Meskipun demikian, kini keduanya sudah tak lagi mendampingi
Bharada E melanjutkan proses hukumnya.
Boerhanuddin mengaku mengetahui pencabutan surat kuasa
tersebut sejak Rabu (10/8/2022).
"(Belum) kalau dari saya. Tapi katanya ada dikirim ke
kantornya Deolipa."
"Kita bingung juga kok tiba-tiba dicabut," ujar
Boerhanuddin saat ditemui awak media Jumat (12/8/2022).
Ia juga menceritakan saat tim kuasa hukum Bharada E yang
diminta datang ke Bareskrim Polri. Setelah datang rupanya keduanya diminta
mencabut surat kuasa.
"Kami kan pernah diminta datang ke Bareskrim sekitar
jam 8 malam sampai 2 tengah malam, itu hanya diminta untuk mencabut,"
lanjutnya.
Borhanuddin mengaku terkejut atas hal tersebut karena
pihaknya selalu menjalankan proses hukum yang sesuai dengan jalurnya.
Bahkan tim kuasa hukum Bharada E itu sempat meminta arahan
dari Kaporli agar dapat mengungkap kasus yang menjerat Ferdy Sambo juga.
Apalagi sebelumnya, Boerhanuddin dan Deolipa jugalah yang membantu Bharada E
menjadi justice collaborator ke LPSK.
"Kaget juga kok dicabut. Logika aja Bharada E ini kan
di dalam, masa dia mau cabut sementara progresnya sangat signifikan,"
pungkasnya.
LPSK Akan Temui Bharada E
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan
menyelidiki lebih dalam terkait permohonan pengajuan Bharada E atau Richard
Eliezer untuk menjadikan justice collaborator dalam mengungkap kasus pembunuhan
Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Seperti yang disampaikan oleh Ketua LPSK, Hasto Atmojo
Suroyo bahwa pihaknya akan terus berkoordinasi dengan Bareskrim Polri secara
lebih lanjut untuk dapat bertemu dengan Bharada E.
Kini, keberadaan Bharada E tengah menjalani penahanan di
rumah tahanan (rutan) Bareskrim Polri usai dirinya ditetapkan sebagai tersangka
kasus pembunuhan terhadap Brigadir J.
“Tentang permohonan yang disampaikan pengacaranya, kita
sudah berkoordinasi dengan Bareskrim kemarin dan Bareskrim karena sedang
melakukan penyidikan secara intensif ke yang bersangkutan belum bisa memberikan
waktu untuk bertemu dengan Bharada E,” ujar Hasto kepada wartawan, pada Kamis
(11/8/2022).
Hasto menyebutkan bila pihaknya telah diizinkan untuk
bertemu dengan Bharada E, maka pada kesempatan tersebut akan memaksimalkan
untuk mendalami sejumlah hal terhadap Bharada E.
Terdapat sejumlah hal yang akan diperiksa terkait kesediaan
Bharada E untuk menjadi Justice Collaborator, serta apakah dirinya telah
memenuhi syarat untuk membantu penegak hukum dalam mengungkapkan terang kasus
ini.
Hasto juga mengatakan terdapat beberapa syarat yang harus
dipenuhi untuk dapat menjadi Justice Collaborator yakni pihak yang mengajukan
bukan merupakan pelaku utama.
Selain itu juga memiliki keterangan yang signifikan,
menerima ancaman, hingga bersedia untuk bekerja sama dengan penegak hukum untuk
mengungkapkan tindak pidana serta membeberkan siapa saja orang yang terlibat
dalam tindak pidana tersebut.
“Kita akan coba koordinasikan lagi melalui Kabareskrim agar
LPSK bisa dipertemukan dengan Bharada E untuk mendalami apakah memang
bersangkutan betul-betul bersedia menjadi JC (Justice Collaborator) dan
memenuhi syarat sebagai JC,” ungkapnya.
Bharada E Ajukan Justice Collaborator kepada LPSK
Melalui kuasa hukumnya, Deolipa Yumara dan Muhammad
Burhanuddin, Bharada E mengajukan permohonan status Justice Collaborator (JC)
atau saksi pelaku yang bekerja sama ke LPSK. Pihaknya mengatakan kliennya akan
membuka semua informasi kepada LPSK.
“Tadi kami sudah ke LPSK. Sudah masukkan permohonan
pengajuan justice collaborator dan permohonan kami sudah diterima oleh LPSK,”
kata Muhammad Burhanuddin selaku pengacara Bharada E, Senin (8/8/2022).
