Latest Post


SANCAnews.id – Ribuan massa buruh  dari berbagai elemen yang terdiri dari KSPSI, LEM-SPSI, KASBI, KPBI, SPSI Karawang, PPMI, FKI, KSBSI, SBSI, GSBI, dan yang lainnya mulai membubarkan diri dari Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (10/8).

 

Pantauan Kantor Berita Politik RMOL di lokasi sekitar pukul 18.00 WIB, massa dari masing-masing simpul berduyun-duyun meninggalkan area gedung wakil rakyat.

 

Aksi unjuk rasa resmi ditutup dengan orasi oleh Ketua Umum DPP KSPSI Jumhur Hidayat.

 

Dalam orasinya, ia berterimakasih kepada seluruh buruh yang ikut aksi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.

 

Di samping itu, Jumhur menegaskan, berdasarkan kesepakatan dengan simpul pimpinan buruh bahwa aksi hari ini menolak audiensi atau kompromi dengan perwakilan DPR RI.

 

Namun, kata dia, pada bulan depan buruh kan melakukan aksi unjuk rasa kembali dengan jumlah massa yang lebih besar.

 

“Kita pimpinan buruh tadi sepakat tidak ingin kompromi dengan DPR. Tapi, bulan depan kita pastikan aksi lagi dengan jumlah massa yang lebih besar lagi dari sekarang. Jakarta kita lumpuhkan ketika semua buruh bersatu mencabut Omnibus Law. Setuju?” tegas Jumhur.

 

“Setujuuu,” teriak massa.. (rmol)




SANCAnews.id – Pemerintah berencana akan melakukan ground breaking untuk proyek Ibukota Negara Indonesia baru di Penajam, Kalimantan Timur.

 

Di sisi lain, anggaran hajatan lima tahunan Indonesia yang diminta KPU dan Bawaslu tidak cair maksimal. Pemerintah berdalih kondisi ekonomi yang saat ini tengah mengkhawatirkan.

 

Menyikapi hal tersebut, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menuturkan jika pemerintah tega menunda Pemilu lantaran tidak memiliki anggaran besar, lantas menjalankan proyek IKN, maka hal tersebut akan memicu kemarahan rakyat, dan dianggap kebijakan yang blunder.

 

"Kalau proyek pemerintah berani mengambil keputusan menunda Pemilu itu blunder yang besar sekali, dan akan menghasilkan pukulan balik yang kuat sekali buat Pak Jokowi,” tegas Mardani dalam acara diskusi virtual Teras Politik (Terpol) Kang Kiflan dengan tema Wacana Perpanjangan Jabatan Presiden Muncul Lagi, Selasa (9/8).

 

Anggota Komisi II DPR RI ini menambahkan, pemerintah jangan coba-coba untuk menunda Pemilu dengan alasan apapun. Pasalnya, rakyat akan murka dan tidak menutup kemungkinan peristiwa 98 akan kembali terjadi.

 

“Dan teman-teman menteri yang terlibat saya melihat ini dalam penghianatan terhadap demokrasi kita, dan itu berbahaya sekali. Kita akan bersuara sangat keras,” katanya.

 

Pihaknya meminta pemerintah agar mampu melihat urgensi dari sebuah kebijakan dan tidka mengorbankan Pemilu untuk kepentingan kelompok semata.

 

"Saya justru melihat kalau Pemilu sama IKN Ya mbok IK -nya yang ditunda karena IKN kan dari awal PKS menolak Tapi Pemilu itu bagian dari hak rakyat yang harus ditunaikan IKN bukan hak rakyat,” tutupnya. (rmol)




SANCAnews.id – Penetapan tersangka Irjen Ferdy Sambo sementara mengakhiri drama kasus "polisi tembak polisi" yang sukses menggegerkan publik Tanah Air.

 

Kini, Polri di bawah kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo tinggal menjawab keraguan publik terkait motif pembunuhan Brigadir J yang sempat "dibungkus" skenario saling tembak bersama Bharada E.

 

"Drama kepalsuan di kepolisian sesi 1 sudah the end," kata mantan Jurubicara Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Adhie Massardi, Rabu (10/8).

 

Dalam konferensi persnya, Kapolri mengungkap kasus tersebut diwarnai dengan skenario sedemikian rupa seolah-olah ada aksi saling tembak antara Bharada E dan Brigadir J.

 

Namun belakangan terkuak bahwa Irjen Ferdy Sambo-lah yang melepaskan tembakan ke arah dinding rumah dinasnya, di tempat kejadian perkara. Sedangkan Brigadir J tewas ditembak Bharada E atas perintah Ferdy Sambo.

 

Pengungkapan kasus ini, kata Adhie Massardi, tak lepas dari atensi Presiden Joko Widodo yang meminta pengusutan secara transparan.

