Latest Post



SANCAnews.id – Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo mengaku telah merekayasa kematian Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.

 

Dia bahkan menjanjikan uang Rp 1 miliar kepada Richard Eliezer alias Bharada E setelah Brigadir J tewas ditembak mati. Hal itu diungkap oleh mantan pengacara Bharada E, Burhanuddin.

 

Menurut Burhanuddin, uang yang dijanjikan Irjen Ferdy Sambo kepada Bharada E itu untuk tidak membongkar insiden penembakan Brigadir J.

 

"Iya (benar Bharada E dijanjikan uang Rp 1 miliar agar tutup mulut, red) ada di BAP (berita acara pemeriksaan)," kata Burhanuddin saat dikonfirmasi, Jumat (12/8).

 

Burhanuddin menyebut tersangka lainnya, KM dan Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR (sebelumnya Brigadir RR) juga dijanjikan uang masing-masing Rp 500 juta.

 

Jadi, Ferdy Sambo menjanjikan uang Rp 2 miliar kepada Bharada E, Bripka RR, dan KM. "(Total uang yang dijanjikan Ferdy Sambo Rp 2 miliar, red) iya," ujar Burhanuddin.

 

Kendati demikian, uang itu belum diterima ketiga tersangka.

 

"Belum (diberikan uang itu). (Uang diberikan, red) setelah kasus aman," ujar Burhanuddin.

 

Burhanuddin menyebut uang tersebut dijanjikan Pati Yanma Polri itu sehari setelah insiden penembakan di Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan pada Jumat (8/7).

 

"(Uang itu dijanjikan, red) sehari setelah Brigadir J tewas," tutur Burhanuddin. Timsus telah menetapkan empat tersangka dalam kasus kematian Brigadir J.

 

Dalam kasus ini, Ferdy Sambo, Bripka Ricky Rizal, dan KM dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP.

 

Mereka diancam hukuman mati, penjara seumur hidup, dan selama-lamanya penjara 20 tahun.

 

Sementara untuk Bharada E dijerat Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan 56 KUHP. (jpnn)



 

SANCAnews.id – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memutuskan untuk memberikan perlindungan darurat kepada Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E. 

 

Pemberian perlindungan darurat diputuskan setelah LPSK bertemu dengan Bharada E di Bareskrim Polri.

 

“Sore ini pimpinan memutuskan untuk memberikan perlindungan darurat kepada Bharada E (Richard Eliezer)," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo saat dihubungi wartawan, Jumat (12/8).

 

Dia mengatakan perlindungan darurat diberikan sembari menunggu hasil Rapat Paripurna LSPK untuk menentukan permohonan justice collaborator dari Bharada E.

 

"Jadi, kami memberikan perlindungan darurat. Kalau ada apa-apa, Bharada E sudah mendapatkan hak yang sama dengan para terlindung lain," tegasnya.

 

Hasto menyebutkan perlindungan darurat itu akan berlaku hingga Papat Paripurna LPSK yang akan digelar dalam waktu dekat.

 

"Perlindungan darurat ini diberikan sambil menunggu rapat paripurna terdekat untuk diputuskan secara formal," jelasnya.

 

Sebelumnya, Brigadir J, Richard Eliezer alias Bharada E telah mengajukan diri sebagai justice collaborator ke LPSK terkait kasus penembakan di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. (jpnn)




SANCAnews.id – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo resmi membubarkan organisasi non-struktural yang diberi nama Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Polri pada Kamis (11/8).

Langkah ini diambil setelah muncul banyak desakan agar Satgas ini dibubarkan menyusul kasus penembakan Brigadir Yosua dengan tersangka Kadiv Propam sekaligus Kepala Satgassus (Kasatgassus) Irjen Ferdy Sambo.

Satgassus ini juga terkenal dengan nama Satgassus Merah Putih dengan dua bendera Merah Putih sebagai bagian lambang.

"Pada malam hari ini juga, Bapak Kapolri secara resmi sudah menghentikan kegiatan dari Satgassus Polri," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Kamis (11/8) malam.