Setelah LPSK menerima permohonan menjadi justice
collaborator, Burhanuddin mengatakan pihak Bharada E diminta untuk menjelaskan
fakta-fakta baru seperti bagaimana peran Bharada E dan siapa saja yang terlibat
dalam kasus tersebut.
“Kami buka semua karena ini kan harus transparan kalau di
LPSK,” kata Burhanuddin.
Setelah ini, tutur Burhanuddin melanjutkan, LPSK akan
melakukan verifikasi mengenai seluruh fakta baru yang disampaikan oleh pihak
Bharada E, termasuk melakukan verifikasi langsung ke unit penyidik Bareskrim.
Burhanuddin juga mengatakan bahwa pihak LPSK ingin bertemu
dengan Bharada E untuk melihat situasi Bharada E dan memastikan haknya sudah
dipenuhi oleh pihak penyidik selama Bharada E berada di dalam tahanan Bareskrim
Polri.
“Kami secara prosedur hukum sudah melaksanakan apa yang
menjadi kewajiban dari penasehat hukum untuk melindungi Bharada E,” ucap
Burhanuddin. (tvone)
SANCAnews.id – Mantan
Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo berupaya melakukan penyogokan ke Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Hal diduga dilakukannya guna meloloskan
permohonan perlindungan yang diajukan istrinya Putri.
Penyogokan itu diungkap langsung oleh Ketua LPSK, Hasto
Atmojo Saroso. Dia mengatakan upaya tersebut bukan lagi dugaan, namun benar
terjadi.
"Itu bukan diduga, memang terjadi," kata Hasto
saat dihubungi Suara.com, Jumat (12/8/2022).
Peristiwa itu terjadi di Kantor Propam Polri, tempat kerja
Ferdy Sambo saat menjabat Kadiv Propam Polri pada Rabu 13 Juli 2022, lima hari
setelah peristiwa penembakan yang menewaskan Brigadir J pada Jumat 8 Juli 2022.
LPSK bertemu Ferdy Sambo untuk melakukan koordinasi kasus kematian Brigadir J.
Pada saat itu seseorang yang merupakan anggota Ferdy Sambo
menyodorkan uang di dalam dua amplop berukuran tebal ke salah satu staf LPSK.
"Waktu sudah selesai mau pulang, ada seseorang dari Pak
Ferdy Sambo menyampaikan dua amplop besar yang diduga isinya adalah uang, tapi
kita tidak tahu karena kita tidak membuka," ungkap Hasto.
Hasto memastikan bahwa dua amplop yang diduga berisi uang
tersebut langsung ditolak dan dikembalikan. Dia juga mengaku tidak mengetahui
secara jumlah uang tersebut.
"Tapi langsung dikembalikan pada saat itu juga,"
tegasnya.
Dijelaskan setelah kejadian itu, pada Kamis 14 Juli 2022,
Putri istri Ferdy Sambo mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK dan
melakukan pertemuan pada Sabtu 16 Juli 2022. Saat itu LPSK gagal menggali
keterangan karena kondisinya yang tidak stabil.
Terhitung LPSK sudah dua kali berupaya menemui Putri untuk
proses asesmen permohonan perlindungannya, namun gagal dilakukan karena
kondisinya yang tidak stabil. Pada Senin (15/8/2022) depan, LPSK akan
memutuskan status Putri, terlindung atau tidak. (suara)
SANCAnews.id – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) babak belur. Lemabaga negara sebagai pengawas tugas-tugas kepolisian dan memberikan masukan kepada Presiden ini dituding ikut menyebarkan berita bohong terkait skenario tembak menembak di awal terkuaknya kematian Brigadir J pada 8 Juli 2022 silam.
Dalam beberapa video yang
beredar, Ketua Harian Kompolnas Irjen. Pol. (Purn.)Benny Mamoto mengatakan
bahwa tidak ada kejanggalan dalam kasus Brigadir J.
Bahkan dia juga menceritakan
terjadinya pelecehan seksual dan membenarkan adanya tembak menembak antara
Brigadir J dan Bharada E.
Seperti dikutip akun TikTok Lapak
Berita, Benny Mamoto dinilai terlalu dini mengatakan bahwa tidak terjadi apa-apa sudah menyatakan tidak
ada kejanggalan dalam kasus penembakan ini. Padahal, saat itu satu republik
mulai netizen hingga petinggi negara melihat jelas kejanggalan di kasus ini.
Segera Ungkap Motif Pembunuhan
Sesungguhnya!
