Latest Post



SANCAnews.id – Peristiwa di rumah Irjen Ferdy Sambo di Cempaka Residence, Magelang, Jawa Tengah disebut sebagai salah satu pemicu pembunuhan terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.

 

Dalam pemeriksaan polisi, Putri Candrawathi mengungkap bahwa asisten rumah Kuwat Maruf bersitegang dengan Brigadir Yosua karena memergokinya berduaan dengan Putri.

 

Brigadir Kepala Ricky Rizal menurut keterangan dua sumber polisi yang mengetahui pemeriksaan ini, sampai menyita senjata laras panjang Yosua dan pistol HS-9 milik Yosua.

 

Menurut penyidik peristiwa inilah yang dilaporkan Putri kepada suaminya setiba di Jakarta.

 

Setelah peristiwa di rumah Magelang itu, rombongan Putri pulang ke Jakarta lewat jalan darat. Kecanggungan pun terjadi.

 

Yosua yang biasanya menyopiri Putri, naik mobil lain bersama Ricky. Putri menumpang mobil yang dikemudikan Kuwat bersama Richard dan Susi, asisten rumah tangga. Kepulangan mereka dikawal polisi patroli Kepolisian Resor Magelang.

 

Di perjalanan, menurut polisi, Brigadir J mengirimkan pesan kepada Putri agar memerintahkan Ricky mengembalikan senjatanya. Namun Putri menolak permintaan Yosua. Ricky menyerahkan pistol itu kepada Ferdy Sambo begitu tiba di rumah Saguling.

 

Dalam rekaman CCTV yang beredar, rombongan Putri tiba di rumah Saguling masih terlihat Yosua. Saat itu Yosua terlihat sibuk membawa koper dan tas ke dalam rumah.

 

Ada pula rekaman yang memperlihatkan Putri tengah melakukan tes PCR di rumah Saguling. Setelah itu, Putri dan rombongan terlihat berjalan keluar. Mereka berangkat menuju rumah dinas Sambo di Duren Tiga.

 

Di rumah dinas inilah eksekusi terhadap Brigadir J dilakukan. Sebelumnya berdasarkan keterangan awal polisi, Brigadir J tewas dalam baku tembak dengan Bharada E. Pemicunya adalah teriakan Putri yang didengar Richard.

 

Polisi menyebut ada pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap Putri. Menurut polisi dalam peristiwa tembak menembak itu Brigadir J tewas dengan lima luka tembak.

 

Namun skenario bohong itu akhirnya terbongkar setelah Richard menarik semua pernyataannya dalam pemeriksaan ketiga pada Jumat malam, 5 Agustus 2022. Ia membantah ada tembak menembak dengan Yosua pada Jumat, 8 Juli lalu.

 

Bharada E kemudian mengungkapkan semuanya lewat tulisan tangan yang dibuatnya selama enam jam. (Selengkapnya baca di Majalah Tempo)

 

Hari ini, tim khusus Polri berangkat ke Magelang untuk menelusuri lagi peristiwa yang diduga jadi penyebab awal kasus pembunuhan terhadap Brigadir J.

 

“Tim sedang ke Magelang untuk menelusuri kejadian di sana secara utuh kejadian bisa tergambar,” ujar Kepala Badan Reserse Kriminal atau Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto kepada wartawan di Jakarta, Ahad, 14 Agustus 2022.

 

Menurut Agus, penelusuran ini untuk mengetahui faktor pemicu penembakan terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat sebagaimana yang diungkapkan Irjen Sambo saat diperiksa sebagai tersangka di Mako Brimob Polri, pada Kamis, 11 Agustus 2022 lalu, bahwa dirinya marah setelah mendapat laporan dari istrinya Putri Candrawathi.

 

“Faktor pemicu kejadian sebagaimana diungkapkan Pak FS,” ujarnya. (tempo)



SANCAnews.id – Ferdy Sambo diduga menembak kepala ajudannya sendiri, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, setelah Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E menembak tiga kali terlebih dahulu.

 

Menurut sumber polisi kepada Majalah Tempo edisi 15 Agustus 2022, Richard mengatakan Ferdy Sambo meminta Yosua yang sedang berada di teras rumah dinasnya di Kompleks Polri di Duren Tiga, Jakarta Selatan, masuk ke rumah pada pukul 17.11 WIB, pada Jumat, 8 Juli 2022.

