Latest Post



SANCAnews.id – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santosa mengungkap ada upaya intimidasi yang ditujukan kepada petinggi Polri yang tergabung dalam Tim Khusus penyelidikan penembakan Brigadir J alias Nopryansah Yosua Hutabarat. Intimidasi itu dikatakan Sugeng, berbentuk penyebaran isu negatif mengenai personal pejabat polri.

 

Upaya intimidasi itu dikatakan Sugeng, berasal dari geng Ferdy Sambo mantan Kadiv Propam Polri, yang kekeinian berstatus tersangka penembakan Brigadir J.

 

"Jadi mereka dari kelompok Ferdy Sambo, mau intimidasi dengan membuka borok-borok personal di Tim Khusus. Tapi Tim Khusus cuek gituloh. Kita kan enggak tahu gempurannya kayak bagaimana, harus kita lihat perkembangannya lebih lanjut," kata Sugeng kepada wartawan, Minggu (14/8/2022).

 

Dari informasi yang diterima Sugeng, kekinian geng Ferdy Sambo sedang melakukan upaya bargaining atau tawar-menawar dengan Tim Khusus.

 

"Mereka sekarang ini sedang berupaya membuat bargaining dari kelompok Ferdy Sambo. Membuat bargaining, jangan ada lagi yang kena," ungkapnya.

 

Tawar menawar itu dilakukan sebagai upaya agar tidak ada pihak lain dari kubu Ferdy Sambo yang terseret lagi, dan juga kepada sejumlah orang yang diduga terlibat dalam skenario kematian Brigadir J hanya berhenti pada sidang etik, bukan pidana.

 

Dikatakan Sugeng, jika nantinya isu negatif dari pejabat Polri yang tergabung di Tim Khusus beredar di publik bakal disebarkan melalui sosial media. "Kan nanti prakondisi-nya bisa menggunakan sosmed," tuturnya.

 

Masyarakat Diminta Dukung Tim Khusus

Seperti pemberitaan sebelumnya, Sugeng menyarankan masyarakat mendukung penuh kerja Timsus menyidik kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

 

"Kita harus dukung Timsus dan para personel Timsus. Kita abaikan dulu narasi-narasi yang menyerang Timsus. Supaya kita fokus penyelesaian kasus Sambo. Timsus jangan bargaining dengan mereka," ujarnya.

 

"Sambo dan 31 orang yang sukarela terjun ke jurang ini adalah mafia. Karena apa? Mafia kan kerjanya bergerak dalam dunia kejahatan. Yang mereka lakukan kan jahat," kata Sugeng.

 

Makna mafia ialah bekerja menutupi kasus-kasus pelanggaran hukum dengan cara membunuh saksi, menyuap, mengarang cerita bohong. Cara ini kata dia sama dengan yang dilakukan Sambo and Geng.

 

"Mafia juga sistematis bekerjanya. Kemudian terstruktur. Ada strukturnya bintang dua, bintang satu. Silakan bantah deh yang ga setuju," katanya.

 

Hal lain yang juga membuat Geng Sambo disebut mafia adalah karena dia bersifat masif.

 

"Sambo dari Propam, ada dari Polres Jakarta Selatan, Bareskrim, ada juga Polda Metro Jaya, berbeda-beda," kata dia.

 

"Bukan saya bilang satgasusnya mafia ya," tuturnya.

 

Satgasus adalah satu satuan tugas khusus yang diberi kewenangan Kapolri dari zaman Tito Karnavian. "Satgasus ini sebelumnya ketuanya juga ada. Kan si Sambo sudah berapa periode sebelumnya dia sekretaris Satgasus," ujar Sugeng. (suara)



SANCAnews.id – Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mendapatkan bocoran informasi soal dugaan mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo mengucurkan uang dengan jumlah banyak kepada sejumlah pihak guna memuluskan skenario palsu yang dibuatnya mengenai kematian Brigadir J.

 

"Jadi saya dapat informasi, ada pengucuran dana besar-besaran. Untuk cipta kondisi, pada skenario FS (Fer) itu diterima semua pihak," ujar Sugeng saat dihubungi Suara.com, Minggu (14/8/2022).