Beragam spekulasi dan tudingan
pun diarahkan ke Benny Mamoto. Dia diduga turut menjadi bagian dari pembuat
skenario tembak menembak seperti pada awal kasus ini terkuak.
Bahkan Kompolnas terkesan jadi
Humas atau juru bicara Kapolres Jaksel. Ironisnya belakangan Kapolres Jaksel
Kombes Budhi Herdi Susianto pun dicopot dari jabatannya dan dimutasi.
Benny Mamoto berkilah bahwa
pernyataannya itu terlontar setelah terjadi perdebatan di publik. Di antaranya
soal adanya jari dipotong.
"Kami datang ke Polres
Jaksel. Kebetulan Kapolres selesai rilis dan kami ditemui Kapolres dan
Kasatreskrim, kami tanyakan ada jari yang dipotong, jawab kapolres tidak ada,
ini fotonya," kata Benny.
Bahkan, Benny Mamoto juga mengaku
sudah menanyakan soal olah TKP dan dijelaskan Kapolres proses olah TKP
tersebut.
"Setelah ramainya di media
saya berusaha, karena tugas Kompolnas untuk mengamati kasus-kasus yang
menonjol. Kami datangi Kapolres dan menanyakan penanganan kasusnya dan
rekonstruksinya bagaimana, siapa yang
diundang dari pelapor, sampai akhirnya kami tanyakan sudah clear...sudah clear,
tidak ada masalah," paparnya meniru ucapan Kapolres Jaksel saat itu.
Benny membenarkan bahwa ia turun
langsung ke Polres Jaksel dan penyidik karena banyaknya silang informasi hingga
banyak spekulasi di masyarakat.
"Peran Kompolnas terbatas,
tidak seperti Komnas HAM. Komnas HAM punya wewenang penyelidikan," kilah
Benny.
Benny menegaskan bahwa posisi
Kompolnas adalah netral. Soal terkesan membela bekas Kapolres Jaksel, Benny
menegaskan bahwa pihaknya hanya bisa klarifikasi.
"Kami hanya bisa
klarifikasi, soal jawabannya kemudian bohong, dimutasi dan dinonaktifkan, masa'
kita nggak bisa percaya sama aparat?" cetusnya.
Untuk membuktikan dirinya netral,
Benny mengungkapkan bahwa ia sudah mendatangi keluarga korban Brigadir J di
Jambi.
"Wujud saya netral, saya mendengar keluh kesah keluarganya. Termasuk kemudian kalau ada risiko saya mengutip (pernyataan Kapolres) ini (kebohongan cerita) itu risiko saya," tutupnya. (poskota)
SANCAnews.id – Kamaruddin Simanjuntak, kuasa hukum Brigadir J angkat bicara soal pengakuan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo terkait dugaan pelecehan terhadap Putri Candrawathi.
Menurutnya, pernyataan Ferdy
Sambo adalah sandiwara.
Sebab Brigadir J masih sempat
mengawal Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo saat perjalanan pulang dari
Magelang menuju Jakarta.
"Bohong itu. Kalau istrimu
sudah dilecehkan di Magelang, kamu sebagai Kadiv Propam mungkin gak kamu kasih
istrimu dikawal orang yang sudah melecehkan balik ke Jakarta," kata
Kamaruddin kepada wartawan, Jumat (12/8/2022).
Menurutnya, Ferdy Sambo mulai mencari-cari alasan dengan menutupi kebohongan dengan kebohogan. Dirinya khawatir, cara yang dilakukan Ferdy Sambo justru akan membuat institusi Polri menjadi malu.
"Jadi Kadiv Propam ini
menggali kebohongan untuk menutup kebohongan. Yang ada nanti institusi Polri
jadi malu. Tidak ada orang yang menyerahkan istrinya untuk dikawal orang yang
telah melecehkan istrinya kecuali Ferdy Sambo. Itu ndak masuk akal. Anak SD
saja bisa mencerna," ungkapnya.
"Pertama katanya
dilecehkannya itu di rumah dinas di Jakarta, maka dilaporkan ke Jaksel (Polres
Jakarta Selatan). Sekarang jadi bergeser ke Magelang. Ini mabuk tanpa
minum," sambungnya.
Di sisi lain, Kamaruddin
mempertanyakan jika memang ada kasus pelecehan seksual maka seharusnya Ferdy
Sambo langsung melaporkan kasus itu saat di Magelang.
