Latest Post


 

SANCAnews.id – Deolipa Yumara menduga surat pencabutan kuasa yang ia terima tidak dibuat sendiri oleh Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E. Alasannya ia dan Bharada E telah membuat kode-kode yang hanya dipahami mereka berdua.

 

Deolipa Yumara menuturkan ia bersepakat bersama Bharada E kalau setiap tanda tangan yang dibuatnya harus dibubuhkan tanggal serta menit. Hal ini untuk menghindari pihak-pihak yang ingin mencampuri urusan dirinya dengan Richard.

 

“Saya (sempat) bicara dengan Bharada E, kita main nyanyian kode, ya, setiap tanda tangan harus tulis tanggal sama jam, di samping tanda tangan atau di atas, baik surat bermaterai atau tidak,” kata Deolipa dalam konferensi pers di rumahnya, Depok, Sabtu, 13 Agustus 2022.

 

“Tapi, surat pencabutan surat kuasa dari Richard ke saya enggak ada tanggal sama jam,” ucap dia menambahkan.

 

Atas dasar itu, Deolipa menduga surat pencabutan kuasanya tidak dibuat oleh Bharada E. Terlebih saat ini Bharada E sedang ditahan.

 

“Richard, kan, ditahanan, dia nggak bisa ngetik, kemudian dia nggak punya keahlian secara hukum, dia brimob, ahlinya tembak, siapa yang tulis ini, kita cari tau,” kata Deolipa Yumara.

 

Bakal Gugat ke PN Jakarta Selatan

Deolipa Yumara mengungkapkan bakal menggugat eks kliennya, Bharada E, dan pihak-pihak lain ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Senin, 15 Agustus 2022 mendatang. "Yang saya gugat Bharada e, pengacaranya, negara, bareskrim, dan para tergugat lainnya," katanya.

 

Alasan Deolipa melakukan gugatan itu karena dirinya yang sedang fokus mendampingi Bharada E dalam kasus kematian Brigadir J tiba-tiba keluar surat pencabutan kuasa.

 

Deolipa menduga pencabutan kuasa terhadap dirinya oleh Bharada E  cacat formil, "Jika pemberi kuasa mencabut, penerima kuasa mempunyai hak retensi, hak menahan semua keadaan," kata Deolipa.

 

Deolipa menduga pencabutan surat kuasa dirinya sebagai pengacara Bharada E karena adanya tekanan dari pihak lain yang tidak menginginkan kasus kematian Brigadir J terungkap secara terang benderang. "Saya kira ada orang yang mengintervensi atau menyuruh sehingga dia (Bharada E) mencabut kuasa," kata Deolipa.

 

Deolipa Yumara menceritakan, dirinya menjadi kuasa hukum Bharada E hanya 5 hari, setelahnya, keluar surat pencabutan kuasa oleh Bharada E. (tpc)



SANCAnews.id – Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Muhammad Fadil Imran mendadak diam seribu bahasa ketika ditanya wartawan terkait penetapan Ferdy Sambo sebagai tersangka pembunuhan Birgadir Joshua.

 

Kapolda Metro Jaya, Fadil Imran memang sempat bertemu Ferdy Sambo diduga terjadi di ruang kerja Ferdy Sambo di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada 13 Juli 2022) lalu, atau lima hari setelah terjadinya pembunuhan Brigadir Joshua.

 

Kala itu, baru ada satu versi dari kepolisian yang menyebut kasus kematian Brigadir Joshua karena adanya tembak-menembak dengan Bharada RE (Richard Eliezer) di rumah dinas Kadiv Propam Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, 8 Juli 2022.

 

Dalam cerita itu, baku tembak terjadi setelah adanya teriakan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi yang mengaku dilecehkan di kamarnya oleh Brigadir Joshua.

 

Belakangan, cerita ini hanya fiktif belaka. Cerita ini dikarang Ferdy Sambo untuk mengelabuhi fakta bahwa Ferdy Sambo lah yang memerintah Bharada E untuk membunuh Brigadir Joshua.

