Latest Post



SANCAnews.id – Mantan Pengacara Bharada Eliezer, Deolipa Yumara, akan menggugat Bareskrim yang secara tiba-tiba mencabut kuasa Deolipa secara sepihak sebagai Pengacara Bharada Eliezer.

 

Menurut Deolipa, meski dirinya hanya beberapa hari menjadi pengacara Bharada Eliezer, tapi Deolipa sudah bekerja secara profesional.

 

Sementara itu, Ronny Talapessy, menjadi pengacara baru Bharada Eliezer, ini artinya sudah 3 kali Bharada Eliezer mengganti pengacara dalam kasus kematian Brigadir Yoshua.

 

Dalam wawancara di program Kompas Petang kemarin, Ronny Talapessy bilang penujukkan dirinya sebagai kuasa hukum baru atas permintaan keluarga.

 

Ronny membantah adanya desakan atau perintah penggantian kuasa hukum sebelumnya Deolipa Yumara.

 

Ronny talapessy tak hanya dikenal sebagai pengacara, ia adalah politisi PDI Perjuangan yang saat ini menjabat sebagai wakil ketua dewan pimpinan daerah.

 

Ronny pernah menangani beberapa kasus besar yang menyita perhatian publik, seperti menjadi Kuasa Hukum Kasus Penodaan Agama Basuki Tjahaja Purnama dan korban kecelakaan maut di Tugu Tani tahun 2012. (kps)




SANCAnews.id – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan tidak bisa memberikan perlindungan kepada istri Irjen Pol Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

 

Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, keputusan tersebut diambil lantaran Polri menyetop penyidikan laporan dugaan pelecehan kepada Putri Candrawathi.

 

Sebelumnya, kasus dugaan pelecehan ini dilaporkan ke Polres Jakarta Selatan.

 

"Sekarang setelah (status kasus Putri) jelas ya tentu saja LPSK tidak bisa memberikan perlindungan karena status hukumnya jadi membingungkan ini, apakah Ibu PC itu korban atau dia berstatus lain," ucap Hasto kepada media, Sabtu (13/8/2022).

 

Hasto menduga, Putri Candrawathi memiliki status lain selain korban maupun saksi pelecehan. Sama seperti keterangan polisi, dia meyakini kasus pelecehan terhadap Putri tidak ada.

 

Sedangkan dalam laporan yang dilayangkan ke Polres Jakarta Selatan, Putri melaporkan diri sebagai korban pelecehan.

 

"Kemungkinan besar (tidak diberikan perlindungan) karena kasusnya sendiri tidak ada, jadi pidananya kan tidak ada itu. Tindak pidana yang dia laporkan di mana dia mengaku sebagai korban itu tindak pidananya tidak ada, jadi tentu LPSK enggak bisa memberikan perlindungan," bener Hasto.

 

Sebelumnya diberitakan, Polri menghentikan laporan terhadap Brigadir J atas kasus dugaan pelecehan terhadap istri Ferdy Sambo.

 

Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian menjelaskan bahwa setelah melakukan gelar perkara tak ditemukan tindak pidana terhadap laporan dugaan pelecehan seksual pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.

 

"Berdasarkan hasil gelar perkara tadi sore perkara ini kita hentikan penyidikannya karena tidak ditemukan peristiwa pidana," kata Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jumat (12/8/2022). (kps)




SANCAnews.id – Kuasa Hukum Bharada Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E) Deolipa Yumara membeberkan detik-detik saat Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J dieksekusi di rumah Dinas Ferdy Sambo di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan.

 

Deolipa Yumara menyebut, berdasarkan keterangan Bharada E, Brigadir J sesaat sebelum dihujani tembakan, dia tampak berlutut di depan Ferdy Sambo yang sedang memegang pistol, saat itu Ferdy Sambo menenteng senjata api itu dengan memakai sarung tangan.

 

Melihat Bharada E yang juga sedang memang pistol Ferdy Sambo langsung memberi perintah untuk menghabisi Brigadir J yang masih dalam posisi berlutut.

 

“Sambo juga pegang pistol tapi pakai sarung tangan. Ketika Richard melihat Sambo pegang pistol, Joshua sedang berlutut. Pada saat kondisi itu ada perintah dari Sambo kepada Richard, ‘woy tembak, woy tembak,” kata Deolipa Yumara dalam sebuah acara di televisi nasional dikutip Populis.id Jumat (12/8/2022).

 

Menurut Deolipa Yumara sebagaimana yang diceritakan Bharada E, kejadian berdarah itu tidak berlangsung lama. Mulanya kata dia Brigadir J ada di lantai satu rumah Dinas Ferdy Sambo, tiba - tiba saja yang bersangkutan diperintahkan naik ke lantai dua menemeui Ferdy Sambo yang ternyata sudah menteng pistol.

 

“Joshua di bawah aja, ada satu lagi pengawal Brimob. Kemudian Joshua di suruh naik ke atas, Richard tidak naik ke atas,” ujar Deolipa Yumara.