Satgas khusus ini dibentuk pada 2019 di masa kepemimpinan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Satgassus dibentuk berdasarkan Surat Perintah Sprin/681/III/HUK.6.6/2019 tertanggal 6 Maret 2019. Kala itu Satgas dipimpin oleh Kabareskrim Idham Azis dan Ferdy Sambo sebagai sekretaris.

Ferdy Sambo mulai menduduki posisi sebagai Kasatgassus Merah Putih sejak Mei 2020, saat menjabat sebagai Dirtipidum Bareskrim Polri, saat Kapolri dipegang Idham Azis. 

Masa jabatan Sambo diperpanjang hingga 31 Desember 2022 lewat Surat Perintah Sprin/1583/VII/HUK.6.6./2022 yang dirilis 1 Juli 2022 oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit.

Satgassus bertugas menyelidiki dan menyidik kasus-kasus besar yang menjadi atensi pimpinan Polri, utamanya terkait pencucian uang, narkoba/psikotropika, korupsi, dan ITE. 

Satgassus berisi personel dari lintas direktorat dan disebut-sebut sebagai "pasukan elite". Bahkan ada yang menyebutnya "mabes" dalam "Mabes Polri".

Sejumlah kasus besar pernah ditangani Satgassus Merah Putih sejak pertama kali dibentuk. Berikut beberapa di antaranya:

Pengungkapan Sabu Nyaris 1 Ton di Serang, Banten, Mei 2020

Satgassus Merah Putih di bawah pimpinan Irjen Ferdy Sambo dan Kombes Herry Heryawan mengungkap kasus sabu seberat 828 kilogram di Serang, Banten, pada 19 Mei 2020.

Sabu itu diamankan dari sebuah gudang penyimpanan di Jalan Takari, Kota Serang, Banten.

Listyo Sigit yang saat itu menjadi Kabareskrim mengatakan, narkoba tersebut merupakan barang haram jaringan Timur Tengah, yang mulai diselidiki sejak Desember 2019. Ada dua tersangka yang diamankan dalam pengungkapan kasus tersebut.

Penembakan Pengawal Habib Rizieq di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, 7 Desember 2020

Kasus penembakan 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) terjadi di Jalan Tol Jakarta-Cikampek, pada 7 Desember 2020. 

Ferdy Sambo yang saat itu menjabat sebagai Kadiv Propam Polri adalah yang menangani kasus tersebut. Saat itu ia mengerahkan 30 anggota Propam untuk mengungkap kasus ini.

Tingginya desakan publik membuat aparat mengusut petugas yang terlibat dalam penembakan itu. Tiga personel Polda Metro Jaya yang juga anggota Satgassus ditetapkan sebagai tersangka. Salah satu tersangka berinisial EPZ atau Elwira Pryadi Zendrato dinyatakan meninggal akibat kecelakaan lalu lintas.

Sementara dua tersangka lainnya, yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella, telah divonis bebas oleh pengadilan. Majelis hakim menilai, keduanya tak dijatuhi hukuman karena alasan pembenaran, yaitu menembak untuk membela diri.

Jaringan Narkoba 200 Kg di Petamburan, 23 Desember 2020

Satgassus Merah Putih bersama Ditresnarkoba Polda Metro Jaya menangkap 11 orang terduga pemasok narkoba jenis sabu jaringan Timur Tengah dari sejumlah tempat di Jakarta, salah satunya di Petamburan. Barang bukti yang diamankan narkoba 200 kg.

Jaringan Narkoba 2,5 Ton di Aceh pada April 2021

Satgassus menguak kasus peredaran narkoba jenis sabu-sabu jaringan internasional Timur Tengah, Malaysia, dan Indonesia. Dalam pengungkapan ini, sebanyak 2,5 ton sabu-sabu berhasil disita sebagai barang bukti dan menangkap 18 orang tersangka.

Selain Satgassus, pengungkapan kasus ini juga melibatkan tim gabungan Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri dengan Direktorat Reserse Narkoba Polda Aceh bersama Kanwil Bea Cukai Aceh. (kumparan)



SANCAnews.id – Eks pengacara Bharada E, Deolipa Yumara, merasa kecewa lantaran kuasa yang diberikan kepadanya dicabut. Dia menuntut fee sebesar Rp 15 triliun. 