 

Kebohongan Ferdy Sambo itu terkuak setelah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Ardianto pada 9 Agustus 2022 mengumumkan Ferdy Sambo sebagai tersangka pembunuhan berencana terhadap Brigadir Joshua.

 

Kembali soal pertemuan Fadil Imran dengan Ferdy Sambo pada 13 Juli 2022 lalu, saat itu keduanya bersalaman, kemudian berpelukan. Ferdy Sambo terlihat menangis dalam pelukan Fadil Imran. Momen itu terabadikan dalam video berdurasi 24 detik yang viral.

 

Saat video dia memeluk dan mencium Ferdy Sambo beredar, Fadil Imran mengatakan bahwa ia memberikan dukungan kepada Irjen Pol Fedy Sambo yang sudah seperti saudara sendiri.

 

"Saya memberikan support pada adik saya Sambo, agar tegar menghadapi cobaan ini," kata Fadil kepada wartawan dilansir Suara.com, Kamis, 14 Juli 2022.

 

Memang, meski pangkatnya sama-sama Irjen Pol, Fadil Imran merupakan senior Ferdy Sambo. Fadil Imran lulusan Akpol Angkatan 1991, sedangkan Ferdy Sambo Akpol Angkatan 1994.

 

Umur keduanya juga terpaut 5 tahun. Fadil Imran saat ini usia 54 tahun, sedangkan Ferdy Sambo baru berusia 49 tahun.

 

Namun, setelah rekayasa kasus ini terkuak dan Ferdy jadi tersangka pembunuhan Brigadir Joshua, Fadil Imran diam seribu bahasa ketika di DPR RI, 10 Agustus 2022.

 

Video Fadil Imran irit bicara itu terungkap lewat video yang tayang di Youtube Kompas TV dan CNN Indonesia dua hari lalu. Saat ditanya jawabannya ngeles.

 

“Jangan (tanya, red) saya, tanya ke Mabes (Polri), ya, oke. Nanti tanya ke Mabes, ya, itu tanggapannya. Makasih,” katanya sangat singat sambil melambaikan tangan lantas pergi meninggalkan wartawan dilihat SuaraDenpasar, 13 Agustus 2022. (suara)



SANCAnews.id – Polri resmi menghentikan penyelidikan dugaan pelecehan yang dilaporkan istri Ferdy Sambo, Putri Chandrawathi karena tidak ditemukan unsur pidana.

 

Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia, Mudzakir menilai, laporan Putri bisa dikategorikan laporan palsu.

 

"Apabila laporannya tidak disertai dengan bukti permulaan yang cukup, tetapi hanya ucapan saja dan menyebut nama orang yang sudah mati, jika benar tidak ada bukti atas laporan tersebut dapat dikulifikasikan sebagai laporan palsu atau aduan fitnah/palsu," kata Mudzakir kepada AKURAT.CO, Sabtu (13/8/2022).

 

Mudzakir mengatakan istri Ferdy Sambo bisa dilaporkan balik ke polisi oleh pihak terlapor, dalam kasus ahli waris Almarhum Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.

 

"Bagi keluarga korban atau ahli waris yang telah mati, dapat melakukan laporan balik terhadap pelapor dugaan tindak pidana pelecehan seksual tersebut  atas nama ahli waris tentang dugaan terjadinya tindak pidana pelecehan seksual atau tindak pidana lainnya yang dilakukan oleh keluarganya yang telah meninggal dunia (Brigadir J)," lanjut dia.

 

Sebelumnya, Polri mengkategorikan laporan pelecehan seksual terhadap istri Sambo, Putri Chandrawathi kedalam obstruction of justice. Artinya, laporan tersebut dinilai sebagai upaya menghalang-halangi penyidikan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.