"Kenapa dia bikin laporan di
Jakarta Selatan kalau kejadiannya di Magelang. Kenapa dia tidak perintahkan
Kabid Propamnya untuk menangkap Yosua waktu di Jawa Tengah sana. Tapi malah
istrinya dikawal dengan baik dan tidak masalah sampai Jakarta, itu ngawur
itu," pungkasnya.
Sementara itu, Samuel Hutabarat, ayah Brigadir J heran dan kecewa. Samuel menyebutnya sebagai sandiwara baru.
"Jadi mohon kiranya apa yang
sebenarnya terjadi itu yang kami tanyakan ke tim penyidik Polri," ucapnya
Kamis (12/8/2022).
Samuel mengatakan pertama kali
kasus ini diangkat katanya lokasi pembunuhan Brigadir J ada di rumah dinas
Ferdy Sambo di kawasan Duren III Jakarta pada Jumat (8/7/2022) lalu.
"Sekarang udah pindah lagi
(lokasinya) di Magelang," ucap Samuel Hutabarat.
Dirinya berharap agar fakta yang benar diungkapkan, dan tidak berubah-ubah. Samuel yang menyaksikan secara langsung konferensi pers Polri tersebut tetap tidak percaya terhadap tuduhan pelecehan tersebut.
"Saya rasa apa yang
diutarakan tadi, apa mungkin Yosua bisa berbuat begitu, sedangkan di Magelang
kan bukan berdua, ada juga yang lain," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, Direktur
Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Jayadi mengungkap alasan
atau motif pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J,
yang dilakukan Irjen Ferdy Sambo sebagai dalang dari kematian Brigadir J.
Dalam keterangan Berita Acara
Pemeriksaan (BAP), kata Andi, Sambo marah lantaran mendapat laporan dari sang
istri, Putri Chandrawathi.
“Tersangka FS mengatakan bahwa
dirinya menjadi marah dan emosi setelah mendapat laporan dari istrinya PC,”
kata Brigjen Andi Rian Jayadi dalam konferensi pers di Mako Brimob, Depok, Jawa
Barat, Kamis (11/8/2022).
“Yang mengalami tindakan yang
melukai harkat dan martabat keluarga yang terjadi di Magelang yang dilakukan
almarhum Yoshua,” ujarnya menambahkan.
Adapun atas emosi Sambo itu,
lanjut dia, Sambo lantas memanggil tersangka RR dan RE untuk melakukan rencana
pembunuhan tersebut.
“FS memanggil tersangka RR dan
tersangka RE untuk melakukan rencana pembunuhan terhadap almarhum Yoshua,” ucap
Andi.
Kendati demikian, tindakkan
melukai harkat dan martabat yang diduga dilakukan oleh Brigadir J tersebut
tidak dirinci
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi
Prasetyo mengatakan penjelasan secara rinci akan diungkap dalam persidangan
nantinya.
“Secara spesifik ini hasil
pemeriksaan dari tersangka FS. Untuk nanti menjadi jelas tentunya nanti dalam
persidangan akan dibuka semunya,” ujarnya.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengumumkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka baru pembunuhan pada Brigadir Yosua. Ferdy Sambo dikenakan 340 340 subsider pasal 338 juncto pasal 55 dan 56 KUHP.
Pada kasus meninggalnya Brigadir Yosua, ada 4 tersangka yang sudah ditetapkan polisi. Keempatnya Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Bripka Ricky, Kuwat M, dan Ferdy Sambo.
Keempatnya memiliki peran yang berbeda pada kasus hilangnyavnyawa Brigadir Yosua Hutabarat. Irjen Ferdy Sambo mempunyai peranan penting dalam kasus tewasnya Brigadir Yosua.
Hal itu diungkapkan Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto. Kabareskrim menjelaskan, Bharada E berperan menembak Brigadir Yosua.
Sementara peran Ricky dan Kuwat
membantu dan ikut menyaksikan peristiwa tersebut.
"Bharada RE (Richard Eliezer)
melakukan penembakan terhadap korban," kata Komjen Pol Agus Andrianto,
Selasa (9/8/2022) malam.
Komjen Pol Agus Andrianto
menjelaskan peran Irjen Ferdy Sambo yang memerintahkan penembakan dan merancang
skenario seolah terjadi penembakan.
"Irjen Pol FS menyuruh
melakukan dan menskenario peristiwa seolah-olah terjadi tembak menembak di
rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo," katanya.
Terkait pasal yang disangkakan
kepada para tersangka, Agus mengatakan dijerat dengan Pasal 340 subsider Pasal
338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. (tribun)