"Ini kan penunjukan dari negara dari Bareskrim, tentunya saya minta fee saya dong. Saya akan minta jasa saya sebagai pengacara yang ditunjuk negara saya minta Rp 15 triliun. Supaya saya bisa foya-foya," kata Deolipa kepada wartawan, Jumat (12/8).

Deolipa kembali menjelaskan, dirinya ditunjuk Bareskrim Polri untuk menjadi pengacara Bharada E usai Andreas Nahot Silitonga mengundurkan diri. Dia pun mengaku tak tahu menahu soal pencabutan kuasa itu.

Apabila permintaannya itu tak dipenuhi, Deolipa mengancam akan melakukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan itu ditujukan kepada Presiden hingga Kapolri.

"Ya kan kita ditunjuk negara, negara kan kaya, masa kita minta Rp 15 triliun nggak ada. Ya kalau enggak ada kita gugat, catat aja. Kapolri kita gugat, semua kita gugat. Presiden, Menteri, Kapolri, Wakapolri, semuanya kita gugat supaya kita dapat, sebagai pengacara secara perdata Rp 15 triliun," terangnya.

Sebelumnya, beredar surat yang menyebutkan Bharada E alias Richard Eliezer, tersangka pembunuhan Brigadir Yosua mencabut kuasanya. Kuasa tersebut diberikan terhadap Deolipa Yumara dan M Boerhanuddin dalam rangka pendampingan hukum.

Dalam surat itu juga dibubuhkan tanda tangan Richard di atas meterai Rp 10 ribu. Surat itu ditandatangani tertanggal 10 Agustus 2022.

Deolipa sempat membantah adanya pencabutan kuasa itu. Namun hal ini dibenarkan oleh Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian.

Menggantikan Deolipa dan Boerhanudin, pihak Bharada E menunjuk Ronny Talapessy sebagai penasihat hukum barunya.

"Iya betul [Ronny Talapesy jadi pengacara baru Bharada E]," ujar Andi saat dikonfirmasi, Jumat (12/8).

Dihubungi terpisah, Ronny menjelaskan, dirinya resmi diberi kuasa oleh Bharada E sejak 10 Agustus 2022 lalu. Dia ditunjuk langsung oleh Bharada E dan keluarganya.

"Betul, [per] 10 Agustus. Iya [ditunjuk] orang tua dan Bharada E, itu aja," kata Ronny. (kumparan)



SANCAnews.id – Mantan kuasa hukum Bharada E, Muhammad Boerhanuddin dan Deolipa Yumara mengaku belum menerima surat pencabutan mendampingi kliennya lagi atas kasus pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo.

 

Meskipun demikian, kini keduanya sudah tak lagi mendampingi Bharada E melanjutkan proses hukumnya.

Boerhanuddin mengaku mengetahui pencabutan surat kuasa tersebut sejak Rabu (10/8/2022).

 

"(Belum) kalau dari saya. Tapi katanya ada dikirim ke kantornya Deolipa."

 

"Kita bingung juga kok tiba-tiba dicabut," ujar Boerhanuddin saat ditemui awak media Jumat (12/8/2022).

 

Ia juga menceritakan saat tim kuasa hukum Bharada E yang diminta datang ke Bareskrim Polri. Setelah datang rupanya keduanya diminta mencabut surat kuasa.

 

"Kami kan pernah diminta datang ke Bareskrim sekitar jam 8 malam sampai 2 tengah malam, itu hanya diminta untuk mencabut," lanjutnya.

 

Borhanuddin mengaku terkejut atas hal tersebut karena pihaknya selalu menjalankan proses hukum yang sesuai dengan jalurnya.

 

Bahkan tim kuasa hukum Bharada E itu sempat meminta arahan dari Kaporli agar dapat mengungkap kasus yang menjerat Ferdy Sambo juga. Apalagi sebelumnya, Boerhanuddin dan Deolipa jugalah yang membantu Bharada E menjadi justice collaborator ke LPSK.