 

Menurut Deolipa, secara psikologis jika Bharada E menolak perintah Ferdy Sambo, maka dirinya juga kemungkinan besar ikut dieksekusi saat itu. Jadi kata klien menembak Brigadir J dalam keadaan terpaksa.

 

“Namanya perintah yah Richard ketakutan, karena kalau Richard nggak nembak mungkin dia yang ditembak karena Sambo pegang pistol kan,” ujarnya. (populis)




SANCAnews.id – Pengacara Habib Rizieq Shihab Aziz Yanuar menyebut kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J) yang diotaki Irjen Ferdy Sambo memiliki kemiripan dengan kasus penembakan 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek pada akhir 2020 lalu. Dimana kasus ini  ditangani Satgasus Merah Putih Pimpinan Ferdy Sambo.

 

Aziz Yanuar mengatakan, kesamaan kedua kasus ini adalah penggunaan alibi peristiwa tembak menembak, padahal fakta di lapangan tidak ada peristiwa seperti itu, yang terjadi adalah penembakan yang dilakukan pihak kepolisian.

 

"Jadi karena pola fake news tembak menembak dalam kasus KM 50 sukses menutupi fakta sesungguhnya, maka FS menggunakan template, modus, pola yang sama untuk menutupi peristiwa di rumah dinasnya," kata Aziz saat dikonfirmasi Populis.id Jumat (12/8/2022).

 

Aziz menyebut, dalam kasus pembunuhan Brigadir J, kedok Ferdy Sambo menutupi perbuatan kejinya itu dengan cepat terbongkar, lantaran dalam kasus ini tidak ada kepentingan politik, sehingga Ferdy Sambo harus putar otak sendirian.

 

Berbeda dengan kasus penembakan laskar FPI, kasus ini kata dia sukar dibongkar lantaran Ferdy Sambo bersama satgasus Merah Putih mendapat banyak sokongan dari pihak luar termasuk orang - orang yang punya kepentingan politik.

 

"Sialnya, dalam peristiwa yang berkaitan dengan dirinya ini, FS lupa, bahwa pola yang digunakan dalam kasus KM 50 itu adalah modus rekayasa yang disepakati bersama oleh para pelaku dan penguasa politik. Sementara dalam kasus dirinya, tidak ada kepentingan politik penguasa yang perlu dilindungi, jadi pola menciptakan fake news ini gagal total," tuntasnya.

 

Sebagai informasi, Ferdy Sambo telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J, jenderal bintang dua itu mengakui dirinya mengotaki pembunuhan berencana itu serta menyusun skenario untuk menutup kasus itu rapat - rapat.

 

Ferdy Sambo mengaku, dirinya nekat menghabisi bawahannya sendiri lantaran sakit hati karena Brigadir J melecehkan istrinya Putri Candrawati. Pelecehan itu dilakukan di Magelang.  Kekinian pengakuan Ferdy Sambo terbantahkan setelah Bareskrim Polri menutup kasus dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan Putri. Polisi menutup kasus ini lantaran laporan pelecehan itu tak terbukti. (populis)




SANCAnews.id – Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo mengaku telah merekayasa kematian Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.

 

Dia bahkan menjanjikan uang Rp 1 miliar kepada Richard Eliezer alias Bharada E setelah Brigadir J tewas ditembak mati. Hal itu diungkap oleh mantan pengacara Bharada E, Burhanuddin.

 

Menurut Burhanuddin, uang yang dijanjikan Irjen Ferdy Sambo kepada Bharada E itu untuk tidak membongkar insiden penembakan Brigadir J.

 

"Iya (benar Bharada E dijanjikan uang Rp 1 miliar agar tutup mulut, red) ada di BAP (berita acara pemeriksaan)," kata Burhanuddin saat dikonfirmasi, Jumat (12/8).

 

Burhanuddin menyebut tersangka lainnya, KM dan Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR (sebelumnya Brigadir RR) juga dijanjikan uang masing-masing Rp 500 juta.

 

Jadi, Ferdy Sambo menjanjikan uang Rp 2 miliar kepada Bharada E, Bripka RR, dan KM. "(Total uang yang dijanjikan Ferdy Sambo Rp 2 miliar, red) iya," ujar Burhanuddin.

 

Kendati demikian, uang itu belum diterima ketiga tersangka.

 

"Belum (diberikan uang itu). (Uang diberikan, red) setelah kasus aman," ujar Burhanuddin.

 

Burhanuddin menyebut uang tersebut dijanjikan Pati Yanma Polri itu sehari setelah insiden penembakan di Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan pada Jumat (8/7).

 

"(Uang itu dijanjikan, red) sehari setelah Brigadir J tewas," tutur Burhanuddin. Timsus telah menetapkan empat tersangka dalam kasus kematian Brigadir J.

 

Dalam kasus ini, Ferdy Sambo, Bripka Ricky Rizal, dan KM dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP.

 

Mereka diancam hukuman mati, penjara seumur hidup, dan selama-lamanya penjara 20 tahun.

 

Sementara untuk Bharada E dijerat Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan 56 KUHP. (jpnn)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.