 

Hal serupa juga terjadi pada laporan dugaan percobaan pembunuhan terhadap Bharada Richard Eliezer atau Bharada E yang dilakukan oleh Brigadir J.

 

"Kita anggap dua laporan polisi ini menjadi satu bagian yang masuk dalam kategori obstruction of justice. Ini bagian dari upaya untuk menghalangi-halangi pengungkapan dari kasus 340," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jumat (12/8/2022). (*)




SANCAnews.id – Aktivis Kemanusiaan, Irma Hutabarat menyebut Irjen Ferdy Sambo punya kelakukan mirip seorang mafia.

 

Mengutip berita jakarta.poskota.co.id, Ia menilai Irjen Ferdy Sambo tidak patut menjadi salah satu anggota Polisi, namun lebih kepada seorang mafia.

 

“Kalau ada orang membunuh, kemudian menghilangkan barang bukti, lalu mengajak seluruh korps yang ada di dalam geng itu untuk berbuat bohong kepada seluruh rakyat Indonesia, itu kan kelakukannya mafia,” tegas Irma.

 

Namun apesnya, skenario yang dirancang oleh Irjen Ferdy Sambo akhirnya pun terungkap. Irjen Ferdy Sambo pun telah ditetapkan menjadi tersangka karena menjadi dalang pembunuhan ajudannya itu.

 

“Kita sendiri mendengar para purnawirawan Polisi yang kesal, ada Pak Alwi Luthan bicara kemudian ada Pak Susno, kemudian ibu Sri juga,” lanjut Irma.

 

Irma mempertanyakan apa yang sebenarnya yang terjadi di dalam tubuh institusi Polri. “Semua nadanya sama, nadanya tuh nggak percaya, kesal, ini ada apa sih dalam kepolisian. Ini yang ngajarin kerja seperti ini siapa? Karena itu bukan kerja Polisi,” tutur Irma.

 

“Kalau Polisi nggak gitu, kalau Polisi tadi seperti yang dikatakan Ibu Sri, ada segitiga bukti, ada form A, kalau ada jenazah harus dilaporkan,” tambah Irma.

 

Lebih lanjut lagi Irma menuturkan kasus tewasnya Brigadir J ini justru membuat kepercayaan masyarakat kepada Polri semakin turun.

 

“Lalu kemudian apapun alasan yang sekarang sedang direkayasa, mohon maaf kalau orang sudah sekali berbohong maka akan sulit untuk mempercayainya,” tutupnya. (*)



 

SANCAnews.id – Pengamat politik dan mujahid 212, Damai Hari Lubis meminta agar Kompolnas, Komnas Perempuan dan Komnasham untuk tidak ikut campur dalam karus pembunuhan Brigadir J.

 

"Saya usul agar Komnasham, Komnas Perempuan dan Kompolnas, khusus dalam kasus Pembunuhan Berencana oleh Irjen Pol. Sambo, Cs.  terhadap Brigadir Joshua, sementara gak usah ikut campur, karena pada faktanya malah membuat pemahaman publik menkadi blunder. Tidak membantu justru menerbitkan obscuur sehingga menyesatkan atau membingungkan, malah kayak nutupi keadaan sebenarnya," jelas Damai Hari Lubis dalam pernyataannya kepada gelora.co, Sabtu (13/8/2022).

 

Damai berpendapat sebaiknya ketiga komisi tersebut hendaknya beri ruang publik untuk mensupport serta monitoring kinerja tim bentukan Kapolri apapun namanya. "Percayakan saja penanganan kasus tersebut kepada penyidik Timsus," ujarnya.

 

"Selain anggaran operasional ketiga lembaga untuk uang dinas kelembagaan dimaksud akan mudhorat, karena sekedar hamburkan kas negara atau mubazirkan uang rakyat. Kasihan dampak ekonominya juga bermuara ke rakyat bangsa ini, karena uang negara adalah uang rakyat", pungkas Damai. (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.