbuka ini, Koppi akan mendatangi KPK terus menerus. Sampai KPK mau bertindak adil dan tidak diskriminatif atas laporan masyarakat," pungkasnya. (rmol)


SANCAnews.id – Sosok Pegiat Media Sosial Denny Siregar kembali menjadi perbincangan publik.

 

Denny Siregar sebelumnya mengaku bahwa dia ditanya oleh Menteri BUMN Erick Thohir perihal keinginannya untuk menjadi seorang komisaris.

 

Namun, Denny Siregar mengaku menolaknya.

 

Alasan Denny menolak jabatan tersebut juga karena masalah sepele yakni masalah sandal jepit.

 

Menurut Denny, ia tak terbiasa bekerja ngantor.

 

“Lagi gala premier Sayap Sayap Patah sama kang @erickthohir. Ditanyain bro mau jadi komisaris? Gua jawab gak ah, kang. Males ngantor gak bisa pake sendal jepit,” cuitnya dengan nada bercanda dikutip dari akun Twitternya pada Minggu (14/8/2022).

 

Nama Denny Siregar pun menjadi trending topik

 

Warganet justru mempertanyakan kredibilitas Erick Thohir.

 

Di tengah tudingan bagi-bagi jabatan komisaris bagi relawan atau tim sukses Jokowi mengemuka beberapa waktu lalu, Erick Thohir dianggap melegitimasi tudingan itu. 

 

Apalagi, Denny Siregar selama ini dikenal sebagai pendukung garis keras Jokowi.

 

Bahkan, sempat dikatakan sahabatnya, Abu Janda, mereka mendapatkan bayaran untuk mendukung Jokowi di media sosial.

 

Publik pun mempertanyakan kriteria untuk menjadi seorang komisaris di perusahaan BUMN.

 

"Serius pa Erick???? Gmana ngga hancur BUMN klo begitu caranya," tulis @ary_asshaf

 

"Pak erick mau tanya..apa sih kriteria utk menjadi komisaris BUMN..ini kl perusahaan swasta, biasanya komisaris2 tsb terlihat jelas track record dan prestasi nya dalam memimpin perusahaan," tulis @Ediebudi1

 

"Pantes bumn babak belur...orang2 gila macam drnsi ditawarin jd komisaris bumn. Parah lu rik (Kalo emang bener ditawarin)," tulis @_valino15

 

"Bknnya mikirin gmn caranya bumn bisa untung, malah sibuk bagi2 jatah kursi komisaris. Lama2 jadi badan usaha milik buzzer!!!," tulis @adhe_cj

 

Meski demikian, tidak sedikit warganet yang meragukan pengakuan dari Denny Siregar.

 

Mereka pun mendesak Erick Thohir untuk memberikan klarifikasi supaya pengakuan Denny Siregar tidak merusak nama baiknya.

 

"Kepada pak @erickthohir , mohon buat klarifikasi tentang klaim dari @Dennysiregar7

ini. Apakah benar atau tidak claim itu," tulis @123Laptop

 

Kontroversi Denny Siregar 

Dikenal sebagai pegiat media sosial yang kritis, sejumlah tulisan Denny Siregar pun kerap menimbulkan kontroversi.

 

Denny Siregar pernah mendapatkan surat terbuka dari seorang buruh pabrik di Gresik bernama Ruston Efendi.

 

Hal tersebut dilatarbelakangi oleh tulisan Denny Siregar terkait aksi buruh FSPMI yang di dalamnya ada Garda metal yang salah satunya menuntut dihapuskannya kebijakan tax amnesty.

 

Tulisan dimaksud adalah menyamakan Garda Metal dengan pasukan nasi bungkus.

 

Diwartakan Tribunnews sebelumnya, pada tahun 2020 Denny Siregar juga dilaporkan terkait dugaan ujaran kebencian.

 

Denny Siregar dipolisikan karena sebuah unggahan di akunnya di media sosial.

 

Unggahan tersebut menampilkan foto santri cilik dari sebuah pondok pesantren di Tasikmalaya, Jawa Barat.

 

Ia dilaporkan akibat postingan foto-foto santri anak yang mengibar bendera tauhid dengan narasi 'Untuk adik-adikku calon teroris'.

 

Hingga kini, kasus tersebut pun masih belum rampung. (wartakota)



SANCAnews.id – Sebuah video yang berisi pernyataan mantan Sekretaris Umum (Sekum) Front Pembela Islam (FPI) Munarman kembali viral di media sosial. Pernyataan itu berkaitan dengan ketidakpercayaan Munarman terhadap tudingan adanya aksi tembak menembak antara Polisi dengan laskar FPI di KM 50.

