Latest Post



SANCAnews.id – Eks pengacara Bharada E, Deolipa Yumara, merasa kecewa lantaran kuasa yang diberikan kepadanya dicabut. Dia menuntut fee sebesar Rp 15 triliun. 

"Ini kan penunjukan dari negara dari Bareskrim, tentunya saya minta fee saya dong. Saya akan minta jasa saya sebagai pengacara yang ditunjuk negara saya minta Rp 15 triliun. Supaya saya bisa foya-foya," kata Deolipa kepada wartawan, Jumat (12/8).

Deolipa kembali menjelaskan, dirinya ditunjuk Bareskrim Polri untuk menjadi pengacara Bharada E usai Andreas Nahot Silitonga mengundurkan diri. Dia pun mengaku tak tahu menahu soal pencabutan kuasa itu.

Apabila permintaannya itu tak dipenuhi, Deolipa mengancam akan melakukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan itu ditujukan kepada Presiden hingga Kapolri.

"Ya kan kita ditunjuk negara, negara kan kaya, masa kita minta Rp 15 triliun nggak ada. Ya kalau enggak ada kita gugat, catat aja. Kapolri kita gugat, semua kita gugat. Presiden, Menteri, Kapolri, Wakapolri, semuanya kita gugat supaya kita dapat, sebagai pengacara secara perdata Rp 15 triliun," terangnya.

Sebelumnya, beredar surat yang menyebutkan Bharada E alias Richard Eliezer, tersangka pembunuhan Brigadir Yosua mencabut kuasanya. Kuasa tersebut diberikan terhadap Deolipa Yumara dan M Boerhanuddin dalam rangka pendampingan hukum.

Dalam surat itu juga dibubuhkan tanda tangan Richard di atas meterai Rp 10 ribu. Surat itu ditandatangani tertanggal 10 Agustus 2022.

Deolipa sempat membantah adanya pencabutan kuasa itu. Namun hal ini dibenarkan oleh Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian.

Menggantikan Deolipa dan Boerhanudin, pihak Bharada E menunjuk Ronny Talapessy sebagai penasihat hukum barunya.

"Iya betul [Ronny Talapesy jadi pengacara baru Bharada E]," ujar Andi saat dikonfirmasi, Jumat (12/8).

Dihubungi terpisah, Ronny menjelaskan, dirinya resmi diberi kuasa oleh Bharada E sejak 10 Agustus 2022 lalu. Dia ditunjuk langsung oleh Bharada E dan keluarganya.

"Betul, [per] 10 Agustus. Iya [ditunjuk] orang tua dan Bharada E, itu aja," kata Ronny. (kumparan)



SANCAnews.id – Mantan kuasa hukum Bharada E, Muhammad Boerhanuddin dan Deolipa Yumara mengaku belum menerima surat pencabutan mendampingi kliennya lagi atas kasus pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo.

 

Meskipun demikian, kini keduanya sudah tak lagi mendampingi Bharada E melanjutkan proses hukumnya.

Boerhanuddin mengaku mengetahui pencabutan surat kuasa tersebut sejak Rabu (10/8/2022).

 

"(Belum) kalau dari saya. Tapi katanya ada dikirim ke kantornya Deolipa."

 

"Kita bingung juga kok tiba-tiba dicabut," ujar Boerhanuddin saat ditemui awak media Jumat (12/8/2022).

 

Ia juga menceritakan saat tim kuasa hukum Bharada E yang diminta datang ke Bareskrim Polri. Setelah datang rupanya keduanya diminta mencabut surat kuasa.

 

"Kami kan pernah diminta datang ke Bareskrim sekitar jam 8 malam sampai 2 tengah malam, itu hanya diminta untuk mencabut," lanjutnya.

 

Borhanuddin mengaku terkejut atas hal tersebut karena pihaknya selalu menjalankan proses hukum yang sesuai dengan jalurnya.

 

Bahkan tim kuasa hukum Bharada E itu sempat meminta arahan dari Kaporli agar dapat mengungkap kasus yang menjerat Ferdy Sambo juga. Apalagi sebelumnya, Boerhanuddin dan Deolipa jugalah yang membantu Bharada E menjadi justice collaborator ke LPSK.