 

"Kaget juga kok dicabut. Logika aja Bharada E ini kan di dalam, masa dia mau cabut sementara progresnya sangat signifikan," pungkasnya.

 

LPSK Akan Temui Bharada E 

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan menyelidiki lebih dalam terkait permohonan pengajuan Bharada E atau Richard Eliezer untuk menjadikan justice collaborator dalam mengungkap kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

 

Seperti yang disampaikan oleh Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo bahwa pihaknya akan terus berkoordinasi dengan Bareskrim Polri secara lebih lanjut untuk dapat bertemu dengan Bharada E.

 

Kini, keberadaan Bharada E tengah menjalani penahanan di rumah tahanan (rutan) Bareskrim Polri usai dirinya ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan terhadap Brigadir J.

 

“Tentang permohonan yang disampaikan pengacaranya, kita sudah berkoordinasi dengan Bareskrim kemarin dan Bareskrim karena sedang melakukan penyidikan secara intensif ke yang bersangkutan belum bisa memberikan waktu untuk bertemu dengan Bharada E,” ujar Hasto kepada wartawan, pada Kamis (11/8/2022).

 

Hasto menyebutkan bila pihaknya telah diizinkan untuk bertemu dengan Bharada E, maka pada kesempatan tersebut akan memaksimalkan untuk mendalami sejumlah hal terhadap Bharada E.

 

Terdapat sejumlah hal yang akan diperiksa terkait kesediaan Bharada E untuk menjadi Justice Collaborator, serta apakah dirinya telah memenuhi syarat untuk membantu penegak hukum dalam mengungkapkan terang kasus ini.

 

Hasto juga mengatakan terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi Justice Collaborator yakni pihak yang mengajukan bukan merupakan pelaku utama.

 

Selain itu juga memiliki keterangan yang signifikan, menerima ancaman, hingga bersedia untuk bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkapkan tindak pidana serta membeberkan siapa saja orang yang terlibat dalam tindak pidana tersebut.

 

“Kita akan coba koordinasikan lagi melalui Kabareskrim agar LPSK bisa dipertemukan dengan Bharada E untuk mendalami apakah memang bersangkutan betul-betul bersedia menjadi JC (Justice Collaborator) dan memenuhi syarat sebagai JC,” ungkapnya.

 

Bharada E Ajukan Justice Collaborator kepada LPSK 

Melalui kuasa hukumnya, Deolipa Yumara dan Muhammad Burhanuddin, Bharada E mengajukan permohonan status Justice Collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama ke LPSK. Pihaknya mengatakan kliennya akan membuka semua informasi kepada LPSK.

 

“Tadi kami sudah ke LPSK. Sudah masukkan permohonan pengajuan justice collaborator dan permohonan kami sudah diterima oleh LPSK,” kata Muhammad Burhanuddin selaku pengacara Bharada E, Senin (8/8/2022).

 

Setelah LPSK menerima permohonan menjadi justice collaborator, Burhanuddin mengatakan pihak Bharada E diminta untuk menjelaskan fakta-fakta baru seperti bagaimana peran Bharada E dan siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut.

 

“Kami buka semua karena ini kan harus transparan kalau di LPSK,” kata Burhanuddin.

 

Setelah ini, tutur Burhanuddin melanjutkan, LPSK akan melakukan verifikasi mengenai seluruh fakta baru yang disampaikan oleh pihak Bharada E, termasuk melakukan verifikasi langsung ke unit penyidik Bareskrim.

 

Burhanuddin juga mengatakan bahwa pihak LPSK ingin bertemu dengan Bharada E untuk melihat situasi Bharada E dan memastikan haknya sudah dipenuhi oleh pihak penyidik selama Bharada E berada di dalam tahanan Bareskrim Polri.

 

“Kami secara prosedur hukum sudah melaksanakan apa yang menjadi kewajiban dari penasehat hukum untuk melindungi Bharada E,” ucap Burhanuddin. (tvone)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.