 

Video berdurasi 2 menit 19 detik ini diunggah oleh akun Twitter @cybsquad_ pada Sabtu (13/8) siang. Akun tersebut juga menampilkan sebuah tulisan dari pernyataan Munarman para 8 Desember 2020 lalu.

 

"Menolak lupa. Voicenote itu suara anak-anak laskar pengawal Habib Rizieq, saat detik-detik dikepung oleh tiga mobil, ditangkap, diculik lalu dibawa ke suatu tempat untuk dibantai," kata Munarman, Selasa (8/12/2020)," tulis akun @cybsquad_ seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (14/8).

 

Sementara itu, pernyataan yang disampaikan Munarman dalam video itu, menegaskan bahwa laskar FPI disebut membawa senjata api dan tembak menembak merupakan sebuah fitnah besar.

 

"Yang patut diberitahukan kepada teman-teman pers semua bahwa fitnah besar kalau laskar kita disebut membawa senjata api dan tembak menembak, fitnah itu!" tegas Munarman dalam video tersebut.

 

Menurut Munarman, laskar FPI maupun LPI tidak pernah dibekali dengan senjata api. Bahkan, laskar FPI sudah terbiasa dengan tangan kosong.

 

"Jadi fitnah, dan ini fitnah luar biasa pemutarbalikan fakta dengan menyebutkan bahwa laskar yang lebih dahulu menyerang dan melakukan penembakan," kata Munarman.

 

Dalam video itu juga, Munarman meminta agar senjata api yang disebut digunakan oleh laskar FPI untuk menembak polisi untuk dilakukan pemeriksaan nomor register senjata apinya, pelurunya.

 

"Pasti bukan punya kami. Karena kami tidak punya akses terhadap senjata api. Dan tidak mungkin membeli dari pasar gelap. Jadi bohong, bohong sama sekali," terang Munarman.

 

Apalagi kata Munarman, di kartu anggota FPI dan LPI, sudah disebutkan bahwa setiap anggota FPI dilarang membawa senjata tajam, senjata api, bahkan bahan peledak.

 

"Itu dilarang di kartu anggota kita punya. Jadi, upaya-upaya memfitnah, memutarbalikkan fakta, hentikan lah, hentikan lah," tutur Munarman.

 

"Nah kemudian kejadiannya, kenapa kami menyatakan laskar kami dalam keadaan hilang, karena memang kami belum tau keberadaannya di mana, itu membuktikan bahwa mereka dibunuh dan dibantai," sambung Munarman.

 

Karena kata Munarman, jika sejak awal ada peristiwa tembak menembak, seharusnya laskar FPI tewasnya di tempat kejadian dan membuat keramaian karena terjadi di jalanan bebas hambatan.

 

"Semalam saya sendiri sampai jam 3 sudah ngecek dengan teman-teman yang di lapangan, tidak ada jenazah di situ, tidak ada keramaian di situ, yang ada justru petugas aparat setempat, yang ada di lokasi yang diperkirakan di sekitar pintu Tol Karawang Timur. Begitu saya mendengar ada berita terjadi laskar kita yang ditembak, kita suruh cek ke pintu tol Karawang Timur," pungkas Munarman.

 

Dalam kasus KM 50 itu, diketahui juga adanya keterlibatan dari Irjen Ferdy Sambo saat sudah menjadi Kadiv Propam Polri. Di mana, Sambo mengerahkan 30 anggota tim Propam Polri untuk mengungkap kasus tersebut.

 

30 anggota Tim Propam itu dipimpin oleh Karo Paminal saat itu, Birgjen Hendra Kurniawan yang ditunjuk oleh Sambo untuk mengecek penggunaan kekuatan oleh personel kepolisian dalam insiden KM 50.

 

Dikerahkannya 30 orang itu, juga bukan karena adanya indikasi pelanggaran dalam tragedi KM 50. Adapun, dalam perkembangan kasus KM 50, dua terdakwa yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin divonis bebas oleh hakim.

 

Saat ini, Irjen Sambo ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Sambo bersama tiga orang lainnya, yakni Bharada Richard Eliezer alias Bharada E, Bripka Ricky Rizal (RR) dan KM ditetapkan sebagai tersangka.

 

Untuk Sambo, Bripka RR, dan KM dijerat Pasal 340 terkait pembunuhan berencana subsider Pasal 338 Juncto Pasal 55 Juncto Pasal 56 KUHP.

 

Sedangkan Bharada E dijerat Pasal 338 tentang pembunuhan Juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.

 

Sambo disebut menyuruh melakukan pembunuhan dan membuat skenario agar seolah-olah terjadi tembak menembak antar anggota Polri. Sambo pun disebut sengaja melepaskan beberapa tembakan ke dinding menggunakan senjata api milik Brigadir J agar seolah-olah benar-benar terjadi baku tembak antara Brigadir J dengan Bharada E. (rmol)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.