 

"Kaget juga kok dicabut. Logika aja Bharada E ini kan di dalam, masa dia mau cabut sementara progresnya sangat signifikan," pungkasnya.

 

LPSK Akan Temui Bharada E 

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan menyelidiki lebih dalam terkait permohonan pengajuan Bharada E atau Richard Eliezer untuk menjadikan justice collaborator dalam mengungkap kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

 

Seperti yang disampaikan oleh Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo bahwa pihaknya akan terus berkoordinasi dengan Bareskrim Polri secara lebih lanjut untuk dapat bertemu dengan Bharada E.

 

Kini, keberadaan Bharada E tengah menjalani penahanan di rumah tahanan (rutan) Bareskrim Polri usai dirinya ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan terhadap Brigadir J.

 

“Tentang permohonan yang disampaikan pengacaranya, kita sudah berkoordinasi dengan Bareskrim kemarin dan Bareskrim karena sedang melakukan penyidikan secara intensif ke yang bersangkutan belum bisa memberikan waktu untuk bertemu dengan Bharada E,” ujar Hasto kepada wartawan, pada Kamis (11/8/2022).

 

Hasto menyebutkan bila pihaknya telah diizinkan untuk bertemu dengan Bharada E, maka pada kesempatan tersebut akan memaksimalkan untuk mendalami sejumlah hal terhadap Bharada E.

 

Terdapat sejumlah hal yang akan diperiksa terkait kesediaan Bharada E untuk menjadi Justice Collaborator, serta apakah dirinya telah memenuhi syarat untuk membantu penegak hukum dalam mengungkapkan terang kasus ini.

 

Hasto juga mengatakan terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi Justice Collaborator yakni pihak yang mengajukan bukan merupakan pelaku utama.

 

Selain itu juga memiliki keterangan yang signifikan, menerima ancaman, hingga bersedia untuk bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkapkan tindak pidana serta membeberkan siapa saja orang yang terlibat dalam tindak pidana tersebut.

 

“Kita akan coba koordinasikan lagi melalui Kabareskrim agar LPSK bisa dipertemukan dengan Bharada E untuk mendalami apakah memang bersangkutan betul-betul bersedia menjadi JC (Justice Collaborator) dan memenuhi syarat sebagai JC,” ungkapnya.

 

Bharada E Ajukan Justice Collaborator kepada LPSK 

Melalui kuasa hukumnya, Deolipa Yumara dan Muhammad Burhanuddin, Bharada E mengajukan permohonan status Justice Collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama ke LPSK. Pihaknya mengatakan kliennya akan membuka semua informasi kepada LPSK.

 

“Tadi kami sudah ke LPSK. Sudah masukkan permohonan pengajuan justice collaborator dan permohonan kami sudah diterima oleh LPSK,” kata Muhammad Burhanuddin selaku pengacara Bharada E, Senin (8/8/2022).

 

Setelah LPSK menerima permohonan menjadi justice collaborator, Burhanuddin mengatakan pihak Bharada E diminta untuk menjelaskan fakta-fakta baru seperti bagaimana peran Bharada E dan siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut.

 

“Kami buka semua karena ini kan harus transparan kalau di LPSK,” kata Burhanuddin.

 

Setelah ini, tutur Burhanuddin melanjutkan, LPSK akan melakukan verifikasi mengenai seluruh fakta baru yang disampaikan oleh pihak Bharada E, termasuk melakukan verifikasi langsung ke unit penyidik Bareskrim.

 

Burhanuddin juga mengatakan bahwa pihak LPSK ingin bertemu dengan Bharada E untuk melihat situasi Bharada E dan memastikan haknya sudah dipenuhi oleh pihak penyidik selama Bharada E berada di dalam tahanan Bareskrim Polri.

