Latest Post


 

SANCAnews.id – Situs berita Tempo diretas pada Sabtu (6/8) malam, tak lama setelah memberitakan kabar Irjen Ferdy Sambo ditangkap terkait pemeriksaan kasus dugaan pembunuhan Brigadir J.

 

"Ya [diretas]," ujar pemimpin redaksi Tempo, Anton Aprianto, dalam keterangan tertulis yang dikutip Detikcom.

 

Anton mengatakan bahwa situs Tempo diserang tak lama setelah berita terkait penahanan Ferdy dipublikasikan pukul 21.08 WIB. Akibatnya, situs Tempo tidak bisa dibuka.

 

Kepolisian sendiri membantah telah menangkap dan menahan Ferdy terkait kasus pembunuhan Brigadir J.

 

"Tidak benar ada itu [penahanan dan penangkapan]," ujar Kadiv Humas Polri, Dedi Prasetyo, di Mabes Polri, Jakarta, pada Sabtu.

 

Namun, Dedi mengakui bahwa Ferdy dibawa ke Mako Brimob pada hari ini untuk pemeriksaan terkait pelanggaran etik dalam kasus pembunuhan Brigadir J.

 

Dalam penyelidikan pada hari ini, kepolisian memeriksa 10 saksi terkait dugaan pelanggaran prosedur di tempat kejadian perkara (TKP).

 

"Dari 10 saksi tersebut dan beberapa bukti, Irsus menetapkan bahwa Irjen Pol FS diduga melakukan pelanggaran etik dalam olah TKP," ucapnya.

 

Ia kemudian berkata, "Oleh karena itu, yang bersangkutan malam ini langsung ditempatkan di patsus [tempat khusus] di Mako Brimob."

 

Sambo sudah empat kali diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan pembunuhan Brigadir J oleh penyidik Polres Jakarta Selatan dan Polda Metro Jaya.

 

Ia juga sempat meminta maaf kepada Polri atas kasus itu. Tak hanya itu, ia juga menyampaikan belasungkawa atas kematian Brigadir J kepada pihak keluarga.

 

Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan Bharada E sebagai tersangka pembunuhan Brigadir J. Ia dijerat Pasal 338 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 56 KUHP.

 

Kuasa hukum keluarga Brigadir J tak terima Bharada E hanya dijerat pasal pembunuhan. Mereka meminta agar penyidik menjerat tersangka dengan pasal pembunuhan berencana. (cnn)

 


SANCAnews.id – Pengacara Bharada E, Muhammad Boerhanuddin, menyebut kliennya menyatakan tak ada baku tembak dengan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J di rumah Irjen Ferdy Sambo. Berdasarkan pengakuan Bharada E, senjata Brigadir J sengaja ditembak ke arah dinding.

 

"Yang itu pun adapun proyektil atau apa yang di lokasi katanya alibi, jadi senjata almarhum yang tewas itu dipakai untuk tembak kiri kanan itu. Bukan saling baku tembak," kata Boerhanuddin kepada wartawan, Senin (8/8/2022).

 

"Menembak itu dinding arah-arah itunya," imbuhnya

 

 

Boerhanuddin enggan menyebut siapa sosok 'atasan' yang memerintah Bharada E menembak Yoshua. Dia menegaskan bahwa Bharada E mendapatkan tekanan untuk menembak.

 

"Sementara petunjuknya sih dari atasan dia. Saya nggak bisa sebut nama. Dari BAP dan keterangan kepada kuasa hukum, dia mendapatkan tekanan dapat perintah untuk menembak, itu saja," ujarnya.

 

"Atasannya kan kita sudah bisa reka-reka siapa atasannya. Atasan kedinasan, yang ditempat lokasinya. Bukan atasan di itunya tapi atasan di tempat dia bertugas itu," imbuhnya.

 

Sebelumnya, Bharada E buka-bukaan terkait insiden tewasnya Brigadir Yoshua di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo. Bharada E kini mengaku diperintah untuk menembak Brigadir Yoshua.

