Latest Post



SANCAnews.id – Kuasa Hukum Bharada Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E) Deolipa Yumara membeberkan detik-detik saat Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J dieksekusi di rumah Dinas Ferdy Sambo di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan.

 

Deolipa Yumara menyebut, berdasarkan keterangan Bharada E, Brigadir J sesaat sebelum dihujani tembakan, dia tampak berlutut di depan Ferdy Sambo yang sedang memegang pistol, saat itu Ferdy Sambo menenteng senjata api itu dengan memakai sarung tangan.

 

Melihat Bharada E yang juga sedang memang pistol Ferdy Sambo langsung memberi perintah untuk menghabisi Brigadir J yang masih dalam posisi berlutut.

 

“Sambo juga pegang pistol tapi pakai sarung tangan. Ketika Richard melihat Sambo pegang pistol, Joshua sedang berlutut. Pada saat kondisi itu ada perintah dari Sambo kepada Richard, ‘woy tembak, woy tembak,” kata Deolipa Yumara dalam sebuah acara di televisi nasional dikutip Populis.id Jumat (12/8/2022).

 

Menurut Deolipa Yumara sebagaimana yang diceritakan Bharada E, kejadian berdarah itu tidak berlangsung lama. Mulanya kata dia Brigadir J ada di lantai satu rumah Dinas Ferdy Sambo, tiba - tiba saja yang bersangkutan diperintahkan naik ke lantai dua menemeui Ferdy Sambo yang ternyata sudah menteng pistol.

 

“Joshua di bawah aja, ada satu lagi pengawal Brimob. Kemudian Joshua di suruh naik ke atas, Richard tidak naik ke atas,” ujar Deolipa Yumara.

 

Menurut Deolipa, secara psikologis jika Bharada E menolak perintah Ferdy Sambo, maka dirinya juga kemungkinan besar ikut dieksekusi saat itu. Jadi kata klien menembak Brigadir J dalam keadaan terpaksa.

 

“Namanya perintah yah Richard ketakutan, karena kalau Richard nggak nembak mungkin dia yang ditembak karena Sambo pegang pistol kan,” ujarnya. (populis)




SANCAnews.id – Pengacara Habib Rizieq Shihab Aziz Yanuar menyebut kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J) yang diotaki Irjen Ferdy Sambo memiliki kemiripan dengan kasus penembakan 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek pada akhir 2020 lalu. Dimana kasus ini  ditangani Satgasus Merah Putih Pimpinan Ferdy Sambo.

 

Aziz Yanuar mengatakan, kesamaan kedua kasus ini adalah penggunaan alibi peristiwa tembak menembak, padahal fakta di lapangan tidak ada peristiwa seperti itu, yang terjadi adalah penembakan yang dilakukan pihak kepolisian.

 

"Jadi karena pola fake news tembak menembak dalam kasus KM 50 sukses menutupi fakta sesungguhnya, maka FS menggunakan template, modus, pola yang sama untuk menutupi peristiwa di rumah dinasnya," kata Aziz saat dikonfirmasi Populis.id Jumat (12/8/2022).

 

Aziz menyebut, dalam kasus pembunuhan Brigadir J, kedok Ferdy Sambo menutupi perbuatan kejinya itu dengan cepat terbongkar, lantaran dalam kasus ini tidak ada kepentingan politik, sehingga Ferdy Sambo harus putar otak sendirian.

 

Berbeda dengan kasus penembakan laskar FPI, kasus ini kata dia sukar dibongkar lantaran Ferdy Sambo bersama satgasus Merah Putih mendapat banyak sokongan dari pihak luar termasuk orang - orang yang punya kepentingan politik.

 

"Sialnya, dalam peristiwa yang berkaitan dengan dirinya ini, FS lupa, bahwa pola yang digunakan dalam kasus KM 50 itu adalah modus rekayasa yang disepakati bersama oleh para pelaku dan penguasa politik. Sementara dalam kasus dirinya, tidak ada kepentingan politik penguasa yang perlu dilindungi, jadi pola menciptakan fake news ini gagal total," tuntasnya.

 

Sebagai informasi, Ferdy Sambo telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J, jenderal bintang dua itu mengakui dirinya mengotaki pembunuhan berencana itu serta menyusun skenario untuk menutup kasus itu rapat - rapat.