 

“Kami secara prosedur hukum sudah melaksanakan apa yang menjadi kewajiban dari penasehat hukum untuk melindungi Bharada E,” ucap Burhanuddin. (tvone)




SANCAnews.id – Mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo berupaya melakukan penyogokan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Hal diduga dilakukannya guna meloloskan permohonan perlindungan yang diajukan istrinya Putri.

 

Penyogokan itu diungkap langsung oleh Ketua LPSK, Hasto Atmojo Saroso. Dia mengatakan upaya tersebut bukan lagi dugaan, namun benar terjadi.

 

"Itu bukan diduga, memang terjadi," kata Hasto saat dihubungi Suara.com, Jumat (12/8/2022).

 

Peristiwa itu terjadi di Kantor Propam Polri, tempat kerja Ferdy Sambo saat menjabat Kadiv Propam Polri pada Rabu 13 Juli 2022, lima hari setelah peristiwa penembakan yang menewaskan Brigadir J pada Jumat 8 Juli 2022. LPSK bertemu Ferdy Sambo untuk melakukan koordinasi kasus kematian Brigadir J.

 

Pada saat itu seseorang yang merupakan anggota Ferdy Sambo menyodorkan uang di dalam dua amplop berukuran tebal ke salah satu staf LPSK.

 

"Waktu sudah selesai mau pulang, ada seseorang dari Pak Ferdy Sambo menyampaikan dua amplop besar yang diduga isinya adalah uang, tapi kita tidak tahu karena kita tidak membuka," ungkap Hasto.

 

Hasto memastikan bahwa dua amplop yang diduga berisi uang tersebut langsung ditolak dan dikembalikan. Dia juga mengaku tidak mengetahui secara jumlah uang tersebut.

 

"Tapi langsung dikembalikan pada saat itu juga," tegasnya.

 

Dijelaskan setelah kejadian itu, pada Kamis 14 Juli 2022, Putri istri Ferdy Sambo mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK dan melakukan pertemuan pada Sabtu 16 Juli 2022. Saat itu LPSK gagal menggali keterangan karena kondisinya yang tidak stabil.

 

Terhitung LPSK sudah dua kali berupaya menemui Putri untuk proses asesmen permohonan perlindungannya, namun gagal dilakukan karena kondisinya yang tidak stabil. Pada Senin (15/8/2022) depan, LPSK akan memutuskan status Putri, terlindung atau tidak. (suara)




SANCAnews.id – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) babak belur. Lemabaga negara sebagai pengawas tugas-tugas kepolisian dan memberikan masukan kepada Presiden ini dituding ikut menyebarkan berita bohong terkait skenario tembak menembak di awal terkuaknya kematian Brigadir J pada 8 Juli 2022 silam.

 

Dalam beberapa video yang beredar, Ketua Harian Kompolnas Irjen. Pol. (Purn.)Benny Mamoto mengatakan bahwa tidak ada kejanggalan dalam kasus Brigadir J.

 

Bahkan dia juga menceritakan terjadinya pelecehan seksual dan membenarkan adanya tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E.

 

Seperti dikutip akun TikTok Lapak Berita, Benny Mamoto dinilai terlalu dini mengatakan bahwa  tidak terjadi apa-apa sudah menyatakan tidak ada kejanggalan dalam kasus penembakan ini. Padahal, saat itu satu republik mulai netizen hingga petinggi negara melihat jelas kejanggalan di kasus ini.

 

Segera Ungkap Motif Pembunuhan Sesungguhnya!

Beragam spekulasi dan tudingan pun diarahkan ke Benny Mamoto. Dia diduga turut menjadi bagian dari pembuat skenario tembak menembak seperti pada awal kasus ini terkuak.

 

Bahkan Kompolnas terkesan jadi Humas atau juru bicara Kapolres Jaksel. Ironisnya belakangan Kapolres Jaksel Kombes Budhi Herdi Susianto pun dicopot dari jabatannya dan dimutasi.

 

Benny Mamoto berkilah bahwa pernyataannya itu terlontar setelah terjadi perdebatan di publik. Di antaranya soal adanya jari dipotong.