 

Pengakuan Bharada E itu diungkap oleh kuasa hukumnya, Deolipa Yumara. Deolipa menyebut kliennya mengaku diperintah atasan langsungnya.

 

"Ya, dia diperintah oleh atasannya," kata Deolipa Yumara saat dimintai konfirmasi, Minggu (7/8).

 

"Atasan langsung, atasan yang dia jaga," jelasnya.

 

Sebagai informasi, Brigadir Yoshua tewas di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, Jumat (8/7). Polisi menyebut Brigadir Yoshua tewas akibat baku tembak dengan Bharada E. Brigadir Yoshua merupakan personel yang ditugaskan sebagai sopir, sementara Bharada E ditugaskan sebagai pengawal keluarga Sambo.

 

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kemudian membentuk tim khusus. Setelah melakukan penyidikan, Bareskrim menetapkan Bharada E sebagai tersangka dalam kasus tewasnya Brigadir Yoshua. Selain itu, polisi menetapkan Brigadir R sebagai tersangka. (dtk)




SANCAnews.id – Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Andi Rian Djajadi menyebutkan alasan Brigadir Ricky Rizal atau Brigadir RR, ajudan istri Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka karena penyidik telah mengantongi alat bukti yang cukup.

 

"Alasannya dua alat bukti sudah cukup untuk menetapkan statusnya sebagai tersangka," kata Andi saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin 8 Agustus 2022.

 

Andi tidak merinci dua alat bukti tersebut apa saja, dan bagaimana peran Brigadir RR dalam peristiwa penembakan yang menewaskan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam Polri di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022.

 

"Itu materi penyidikan, bukan untuk publikasi," ujar ketua Tim Penyidikan Tim Khusus Bareskrim Polri itu.

 

Sebelumnya, penyidik Bareskrim Polri telah menahan sopir dan ajudan Putri Chandrawathi, istri Irjen Ferdy Sambo, berisinial Bharada RE dan Brigadir RR.

 

Bharada RE adalah Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan pada Rabu 3 Agustus 2022. Sedangkan Brigadir RR ditahan mulai Minggu 7 Agustus 2022 di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri.

 

Brigadir RR ditersangkakan dengan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Pasal ini berbeda dengan sangkaan pasal terhadap Bharada E, yakni Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.

 

Keduanya ditetapkan sebagai tersangka atas laporan polisi dari pihak keluarga Brigadir J, yakni terkait dugaan pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, juncto 338, juncto 351 ayat (3) juncto 55 dan 56 KUHP.

 

Inspektorat Khusus (Irsus) Timsus Polri memeriksa 25 orang personel Polri yang melanggar prosedur tidak profesional dalam menangani olah tempat kejadian perkara (TKP) Duren Tiga, Jakarta Selatan.

 

Dari 25 orang tersebut, empat di antaranya ditempatkan di tempat khusus, salah satunya Irjen Ferdy Sambo, ditempatkan di tempat khusus selama 30 hari di Mako Brimob Kelapa Dua Depok untuk pemeriksaan.

 

Tim gabungan Itsus melakukan pengawas pemeriksaan khusus terhadap Irjen Ferdy Sambo yang diduga melakukan pelanggaran prosedur dalam penanganan tindak pidana meninggalnya Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam Polri.

 

Tim telah memeriksa 10 saksi dan beberapa bukti terkait dugaan pelanggaran prosedur oleh Ferdy Sambo dalam penanganan TKP Duren Tiga.

 

Kemudian untuk pertama kalinya istri Ferdy Sambo, Putri Chandrawathi muncul ke hadapan publik saat menjenguk suaminya di Mako Brimob Klapa Dua Depok, Minggu (7/8).

 

Kepada media, Putri menyampaikan bahwa dirinya mencintai suaminya, dan sudah mengikhlaskan semua peristiwa yang dialami oleh keluarganya.

 

"Saya Putri, bersama anak-anak. Saya mempercayai dan tulus mencintai suami saya, saya mohon doa agar kami sekeluarga dapat menjalani masa yang sulit ini. Dan saya ikhlas memaafkan segala perbuatan yang kami dan keluarga alami," kata Putri.