 

Yosua diperintahkan untuk berlutut menghadap pintu kamar mandi di sebelah tangga lantai dasar.

 

“Richard menembak pistol Glock 17 tiga kali ke arah Yosua. Tidak ada pemukulan atau interogasi,” kata sumber polisi kepada Majalah Tempo.

 

Yosua tersungkur. Ferdy Sambo kemudian mengakhiri eksekusi dengan dua tembakan ke belakang kepala Yosua. Ia kemudian menembakan pistol Yosua ke arah tembok di sekitar tangga. Ferdy Sambo yang mengenakan sarung tangan hitam kemudian mengoleskan jelaga yang menempel di sarung tangan ke tangan Yosua. (tempo)



SANCAnews.id – Kamaruddin Simanjuntak, selaku pengacara keluarga Brigadir Novryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J mengatakan bahwa Ferdy Sambo adalah psikopat. Hal itu mendasar, pada proses membunuh Brigadir J pada Jumat 8 Juli lalu.

 

"Karena dia (Ferdy Sambo) diduga menderita psikopat. Abis disiksa, ditembak, dibunuh," ujar Kamaruddin saat dikonfirmasi wartawan, Senin (15/8/2022).

 

Awal mulanya, kata Kamaruddin, Ferdy Sambo sempat terlibat cekcok dengan sang istri  Putri Candrawathi. Hal itu, terdapat dugaan karena adanya seorang wanita idaman lain dan bisnis gelapnya.

 

Lanjut Kamaruddin, Sambo mencari tahu siapa yang memberikan informasi tersebut ke istrinya. Dia pun menuduh Brigadir Yosua yang membocorkannya.

 

"Maka dicarilah kambing hitam. Kambing hitamnya adalah alamarhum, tahulah yang mengadu ini, disiksalah dia, dipatahin jari-jarinyanya, kakinya dihajar supaya dia mengaku," terang dia.

 

Diketahui, Ferdy Sambo telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tewasnya Brigadir J di rumah dinasnya di Kompleks Polri pada Jumat 8 Juli lalu.

 

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri, Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, sejauh ini Ferdy Sambo telah dilakukan penahanan di rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok.

 

"(Sudah ditahan) Ya di mako brimob," ujar Dedi saat dikonfirmasi, Rabu (10/8/2022).

 

Dia tidak menjelaskan lebih jauh terkait penahanan Ferdy Sambo usai ditetapkan sebagai tersangka pada kasus tewasnya Brigadir J.

 

Untuk diketahui, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo akhirnya menetapkan Ferdy Sambo sebagai tersangka dalam kasus tewasnya Brigadir Novyransah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

 

"Timsus menetapkan saudara FS sebagai tersangka," ujar Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada wartawan, Selasa (9/8/2022).

 

Penetapan tersangka kepada Ferdy Sambo merupakan tersangka tambahan dalam kasus tersebut. Pasalnya sudah ada 3 tersangka lain yang telah ditetapkan polri dalam kasus tewasnya Brigadir J pada Jumat 8 Juli lalu.

 

Kemudian, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen Agus Andrianto mengatakan, bahwa Ferdy Sambo dikenakan pasal 340 KUHP jo 55 dan 56.

 

"Penyidik menerapkan pasal 340 subsider pasal 338 junc pasal 55 56 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun," ujar Komjen Agus di Mabes Polri, Selasa (9/8/2022). (poskota)



SANCAnews.id – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengabulkan permohonan perlindungan yang diajukan tersangka Bharada Richard Eliezer atau Bharada E sebagai kolaborator keadilan atau justice collaborator dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.

 

"Diputuskan untuk menjadi terlindung LPSK sebagai justice collaborator," kata Ketua LSPK Hasto Atmojo Suroyo dalam konferensi pers di kantor LPSK, Jakarta Timur, Senin (15/8/2022). Hasto mengatakan pihaknya sudah menyampaikan kepada Bharada E bahwa jika ingin menjadi terlindung dari LPSK, maka dia harus berperan sebagai justice collaborator.

 

"Dan akhirnya dua hari yang lalu itu kami tetapkan yang bersangkutan sebagai justice collaborator," tambahnya. Hasto menambahkan LPSK menilai Bharade E memenuhi syarat sebagai tersangka yang bersedia bekerja sama dengan aparat hukum untuk membongkar kasus pidana pembunuhan berencana terhadp Brigadir J.