 

"Kami datang ke Polres Jaksel. Kebetulan Kapolres selesai rilis dan kami ditemui Kapolres dan Kasatreskrim, kami tanyakan ada jari yang dipotong, jawab kapolres tidak ada, ini fotonya," kata Benny.

 

Bahkan, Benny Mamoto juga mengaku sudah menanyakan soal olah TKP dan dijelaskan Kapolres proses olah TKP tersebut.

 

"Setelah ramainya di media saya berusaha, karena tugas Kompolnas untuk mengamati kasus-kasus yang menonjol. Kami datangi Kapolres dan menanyakan penanganan kasusnya dan rekonstruksinya bagaimana, siapa  yang diundang dari pelapor, sampai akhirnya kami tanyakan sudah clear...sudah clear, tidak ada masalah," paparnya meniru ucapan Kapolres Jaksel saat itu.

 

Benny membenarkan bahwa ia turun langsung ke Polres Jaksel dan penyidik karena banyaknya silang informasi hingga banyak spekulasi  di masyarakat.

 

"Peran Kompolnas terbatas, tidak seperti Komnas HAM. Komnas HAM punya wewenang penyelidikan," kilah Benny.

 

Benny menegaskan bahwa posisi Kompolnas adalah netral. Soal terkesan membela bekas Kapolres Jaksel, Benny menegaskan bahwa pihaknya hanya bisa klarifikasi.

 

"Kami hanya bisa klarifikasi, soal jawabannya kemudian bohong, dimutasi dan dinonaktifkan, masa' kita nggak bisa percaya sama aparat?" cetusnya.

 

Untuk membuktikan dirinya netral, Benny mengungkapkan bahwa ia sudah mendatangi keluarga korban Brigadir J di Jambi.

 

"Wujud saya netral, saya mendengar keluh kesah keluarganya. Termasuk kemudian kalau ada risiko saya mengutip (pernyataan Kapolres) ini (kebohongan cerita) itu risiko saya," tutupnya. (poskota)

 



SANCAnews.id – Kamaruddin Simanjuntak, kuasa hukum Brigadir J angkat bicara soal pengakuan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo terkait dugaan pelecehan terhadap Putri Candrawathi.

 

Menurutnya, pernyataan Ferdy Sambo adalah sandiwara.

 

Sebab Brigadir J masih sempat mengawal Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo saat perjalanan pulang dari Magelang menuju Jakarta.

 

"Bohong itu. Kalau istrimu sudah dilecehkan di Magelang, kamu sebagai Kadiv Propam mungkin gak kamu kasih istrimu dikawal orang yang sudah melecehkan balik ke Jakarta," kata Kamaruddin kepada wartawan, Jumat (12/8/2022).

 

Menurutnya, Ferdy Sambo mulai mencari-cari alasan dengan menutupi kebohongan dengan kebohogan. Dirinya khawatir, cara yang dilakukan Ferdy Sambo justru akan membuat institusi Polri menjadi malu.

 

"Jadi Kadiv Propam ini menggali kebohongan untuk menutup kebohongan. Yang ada nanti institusi Polri jadi malu. Tidak ada orang yang menyerahkan istrinya untuk dikawal orang yang telah melecehkan istrinya kecuali Ferdy Sambo. Itu ndak masuk akal. Anak SD saja bisa mencerna," ungkapnya.

 

"Pertama katanya dilecehkannya itu di rumah dinas di Jakarta, maka dilaporkan ke Jaksel (Polres Jakarta Selatan). Sekarang jadi bergeser ke Magelang. Ini mabuk tanpa minum," sambungnya.

 

Di sisi lain, Kamaruddin mempertanyakan jika memang ada kasus pelecehan seksual maka seharusnya Ferdy Sambo langsung melaporkan kasus itu saat di Magelang.

 

"Kenapa dia bikin laporan di Jakarta Selatan kalau kejadiannya di Magelang. Kenapa dia tidak perintahkan Kabid Propamnya untuk menangkap Yosua waktu di Jawa Tengah sana. Tapi malah istrinya dikawal dengan baik dan tidak masalah sampai Jakarta, itu ngawur itu," pungkasnya.