 

Hingga hari ini, genap satu bulan kasus penembakan Brigadir J bergulir, sejak peristiwa terjadi. Dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam peristiwa ini yaitu Bharada E dan Brigadir RR. (tempo)




SANCAnews.id – Mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo diamankan ke Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok pada Sabtu (6/8) lantaran diduga melakukan pelanggaran prosedur penanganan di lokasi tewasnya Brigadir J di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.

 

Terkait hal ini, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti menuturkan siapapun yang diduga menghalangi penyidikan kasus tewasnya Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J bisa saja diproses secara pidana.

 

"Siapa saja yang diduga menghalangi penyidikan perlu segera dimutasi, diperiksa kode etik, dan jika diduga ada tindak pidana yang dilakukan, maka perlu segera diproses pidana," kata Poengky kepada wartawan, Minggu (7/8).

 

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya itu meminta publik bisa bersabar dalam penuntasan kasus tewasnya Brigadir J secara etik atau pidana. Pasalnya, kasus tewasnya anggota Brimob itu sudah menjadi atensi khusus Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

 

"Mohon sabar. Tim khusus sedang melaksanakan tugasnya,” imbuhnya.

 

Poengky menegaskan Kompolnas akan terus mengawasi penuntasan kasus tewasnya Brigadir J secara etik atau pidana dilakukan dengan transparan serta akuntabel.

 

"Kompolnas memastikan penyidik akan melaksanakan tugasnya secara profesional dan mandiri dengan dukungan scientific crime investigation,” demikian Poengky. (rmol)




SANCAnews.id – Bukan hanya 25 anggota Polri, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga diminta untuk segera mencopot Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran karena sempat viral videonya berpelukan dengan mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo.

 

Desakan itu disampaikan langsung oleh Barisan Relawan Nusantara (Baranusa) Jokowi yang turut menyoroti kasus penembakan yang menewaskan Brigadir J.

 

"Biar lebih fair dan profesional, harusnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga menonaktifkan Kapolda Metro Jaya. Beliau layak dinonaktifkan agar pengusutan kasus penembakan Brigadir J transparan karena peristiwa tersebut berada di wilayah hukumnya, masa Kapolres Jakarta Selatan tak memberikan laporan mengenai kejadian tembak-menembak polisi dan beliau sampai saat ini belum memberikan kebijakan yang tegas," ujar Sekjen Baranusa, Roy Firdaus kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (7/8).

 

Apalagi kata Roy, jika terbukti ikut menghalangi penyidikan atau merekayasa, Irjen Fadil layak dicopot dari jabatannya.

 

Roy berharap Kapolda Metro Jaya tidak melakukan upaya menghalangi penyidikan. Menurut Roy, Siapa pun polisi yang melakukan itu, terlepas dari jabatannya dan tanpa pandang bulu, harus dinonaktifkan.

 

"Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Brigjen Hendra Kurniawan, dan Kapolres Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto dinonaktifkan dalam peristiwa tewasnya Brigadir J, lalu bagaimana dengan Kapolda Metro Jaya. Apa iya beliau saat pengaturan rekayasa peristiwa pembunuhan Brigadir J tidak tahu ya dan tidak dilaporkan Kapolres Jaksel ya," terang Roy.

 

Untuk memastikan hal itu menurut Roy, Fadil harus dinonaktifkan sementara dari jabatan Kapolda Metro Jaya. Apalagi, Polda Metro Jaya juga terlibat dalam proses penyidikan kasus ini.

 

Desakan menonaktifkan atau bahkan mencopot Irjen Pol Fadil Imran dari jabatan Kapolda Metro Jaya terkait kasus Brigadir J juga telah ramai di media sosial. Bahkan, Tagar #CopotJugaFadil menjadi trending topic di twitter pada Jumat lalu (22/7).

 

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Sigit juga telah mencopot jabatan tiga jenderal polisi. Mereka dicopot akibat kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Ketiganya, yakni Irjen Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan, dan Brigjen Benny Ali. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.