 

Kini, Kapolri beserta tim khususnya masih memiliki PR untuk mengungkap motif di balik penembakan Brigadir J.

 

"Meskipun skenarionya buruk, tapi para pemain papan atas yang berbintang sungguh bisa bikin kita mual. Sesi 2 drama bongkar motif," tutupnya. (rmol)



 

SANCAnews.id – Bareskrim Polri telah menetapkan empat tersangka atas kasus kematian Brigadir J atau Brigpol Nofriansyah Yoshua Hutabarat, kini Kamaruddin Simanjuntak pertanyakan status tersangka Berinisial D yang diduga ancam Brigadir J sebelum tewas.

 

Kasus yang menyita perhatian publik hingga Presiden Jokowi memberi himbauan khusus kepada Kapolri agar kasus ini diusut tuntas dan dibuka secara terang benderang. Kamaruddin Simanjuntak pertanyakan status tersangka Berinisial D yang diduga ancam Brigadir J sebelum tewas.

 

Terkuak fakta-fakta penetapan Irjen Ferdy Sambo tersangka kematian Brigadir J, dari ditetapkannya Bharada E jadi tersangka penembakan, mengajukan diri jadi Justice Collaborator, hingga membuka semua skenario palsu penembakan dan motif.

 

Kamaruddin Simanjuntak, Pengacara Keluarga Brigadir J yang telah mengawal kasus ini pertama kali saat dimintai oleh keluarga yang melihat sejumlah kejanggalan atas kematian anaknya, dari luka-luka tak wajar di sekujur tubuh Brigpol Nofriansyah Yoshua Hutabarat.

 

Pengacara Keluarga Brigadir J, hadir sebagai narasumber di Program Breaking News tvOne, memberikan penyataannya soal penetapan tersangka atau aktor utama pembunuhan kliennya.

 

"Tadi siang sebelum diumumkan tersangka saya didatangi oleh beberapa televisi, menanyakan siapa seharusnya tersangka, Maka karena saya lihat ada keragu-raguan terus di pihak Bareskrim Polri, Maka saya umumkan lebih dulu,  

 

"Harusnya tersangka itu Ferdy Sambo, itu terulang ketika 2011 karena ada keraguan di Polisi, KPK sama di Jaksa untuk menetapkan tersangka, saya juga dulu umumkan di ILC yang  tersangka itu adalah Angelina Sondakh, dan saya dibully oleh Ruhut Sitompul dulu, itu terulang lagi 11 tahun kemudian,"ungkapnya Kamaruddin Simanjuntak mengaku mengumumkan terlebih dahulu jam  jam 12 siang, sebelum resmi diumumkan oleh Bapak Kapolri.

 

"Sebenarnya tanpa disidik pun, pada tanggal 8 Juli 2022, sudah harus tersangka, karena kejadian itu dirumah itu, pembunuhan terjadi di rumah itu, dengan sangat terencana dari tanggal 21 juni sampai 8 juli 2022,"ucapnya. Lebih lanjut, ketua tim Pengacara keluarga Brigadir J ini telah yakin dan menyebutkan tidak ada alasan lain untuk tidak menetapkan para tersangka yang ada di TKP dan malah terlampau lama.

 

"Jadi tidak ada alasan lain untuk tidak menjadikan mereka semua tersangka, justru ini sudah terlampau lama, kalau saya jadi penyidiknya setengah hari selesai,"pungkasnya.

 

Semua tersangka, jumlahnya 4 orang ditetapkan oleh Bareskrim Polri, tetapi belum puas karena sosok yang melakukan pengancaman terhadap Brigadir J belum diringkus dan tetapkan tersangkan.

 

"Yang tukang ancam berinsial D belum, yang ajudan melekat kepada bapak, ancaman terhadap Almarhum Brigadir J, tukang ancamnya kan belum tersangka sampai saat ini,"ungkapnya.

 

Lebih lanjut, atas segala peristiwa dan jalannya proses penyidikan, Kamaruddin Simanjuntak memberi apresiasi kepada Kapolri.

 

"Tetapi kita apresiasi karena Bapak Kapolri akhirnya merelakan untuk dijadikan tersangka, karena biar bagaimana kan Kadiv Propam atau Bapak Ferdy Sambo kan, tangan kanan beliau, ibaratnya kan melepas tangan kanan itu tidak mudah.

 

"Makanya waktu itu saya bilang, biar tidak berlarut-larut permasalahan ini mendera institusi Polri, karena di Polri ada 427 ribu lebih polisi, kita selamatkan Polri ini."ucapnya.