 

Sementara itu, Samuel Hutabarat, ayah Brigadir J heran dan kecewa. Samuel menyebutnya sebagai sandiwara baru.

 

"Jadi mohon kiranya apa yang sebenarnya terjadi itu yang kami tanyakan ke tim penyidik Polri," ucapnya Kamis (12/8/2022).

 

Samuel mengatakan pertama kali kasus ini diangkat katanya lokasi pembunuhan Brigadir J ada di rumah dinas Ferdy Sambo di kawasan Duren III Jakarta pada Jumat (8/7/2022) lalu.

 

"Sekarang udah pindah lagi (lokasinya) di Magelang," ucap Samuel Hutabarat.

 

Dirinya berharap agar fakta yang benar diungkapkan, dan tidak berubah-ubah. Samuel yang menyaksikan secara langsung konferensi pers Polri tersebut tetap tidak percaya terhadap tuduhan pelecehan tersebut.

 

"Saya rasa apa yang diutarakan tadi, apa mungkin Yosua bisa berbuat begitu, sedangkan di Magelang kan bukan berdua, ada juga yang lain," ucapnya.

 

Diberitakan sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Jayadi mengungkap alasan atau motif pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J, yang dilakukan Irjen Ferdy Sambo sebagai dalang dari kematian Brigadir J.

 

Dalam keterangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), kata Andi, Sambo marah lantaran mendapat laporan dari sang istri, Putri Chandrawathi.

 

“Tersangka FS mengatakan bahwa dirinya menjadi marah dan emosi setelah mendapat laporan dari istrinya PC,” kata Brigjen Andi Rian Jayadi dalam konferensi pers di Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, Kamis (11/8/2022).

 

“Yang mengalami tindakan yang melukai harkat dan martabat keluarga yang terjadi di Magelang yang dilakukan almarhum Yoshua,” ujarnya menambahkan.

 

Adapun atas emosi Sambo itu, lanjut dia, Sambo lantas memanggil tersangka RR dan RE untuk melakukan rencana pembunuhan tersebut.

 

“FS memanggil tersangka RR dan tersangka RE untuk melakukan rencana pembunuhan terhadap almarhum Yoshua,” ucap Andi.

 

Kendati demikian, tindakkan melukai harkat dan martabat yang diduga dilakukan oleh Brigadir J tersebut tidak dirinci

 

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan penjelasan secara rinci akan diungkap dalam persidangan nantinya.

 

“Secara spesifik ini hasil pemeriksaan dari tersangka FS. Untuk nanti menjadi jelas tentunya nanti dalam persidangan akan dibuka semunya,” ujarnya.

 

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengumumkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka baru pembunuhan pada Brigadir Yosua. Ferdy Sambo dikenakan 340 340 subsider pasal 338 juncto pasal 55 dan 56 KUHP.

 

Pada kasus meninggalnya Brigadir Yosua, ada 4 tersangka yang sudah ditetapkan polisi. Keempatnya Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Bripka Ricky, Kuwat M, dan Ferdy Sambo.

 

Keempatnya memiliki peran yang berbeda pada kasus hilangnyavnyawa Brigadir Yosua Hutabarat. Irjen Ferdy Sambo mempunyai peranan penting dalam kasus tewasnya Brigadir Yosua.

 

Hal itu diungkapkan Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto. Kabareskrim menjelaskan, Bharada E berperan menembak Brigadir Yosua.

 

Sementara peran Ricky dan Kuwat membantu dan ikut menyaksikan peristiwa tersebut.

 

"Bharada RE (Richard Eliezer) melakukan penembakan terhadap korban," kata Komjen Pol Agus Andrianto, Selasa (9/8/2022) malam.

 

Komjen Pol Agus Andrianto menjelaskan peran Irjen Ferdy Sambo yang memerintahkan penembakan dan merancang skenario seolah terjadi penembakan.

 

"Irjen Pol FS menyuruh melakukan dan menskenario peristiwa seolah-olah terjadi tembak menembak di rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo," katanya.

 

Terkait pasal yang disangkakan kepada para tersangka, Agus mengatakan dijerat dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. (tribun)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.