 

Hal itu dibuktikan dengan adanya pengakuan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang sempat disodorkan dua amplob tebal diduga berisi uang. Namun ditegaskan, upaya penyogokan itu ditolak LPSK.

 

"Jadi memang ada operasi sebar dana," imbuh Sugeng.

 

Selain ke LPSK, IPW juga mendapat informasi dugaan dana yang mengalir ke DPR, Namun hal tersebut belum dapat dipastikan.

 

"Satu ke DPR, ini ada informasi DPR juga mendapatkan. Menjadi pertanyaan seperti Pak Mahfud, Apakah DPR itu dapat guyuran dana? Ini pertanyaan ya, bukan tuduhan. Kenapa DPR diam? Apakah mendapat guyuran dana?" kata dia.

 

Adanya bagi-bagi uang oleh Ferdy Sambo disebut IPW harus menjadi catatan penting bagi Tim Khusus Polri. Khususnya melakukan pendalam terhadap 31 polisi melanggar etik karena diduga terlibat dalam skenanrio palsu Ferdy Sambo. Terlebih pada pengakuan Bharada E, tersangka kasus ini dijanjikan uang Rp 1 miliar.

 

"Mereka yang terlibat, 31 orang ini harus ditanya. Apakah menerima duit enggak? Kan Bharada E sudah ngomongkan Rp 1 miliar, iya kan," ujarnya.

 

Ferdy Sambo Sogok LPSK 

Ketua LPSK, Hasto Atmojo Saros sebelumya, mengungkap upaya Ferdy Sambo menyogok lembaganya. Dia mengatakan upaya tersebut bukan lagi dugaan, namun benar terjadi.

 

"Itu bukan diduga, memang terjadi," kata Hasto saat dihubungi Suara.com, Jumat (12/8/2022) lalu.

 

Peristiwa itu terjadi di Kantor Propam Polri, tempat kerja Ferdy Sambo saat menjabat Kadiv Propam Polri pada Rabu 13 Juli 2022, lima hari setelah peristiwa penembakan yang menewaskan Brigadir J pada Jumat 8 Juli 2022. LPSK bertemu Ferdy Sambo untuk melakukan koordinasi kasus kematian Brigadir J.

 

Pada saat itu seseorang yang merupakan anggota Ferdy Sambo menyodorkan uang di dalam dua amplop berukuran tebal ke salah satu staf LPSK.

 

"Waktu sudah selesai mau pulang ada seseorang dari Pak Ferdy Sambo menyampaikan dua amplop besar yang diduga isinya adalah uang, tapi kita tidak tahu karena kita tidak membuka," ungkap Hasto.

 

Hasto memastikan bahwa dua amplop yang diduga berisi uang tersebut langsung ditolak dan dikembalikan. Dia juga mengaku tidak mengetahui secara jumlah uang tersebut.

 

"Tapi langsung dikembalikan pada saat itu juga," tegasnya.

 

Dijelaskan setelah kejadian itu, pada Kamis 14 Juli 2022, Putri istri Ferdy Sambo mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK dan melakukan pertemuan pada Sabtu 16 Juli 2022. Saat itu LPSK gagal menggali keterangan karena kondisinya yang tidak stabil.  (suara)



SANCAnews.id – Bharada E alias Richard Eliezer, tersangka yang diduga melakukan penembakan Brigadir J atas perintah atasannya mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo berharap dapat bebas dari hukum yang menjeratnya. Dia masih punya harapan besar untuk berkarir di kepolisian dan berkeluarga.

 

Keinginan itu disampaikan Bharada E langsung kepada kuasa hukumya, Ronny Talapessy. Dikatakan Ronny, kliennya masih sangat muda yakni 25 tahun dan memiliki masa depan yang panjang.

 

"Dia masih muda, harapan orang tua. Pengin melanjutkan hidup, pengin berkeluarga," kata Ronny saat dihubungi Suara.com, Minggu (14/8/2022).