 

Ferdy Sambo mengaku, dirinya nekat menghabisi bawahannya sendiri lantaran sakit hati karena Brigadir J melecehkan istrinya Putri Candrawati. Pelecehan itu dilakukan di Magelang.  Kekinian pengakuan Ferdy Sambo terbantahkan setelah Bareskrim Polri menutup kasus dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan Putri. Polisi menutup kasus ini lantaran laporan pelecehan itu tak terbukti. (populis)




SANCAnews.id – Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo mengaku telah merekayasa kematian Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.

 

Dia bahkan menjanjikan uang Rp 1 miliar kepada Richard Eliezer alias Bharada E setelah Brigadir J tewas ditembak mati. Hal itu diungkap oleh mantan pengacara Bharada E, Burhanuddin.

 

Menurut Burhanuddin, uang yang dijanjikan Irjen Ferdy Sambo kepada Bharada E itu untuk tidak membongkar insiden penembakan Brigadir J.

 

"Iya (benar Bharada E dijanjikan uang Rp 1 miliar agar tutup mulut, red) ada di BAP (berita acara pemeriksaan)," kata Burhanuddin saat dikonfirmasi, Jumat (12/8).

 

Burhanuddin menyebut tersangka lainnya, KM dan Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR (sebelumnya Brigadir RR) juga dijanjikan uang masing-masing Rp 500 juta.

 

Jadi, Ferdy Sambo menjanjikan uang Rp 2 miliar kepada Bharada E, Bripka RR, dan KM. "(Total uang yang dijanjikan Ferdy Sambo Rp 2 miliar, red) iya," ujar Burhanuddin.

 

Kendati demikian, uang itu belum diterima ketiga tersangka.

 

"Belum (diberikan uang itu). (Uang diberikan, red) setelah kasus aman," ujar Burhanuddin.

 

Burhanuddin menyebut uang tersebut dijanjikan Pati Yanma Polri itu sehari setelah insiden penembakan di Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan pada Jumat (8/7).

 

"(Uang itu dijanjikan, red) sehari setelah Brigadir J tewas," tutur Burhanuddin. Timsus telah menetapkan empat tersangka dalam kasus kematian Brigadir J.

 

Dalam kasus ini, Ferdy Sambo, Bripka Ricky Rizal, dan KM dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP.

 

Mereka diancam hukuman mati, penjara seumur hidup, dan selama-lamanya penjara 20 tahun.

 

Sementara untuk Bharada E dijerat Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan 56 KUHP. (jpnn)



 

SANCAnews.id – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memutuskan untuk memberikan perlindungan darurat kepada Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E. 

 

Pemberian perlindungan darurat diputuskan setelah LPSK bertemu dengan Bharada E di Bareskrim Polri.

 

“Sore ini pimpinan memutuskan untuk memberikan perlindungan darurat kepada Bharada E (Richard Eliezer)," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo saat dihubungi wartawan, Jumat (12/8).

 

Dia mengatakan perlindungan darurat diberikan sembari menunggu hasil Rapat Paripurna LSPK untuk menentukan permohonan justice collaborator dari Bharada E.

 

"Jadi, kami memberikan perlindungan darurat. Kalau ada apa-apa, Bharada E sudah mendapatkan hak yang sama dengan para terlindung lain," tegasnya.

 

Hasto menyebutkan perlindungan darurat itu akan berlaku hingga Papat Paripurna LPSK yang akan digelar dalam waktu dekat.

 

"Perlindungan darurat ini diberikan sambil menunggu rapat paripurna terdekat untuk diputuskan secara formal," jelasnya.

 

Sebelumnya, Brigadir J, Richard Eliezer alias Bharada E telah mengajukan diri sebagai justice collaborator ke LPSK terkait kasus penembakan di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. (jpnn)




SANCAnews.id – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo resmi membubarkan organisasi non-struktural yang diberi nama Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Polri pada Kamis (11/8).

Langkah ini diambil setelah muncul banyak desakan agar Satgas ini dibubarkan menyusul kasus penembakan Brigadir Yosua dengan tersangka Kadiv Propam sekaligus Kepala Satgassus (Kasatgassus) Irjen Ferdy Sambo.

Satgassus ini juga terkenal dengan nama Satgassus Merah Putih dengan dua bendera Merah Putih sebagai bagian lambang.