 

Pada kesempatan beberapa waktu lalu, kuasa hukum keluarga Brigadir J yang bernama Martin Lukas Simanjuntak menyampaikan mengenai saksi kunci untuk kasus kematian dari kliennya saat hadir di Program TvOne Apa Kabar Indonesia Malam yang ditanyai apa peranan dari saksi kunci tersebut.

 

"Peranan saksi kunci ini adalah menerima informasi langsung dari Almarhum, mulai dari tanggal 19 juni, lalu di tanggal 1 juli, lalu di tanggal 7 juli dan terakhir di 8 juli. tentunya ini adalah rangkaian informasi yang disampaikan secara langsung, baik melalui percakapan WhatsApp maupun telpon,"ucapnya.

 

"Yang isinya mengungkap menjelang akhir-akhir hayatnya Brigadir Yoshua ini sudah pernah menyampaikan bahwa ada ancaman yang ditujukan kepada beliau semasa hidupnya, sebelum terjadinya peristiwa yang mengenaskan ini, dari lingkarannya atau bisa dibilang skuad ya, yang mengatakan bahwa akan dihabisi apabila dia akan naik ke atas, ini terjadi pada saat tanggal 1  atau 2 juli ketika rombongan ini sudah berada di Magelang. begitu informasinya yang kami terima dari saksi kunci,"lanjut ucapan kuasa hukum kelarga Brigadir J.

 

Sementara itu, Sugent Teguh Santosa selaku Ketua IPW (Indonesia Police Watch) saat hadir di Apa kabar Indonesia Pagi, ditanyakan soal masih ada satu lagi yang diduga terlibat dalam kasus kematian Brigadir J yang melakukan pengancaman dari jauh-jauh hari. "

 

Kepada D yah, ini adalah kasus pembunuhan yang terjadi di TKP, dan apabila dia (D) tidak ada di TKP, menurut saya dia tidak bisa disangkakan pasal pembunuhan, kecuali D ini atasan lebih tinggi dari Ferdy Sambo, ini kan dia bawahan, kepada D hanya bisa dikenakan pengancaman kalau memang ada,"ucapnya. Selanjutnya, pernyataan dari D adalah jadi petunjuk bahwa benar adanya kasus pembunuhan berencana ini."ungkapnya. (TvOne)



SANCAnews.id – Keluarga Brigadir Noffiansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J sejak awal curiga bahwa Yoshua dibunuh. Kecurigaan awal muncul saat proses penyerahan jenazah kepada keluarga yang dinilai tak profesional.

"Dari awal kami sudah curiga, dari ketika kami harus jemput jenazah anak kami sendiri ke bandara, lalu peti jenazah anak kami yang tidak boleh dibuka, itu yang membuat kami sudah mulai curiga," kata tante Brigadir J, Rohani Simanjuntak kepada detikSumut, Selasa (9/8/2022).

Jenazah Brigadir J sendiri tiba di Jambi pada Sabtu (9/7) lalu. Sehari kemudian dimakamkan. Kasus ini kemudian terekspos ke publik pada 11 Juli.

Rohani mengatakan, berulang kali beberapa petugas polisi datang ke rumah keluarga di Sungai Bahar, Muaro Jambi untuk mempengaruhi keluarga. Dia menyebut ada polisi berpangkat brigjen, kombes dan lainnya datang seperti ingin menutup-nutupi kasus itu.

"Gimana kami tidak curiga kan, dari datangnya jenderal bintang satu itu ke Jambi lalu sekelas kombes itu juga, dan sampaikan pendapatnya yang kemudian terbantahkan dengan temuan luka yang kami dapatkan," ujar Rohani.

Bahkan, keluarga juga merasa janggal sejak awal adanya kasus tembak menembak maupun tindakan dugaan pelecehan yang dilakukan Yoshua kepada istri Irjen Ferdy Sambo dari luka yang ada di tubuh anaknya itu.

"Mana mungkin anak kami tewas kalau luka-lukanya seperti itu disebut tembak menembak. Makanya dari awal kami sudah curiga semua yang disampaikan atas kematian anak kami ini," sebut Rohani.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut ada sejumlah dugaan tindakan tidak profesional dari personel Polri terkait kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Salah satunya saat menyerahkan jenazah Brigadir Yoshua kepada keluarganya di Jambi.

Hal itu disampaikan oleh Kapolri Jenderal Sigit dalam konferensi pers penetapan tersangka terhadap Irjen Ferdy Sambo di kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yoshua.

Selain saat penyerahan jenazah, tindakan tidak profesional diduga terjadi saat penanganan dan olah TKP awal di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.

"Tindakan yang tidak profesional pada saat penanganan dan olah TKP serta tindakan-tindakan tidak profesional lain pada saat penyerahan jenazah almarhum J di Jambi," ujar Sigit di Mabes Polri, Selasa dikutip dari detikNews (9/8/2022). (dtk)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.