 

Kepadanya, Bharada E mengatakan masih menarauh harapan besar untuk tetap bisa berkarir di kepolisian, khususnya di kesatuannya di Brimob.

 

"Masih pengin berkarir di kepolisian. Kata dia, 'saya Brimob, saya lulusan Brimob, saya lahir dan besar di Brimob. Brimob itu rumah saya jika saya diizinkan, saya masih ingin berkarir di Brimob, makanya saya ingin dibela semaksimal mungkin,' ngomongnya gitu ke saya," tutur Ronny mengulang harapan Bharada E.

 

Karenanya guna meringangkan pasal yang disangkanan kepada kliennya, Ronny akan menghadirkan dua saksi ahli dari psikolog dan hukum pidana.

 

"Minggu depan kami mengajukan dan bermohon kepada penyidik untuk saksi ahli meringankan, yakni saksi ahli psikologi dan saksi ahli hukum pidana," kata Ronny.

 

Selaku kuasa hukum, Ronny akan berupaya membebaskan Bharada E dari semua sangkaan yang dituduhkan.

 

"Yang pastinya untuk meringankan dan sangat meringankan.Kami kan targenya bebas," imbuhnya.

 

Pada kasus ini, menurutnya Bharada E dalam posisi tertekan, bukan karena sengaja. Dia diperintahkan Ferdy Sambo menembak Brigadir J.

 

"Dia (Bharada E ) waktu kejadian itu di bawah tekanan dan dia tidak ada pilihan yang lain. Dan dia harus gitu loh, keadaan terpaksa. Karena yang merintah dia ini jauh pangkatnya di atas dia. Harapan kami supaya dimasukin pasal 51 ini. Kalau seandainya pasal 51 ayat 1 ini tidak bisa dimasukin di penyidikan, itu bisa nanti di pengadilan. Walaupun tidak di dakwaan. Itu namanya peniadaan hukuman," jelas Ronny.

 

Ferdy Sambo Tersangka 

Ferdy Sambo dan dua anak buahnya berinisial Brigadir RR alias Ricky Rizal dan KM dijerat dengan pasal pembunuhan berencana. Mereka terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara atau pidana mati.

 

Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto menyebut Ferdy Sambo, RR, dan KM dijerat dengan Pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana Subsider Pasal 338 Juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.

 

"Ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun atau pidana mati," kata Agus di Gedung Rupatama, Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (9/8/2022).

 

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebelumnya menyebut Ferdy Sambo telah ditetapkan tersangka dalam kasus ini. Penetapan tersangka dilakukan setelah diketahui fakta bahwa Bharada E alias Richard Eliezer menembak Brigadir J alias Nopryansah Yosua Hutabarat atas perintah Ferdy Sambo.

 

"Timsus menemukan peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap saudara J yang menyebabkan J meninggal dunia yang dilakukan saudara RE atas perintah saudara FS," ungkap Listyo.

 

Di sisi lain, Listyo menyebut Ferdy Sambo menggunakan senjata milik Brigadir J untuk menembak dinding-dinding di sekitar lokasi kejadian. Hal ini dilakukannya sebagai upaya untuk merekayasa kejadian seakan-akan peristiwa tersebut merupakan peristiwa tembak menembak.

 

"FS melakukan penembakan dengan senjata milik saudara J ke dinding untuk membuat kesan seolah terjadi tembak menembak," bebernya.

 

"Timsus telah menetapkan saudara FS sebagai tersangka," imbuhnya.

 

Sebelumya, tim khusus bentukan Kapolri sebelumnya telah menetapkan dua orang tersangka. Keduanya, yakni Bharada E alias Richard Eliezer dan Brigadir RR alias Ricky Rizal.

 

Bharada E dijerat dengan Pasal 338 tetang Pembunuhan Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 56 KUHP. Sedangkan, Brigadir RR dijerat dengan Pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana Subsider Pasal 338 Juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. (suara)



SANCAnews.id – Pangdam Jaya, Mayjen TNI Untung Budiharto menyambangi kediaman Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Imran Fadil, Minggu pagi, 14 Agustus 2022.