 

Selain bukan pelaku utama, kata Hasto, Bharada E juga menyatakan kesediaannya untuk memberikan informasi kepada aparat penegak hukum tentang berbagai fakta terkait kejadian perkara.

 

Berdasarkan catatan LPSK, Bharada E merupakan pelaku tindak pidana dengan peran minor karena saat kejadian dia mendapatkan perintah dari atasannya. "Bahkan keterlibatannya masih kami dalami, apakah yang bersangkutan menjadi master mind atau bagaimana; tapi yang jelas, kami melihat peran yang bersangkutan ini kecil dan kami melihat yang bersangkutan tidak punya mens rea atau niatan untuk melakukan pembunuhan," jelas Hasto.

 

Keputusan LPSK memberikan perlindungan terhadap Bharade E karena dua syarat, yakni adanya ancaman dan adanya proses hukum yang harus segera dilalui Bharada E sehingga harus segera didampingi.

 

"Kedua-duanya memenuhi bahwa ancaman yang bersangkutan ada di dalam satu perkara pidana yang berdimensi struktural, di mana ada relasi kuasa di dalamnya dan yang bersangkutan ada di dalam strata yang rendah di dalam struktur pelaku tindak pidana," katanya.

 

Dengan ditetapkannya keputusan tersebut berdasarkan Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK (SMPL), maka perlindungan darurat, yang telah diberikan sebelumnya kepada Bharade E, dicabut.

 

"Dan juga di dalam proses peradilan, kami akan selalu mendampingi yang bersangkutan sampai kemudian putusan diambil oleh hakim," tambahnya.

 

Sementara itu, Wakil Ketua LPSK Achmadi mengatakan pihaknya menilai saat ini tidak ada ancaman langsung yang diterima Bharada E.

 

Namun, Bharada E memiliki kekhawatiran terjadi ancaman serta tekanan fisik dan psikis atas tindak pidana yang diungkap menurut keadaan sebenarnya. Untuk diketahui, program perlindungan diberikan kepada terlindung berupa:

 

(1). Perlindungan Fisik;

 

(2). Pemenuhan Hak Prosedural selaku JC;

 

(3). Perlindungan Hukum;

 

(4). Bantuan Rehab Psikologis dalam rangka penguatan proses peradilan; dan

 

(5) Bantuan Rehab Psikososial dalam bentuk menghadirkan dokter dan rohaniwan. (tvone)



SANCAnews.id – Deolipa Yumara meminta Ronny Talapessy mengundurkan diri dari kuasa hukum Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E).

 

Deolipa bahakan sampai menyenti pimpinan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), dia berharap partai politik besutan Megawati Soekaroputri itu segara menarik kadernya dari posisi kuasa hukum Bharada Eliezer dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J itu.

 

"Kita harapkan pimpinan banteng, induk-induk banteng menyingkirkan banteng merah yang ini. Baju merah harus lepas dari kandang-kandang ini, kandang ini derajatnya tinggi. Jangan sampai kotor oleh yang baju merah," katanya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan kepada awak media pada Senin (15/08/2022).

 

Bharada E sendiri sudah mencabut kuasanya dari Deolipa dan Burhan, berdasarkan surat pernyataan yang dikeluarkan pada 10 Agustus lalu. Atas keluarnya surat tersebut, Deo mengajukan gugatan kepada tiga pihak yakni Bharada E, Ronny dan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto.

 

Gugatan yang diajukan adalah dugaan adanya Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam kasus Bharada E yang sempat ia tangani. Pertama, bentuk PMH yang dimaksud adalah tanda tangan Bharada E dalam surat pernyataan tanggal 10 Agustus diduga dipalsukan.

 

"Pertama, adanya dugaan tanda tangan palsu," ucapnya.

 

Kedua, adanya dugaan intervensi dalam upaya mencari keadilan bagi Bharada E. Pria berambut keriting itu mengatakan, jika dirinya dan Burhan tidak mau menurut kemauan orang tertentu, maka lebih baik diganti saja.

 

"Dan yang ketiga bahwasannya surat kuasa itu ketika ada pencabutan sepihak harus disertai alasan yang mendasar. Kalau surat kuasa tidak disertai alasan yang mendasar di dalam surat kuasa  tertulis, dianggap batal demi hukum," tuturnya. (populis)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.