"Pada malam hari ini juga, Bapak Kapolri secara resmi sudah menghentikan kegiatan dari Satgassus Polri," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Kamis (11/8) malam.

Satgas khusus ini dibentuk pada 2019 di masa kepemimpinan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Satgassus dibentuk berdasarkan Surat Perintah Sprin/681/III/HUK.6.6/2019 tertanggal 6 Maret 2019. Kala itu Satgas dipimpin oleh Kabareskrim Idham Azis dan Ferdy Sambo sebagai sekretaris.

Ferdy Sambo mulai menduduki posisi sebagai Kasatgassus Merah Putih sejak Mei 2020, saat menjabat sebagai Dirtipidum Bareskrim Polri, saat Kapolri dipegang Idham Azis. 

Masa jabatan Sambo diperpanjang hingga 31 Desember 2022 lewat Surat Perintah Sprin/1583/VII/HUK.6.6./2022 yang dirilis 1 Juli 2022 oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit.

Satgassus bertugas menyelidiki dan menyidik kasus-kasus besar yang menjadi atensi pimpinan Polri, utamanya terkait pencucian uang, narkoba/psikotropika, korupsi, dan ITE. 

Satgassus berisi personel dari lintas direktorat dan disebut-sebut sebagai "pasukan elite". Bahkan ada yang menyebutnya "mabes" dalam "Mabes Polri".

Sejumlah kasus besar pernah ditangani Satgassus Merah Putih sejak pertama kali dibentuk. Berikut beberapa di antaranya:

Pengungkapan Sabu Nyaris 1 Ton di Serang, Banten, Mei 2020

Satgassus Merah Putih di bawah pimpinan Irjen Ferdy Sambo dan Kombes Herry Heryawan mengungkap kasus sabu seberat 828 kilogram di Serang, Banten, pada 19 Mei 2020.

Sabu itu diamankan dari sebuah gudang penyimpanan di Jalan Takari, Kota Serang, Banten.

Listyo Sigit yang saat itu menjadi Kabareskrim mengatakan, narkoba tersebut merupakan barang haram jaringan Timur Tengah, yang mulai diselidiki sejak Desember 2019. Ada dua tersangka yang diamankan dalam pengungkapan kasus tersebut.

Penembakan Pengawal Habib Rizieq di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, 7 Desember 2020

Kasus penembakan 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) terjadi di Jalan Tol Jakarta-Cikampek, pada 7 Desember 2020. 

Ferdy Sambo yang saat itu menjabat sebagai Kadiv Propam Polri adalah yang menangani kasus tersebut. Saat itu ia mengerahkan 30 anggota Propam untuk mengungkap kasus ini.

Tingginya desakan publik membuat aparat mengusut petugas yang terlibat dalam penembakan itu. Tiga personel Polda Metro Jaya yang juga anggota Satgassus ditetapkan sebagai tersangka. Salah satu tersangka berinisial EPZ atau Elwira Pryadi Zendrato dinyatakan meninggal akibat kecelakaan lalu lintas.

Sementara dua tersangka lainnya, yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella, telah divonis bebas oleh pengadilan. Majelis hakim menilai, keduanya tak dijatuhi hukuman karena alasan pembenaran, yaitu menembak untuk membela diri.

Jaringan Narkoba 200 Kg di Petamburan, 23 Desember 2020

Satgassus Merah Putih bersama Ditresnarkoba Polda Metro Jaya menangkap 11 orang terduga pemasok narkoba jenis sabu jaringan Timur Tengah dari sejumlah tempat di Jakarta, salah satunya di Petamburan. Barang bukti yang diamankan narkoba 200 kg.

Jaringan Narkoba 2,5 Ton di Aceh pada April 2021

Satgassus menguak kasus peredaran narkoba jenis sabu-sabu jaringan internasional Timur Tengah, Malaysia, dan Indonesia. Dalam pengungkapan ini, sebanyak 2,5 ton sabu-sabu berhasil disita sebagai barang bukti dan menangkap 18 orang tersangka.

Selain Satgassus, pengungkapan kasus ini juga melibatkan tim gabungan Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri dengan Direktorat Reserse Narkoba Polda Aceh bersama Kanwil Bea Cukai Aceh. (kumparan)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.