 

Mayjen TNI Untung datang menemui Irjen Pol Imran bukan tanpa alasan. Jenderal TNI bintang dua itu, hanya ingin menyampaikan selamat ulang tahun ke Kapolda Metro Jaya.

 

Irjen Pol Imran berulangtahun di usianya yang 54 tahun. Kedatangan Mayjen TNI Untung ke rumah sesama jenderal tersebut, terpantau di akun media sosial, instagram.

 

Dalam postingan akun instagram Irjen Pol Imran, keduanya saling berjabat tangan. Mereka lantas cipika-cipiki di depan banyak orang, disambut tepuk tangan.

 

Menurut Irjen Pol Fadil Imran, momen tersebut adalah sebuah kehormatan baginya.

 

“Sebuah kehormatan bagi saya pagi-pagi sekali bapak Pangdam Jaya Mayjen TNI @untung_budiharto datang langsung ke rumah untuk memberikan ucapan,” tulis Irjen Pol Fadil memberi keterangan video unggahannya.

 

“Beliau adalah rekan kerja yang tak kenal lelah menjaga Jakarta aman, nyaman, adem, dan sejuk,” sambung jenderal bintang dua asal Sulsel tersebut.

 

Unggahan itu telah disukai 3.744 jempol dan 100 komentar. Para netizen turut memberikan ucapan selamat kepada Fadil Imran.

 

“Sehat sehat selalu HBD pak Kapolda,” tulis @yumixxx.

 

“Dirgahayu jendral,” timpal edwarxxx.

 

“Andalan DKI Jakarta,” ucap @dwixxx. (herald)



SANCAnews.id – Kasus pembunuhan yang menewaskan Brigadir J hingga kini masih menjadi misteri meski nama keempat tersangka sudah terungkap.

 

Tak hanya menyeret nama Bharada E yang diduga menembak Brigadir J, kasus polisi tembak polisi tersebut kini menyeret nama-nama besar perwira Polri.

 

Isi terbaru mengenai motif pembunuhan Brigadir J lantaran kecemburuan yang disebabkan antar sesama pria, berikut keterangan Deolipa kuasa hukum Bharada E yang menyinggung soal LGBT.

 

Pembicaraan tentang meninggalnya Brigadir J masih belum menemukan titik terangnya. Sejauh ini, masyarakat menunggu pihak penyidik untuk memastikan motif pembunuhan Brigadir J.

 

Namun, polisi enggan memberikan informasi akurat terkait motif pembunuhan Brigadir J.

 

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, motif pembunuhan Brigadir J hanya boleh diketahui oleh orang dewasa.

 

Tidak ada kepastian tentang kasus Brigadir J. sampai empat tersangka diidentifikasi, termasuk 31 personel polri.

 

 “Soal motif biar nanti di konstruksi hukumnya karena itu sensitif mungkin hanya boleh didengar oleh orang dewasa,” ujar Menko Polhukam Mahfud MD.

 

Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan dari masyarakat umum tentang penyebab pembunuhan yang dilakukan terhadap Brigadir J

 

Sejauh ini tersiar kabar bahwa Irjen Ferdy Sambo memiliki hubungan khusus dengan wanita lain, yaitu seorang Polwan seperti yang dibeber oleh Kamaruddin Simanjuntak, pengacara keluarga Brigadir J.

 

Namun kini beredar desas-desus bahwa motif pembunuhan Brigadir J adalah kecemburuan antar laki-laki.

 

Isu LGBT ini muncul dalam cuplikan wawancara mantan pengacara Bharada E, Deolipa Yumara di TV One yang diunggah akun TikTok @holtemontea84.

 

“Ya kita serah terima perasaan, untung saja saya sama dia (Bharada E) bukan LGBT, bukan cowok sama cowok ya kan, mangkanya saya nggak jatuh cinta sama siapa ini Bharada E,” ujar Deolipa Yumara kuasa hukum Bharada E.

 

Alasan pernyataan publik Deolipa menarik perhatian netizen adalah karena mereka penasaran dengan motif sebenarnya di balik diskusi Brigjen J tentang masalah LGBT.

 

Namun Deolipa tidak menjelaskan secara detail siapa yang dimaksud memiliki perasaan antara pria tersebut.

 

Namun hingga saat ini Bareskrim Polri belum memberikan klarifikasi resmi mengenai motif yang melatarbelakangi pembunuhan Brigadir J.

 

Mahfud MD Sebut Kasus Menjijikan 

Menteri Koordinasi Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjadi salah satu petinggi yang hingga kini masih terus bersuara terkait kasus kematian Brigadir J.

 

Mahfud MD beberapa kali membocorkan fakta baru dari skenario yang dibuat oleh Ferdy Sambo.

 

Mahfud MD memang tak terang-terangan menguliti kasus yang mencoreng citra kepolisian ini, namun ia sedikit memberi angin segar kepada masyarakat.

 

Memang kasus kematian Brigadir J ini, terus dipantau oleh masyarakat Indonesia,  agar tak ada lagi hal yang ditutupi oleh kepolisian dan pihak yang bersangkutan.

 

Saat menjadi bintang tamu dalam podcast Deddy Corbuzier pada, Jumat (12/8/2022), Mahfud MD sedikit mengulik skenario mantan Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo.

 

Mulanya, ia mengungkapkan dugaaan adanya ‘jebakan psikolgi’ oleh Ferdy Sambo guna mendukung skenario tembak-menembak yang sudah dirancang.

 

“Satu ke Kompolnas (Komisi Kepolisian Nasional), Hari Senin Kompolnas diundang Ferdy Sambo ke kantornya. Hanya untuk apa? Hanya untuk nangis-nangis di depan Kompolnas,” ujar Mahfud dalam YouTube Deddy Corbuzier.

 

Mafud mengatakan jika Ferdy Sambo sengaja melakukan hal itu, untuk upaya prakondisi yang membuat dirinya terkesan sebagai orang yang teraniaya.

 

Ferdy Sambo merasa menjadi pihak yang dirugikan karena istrinya dilecehkan, menurut skenario awal.

 

“Saya (Ferdy Sambo) teraniaya, kalau saya sendiri ada di situ saya tembak habis dia katanya gitu,” lanjut Mahfud menirukan ucapan Ferdy.

 

Kemudian, dijelaskan Mahfud, Ferdy tak hanya mendatangi Kompolnas namun ada beberapa pihak lain.

 

Ada beberapa anggota DPR yang juga dihubungi Ferdy Sambo, namun saat dikonfirmasi tak bisa dihubungi.

 

“Ada juga tu anggota DPR, dia hubungin, namun pas ditelepon enggak diangkat,” terang Mahfud.

 

Mahfud menjelaskan jika dirinya awalnya hanya memantau semua yang terjadi, namun ia merasa banyak kejanggalan dalam kasus ini.

 

“Nah itu kan skenario yang sudah di tuliskan ya, jadi pas saya mendengarkan cerita, saya ajak Kompolnas untuk merubah perspektif karena tidak masuk akal,” terangnya.

 

Sebagai orang yang memiliki jabatan, Mahfud juga mencoba bertanya kepada pihak lain yang sudah berkomunikasi dengan Sambo dan istrinya.

 

“Kemudian, saya juga mencoba untuk bertanya kepada Komnas HAM, usai Sambo dan Istri diperiksa, namun belum mendapatkan jawaban yang pas,” bebernya.

 

Mahfud menyebutkan jika kasus ini termasuk kasus besar dan cukup sulit untuk diugkapkan.

 

“Saya udah tanya kan sama Komnas Ham, ‘Apa yang terjadi’, tapi ya mereka bilang pelecehan, karena sulit ya mereka bilang sulit memeriksa Sambo dan Istri, sulit disentuh,” ujarnya.

 

“Setelah dibentuk tim baru bisa disentuh, itu pun tidak langsung,” sambungnya.

 

Oleh karena itu, hingga kini motif perlakuan Ferdy Sambo pun belum dijelaskan ke khalayak luas.

 

“Jadi motifnya kan belum ada yang tau sampai sekarang, biar nanti di buka dipengadilan,” ujar  Mahfud.

 

Banyak Pihak yang Ingin Menutupi 

Sebagai Menko Polhukam, Mahfud MD ternyata juga sempat dinilai terlalu ikut campur, namun ia tak peduli karena berniat ingin menunjukkan kebenaran.

 

“Nah kemudian saya di bilang terlalu ikut campur, tidak, saya hanya mencoba untuk menunjukkan yang benar,” tegas Mahfud.

 

Oleh sebab itu, Mahfud MD mendorong pihak terkait untuk melakukan beberapa cara agar kasus ini bisa selesai dengan sebenar-benarnya.

 

“Maka saya arahkan coba untuk autopsi ulang, ‘Polri autopsi ulang’, lalu Polri bilang tidak ada autopsi nanti saja,” beber lelaki 65 tahun itu.

 

Kemudian Mahfud MD langsung membenarkan ucapannya. “Bukan kata Polri lah, kata penyidik dan pendukung sambo yang dikepolisian lah,” ujarnya membenarkan.

 

Menurut Mahfud jika tak melakukan autopsi ulang, maka kepercayaan publik akan hilang.

 

“Jadi saya bilang, itu jika tidak diautopsi ulang , maka kepercyaan publik akan hilang, akhirnya autopsi ulang,” ujarnya.

 

Kemudian Deddy Corbuzier penasaran, apakah semua hal yang terjadi atas perintah Menko Polhukam?

 

Dengan tegas Mahfud menyangkal.

 

Menurutnya, ia hanya memberi dorongan sesuai dengan usulan publik yang dinilai masuk akal.

 

“Berarti ini semua atas perintah pak Mahfud? “ tanya Deddy Corbuzier.

 

“Oh tidak saya hanya memberikan usulan yang juga diambil dari usulan masyarakat yang masuk akal,” jawabnya.

 

Banyak Pihak yang Terseret Jika Kasus Ini Diungkap 

Dijelaskan oleh Mahfud, jika masih banyak pihak yang ingin menutupi kasus ini, sebab takut namanya ikut terseret.

 

“Kemudian masih ada saja yang menutupi, ada yang bilang hasil autopsi tidak boleh dibuka saya jawab, ‘siapa bilang’ ? Boleh saja dibuka itu ke publik, akhirnya dibuka,” terangnya melanjutkan cerita.

 

Deddy pun penasaran dengan nama –nama yang akan ikut terseret dalam kasus ini.

 

“Ini kalau dibuka sejujurnya, nanti akan ketahuan lagi yang lain lagi, itu gimana?” tanya Deddy.

 

Di jawab Mahfud, jika dalam kasus ini sudah ada 31 nama yang ikut terseret.

 

Namun , Mahfud menyentil jika kasus judi, narkoba dan lainnya juga diungkap maka akan banyak lagi nama baru.

 

“Kalau di kasus ini terorganisir ada 31 nama saja, jangan melebar kemana-mana,” paparnya. 

 

“Jangan melebar ke judi, narkoba dan lainnya. Kalau itu nanti ada lagi, banyak itu,” sambungnya sembari tertawa.

 

Ia juga menyebutkan jika dirinya sudah mengetahui fakta dari kasus ini, namun memang bukan kewenangannya untuk membongkar.

 

“Wah kalau mas Deddy tau yang lebih dalam, sensitif itu lebih parah lagi, makanya saya bicara yang udah diketahui publik saja,” terangnya.

 

Lebih lanjut, ia menyebutkan jika laporan pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi sudah bisa dicabut.

 

“Sebenarnya sudah cukup jelas, pelakunya bukan bharada E, dia hanya dipperintahkan oleh beberapa orang yang saat itu ada di situ, kan berarti harusnya laporan pelecehan sudah tidak ada,” terangnya. 

 

“Mungkin laporan pelecehan akan dicabut, di SP 3, kan yang dituduh juga udah ditembak mati,” sambungnya.

 

“Laporan pemeriksaan itu yang mengerikan campur menjijikkan jugalah,” tandasnya. (tribunnews)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.