Latest Post



SANCAnews.id – Bahkan kini Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memutasi tiga jenderal yang bertugas di Divisi Propam Polri.

 

Mereka dimutasi menjadi perwira tinggi di Pelayanan Markas (Yanma) Mabes Polri.

 

Mutasi tersebut merupakan buntut dari kasus kematian Brigadir J.

 

Salah satu jenderal yang dimutasi adalah Irjen Ferdy Sambo, yang sebelumnya menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.

 

Kemudian Brigjen Hendra Kurniawan yang sebelumnya menjabat sebagai Karo Paminal Divisi Propam Polri.

 

Serta Brigjen Benny Ali yang sebelumnya menjabat sebagai Karo Provos Divis Propam Polri.

 

Adapun pencopotan itu berdasarkan surat telegram dengan ST Nomor 1628/VIII/KEP/2022 tanggal 4 Agustus 2022.

 

Surat itu ditandatangani oAs SDM atas nama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

 

"Malam hari ini saya keluarkan TR khusus untuk memutasi dan tentunya harapan saya proses penanganan tindak pidana terkait meninggalnya Brigadir Yoshua ke depan akan berjalan baik," kata Sigit di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2022).

 

Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menyampaikan bahwa Irjen Sambo dicopot dalam rangka pemeriksaan oleh inspektorat khusus (Irsus).

 

"Yang dimutasi sebagai perwita tinggi Yanma Polri dalam status proses pemeriksaan oleh Irsus timsus," ujar Dedi.

 

Dedi menuturkan bahwa Irjen Sambo bakal ditindak secara etika maupun pidana jika terbukti telah melakukan pelanggaran dalam kasus Brigadir J.

 

"Apabila bukti melakukan pelanggaran etika akan diperiksa apabila terbukti pelanggaran pidana seperti Pak Kapolri sampaikan akan diproses sesuai prosedur," jelasnya.

 

Lebih lanjut, Dedi menuturkan bahwa hal tersebut menjadi bukti ketegaaan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menuntaskan kasus Brigadir J.

 

"Ini menunjukkan keseriusan dan sikap tegas dari Pak Kapolri. Pak Kapolri dari awal sudah menyampaikan tidak akan menutup-nutupi kasus ini, beliau akan membuka sejelas-jelasnya. Tapi saya mohon kepada teman-teman untuk sabar dulu, karena semuanya berproses," katanya.

 

Lalu apa peran Brigjen Hendra Kurniawan dan Brigjen Benny Ali dalam kasus Brigadir J sehingga keduanya dicopot dari jabatan?

 

Peran Brigjen Benny Ali 

Kuasa Hukum Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak mengungkap peran dari Brigjen Benny Ali saat menjabat Karo Provos Divisi Humas Polri dalam kasus Brigadir J.

 

Brigjen Benny Ali disebut memanggil adik Brigadir J, Bripda LL untuk datang ke RS Polri Kramat Jati saat proses autopsi pertama jenazah Brigadir J.

 

Sesampainya di sana, kata Kamaruddin, Bripda LL diminta menandatangani sebuah kertas yang tidak jelas isinya.

 

Dia baru tahu belakangan kertas itu terkait pemeriksaan tewasnya Brigadir J.

 

"Dia (Bripda LL) hanya adiknya, dipanggil Karo Provos, disuruh pergi ke Rumah Sakit Polri, disuruh menandatangani satu kertas tanpa melihat abangnya yang sudah meninggal."

 

"Tanpa mengetahui luka mana yang akan diautopsi atau bagian mana saja yang tertembak atau tersayat, atau telah dirusak," kata Kamaruddin kepada wartawan, Selasa (19/7/2022).

 

Kamaruddin menuturkan, Bripda LL mau tak mau menandatangani surat itu, lantaran yang menyuruhnya berpangkat Brigadir Jenderal alias bintang satu.

 

"Jadi, ini lebih kepada mengedepankan perintah, karena yang memerintah ini Brigjen Polisi (Brigadir Jenderal) memerintah seorang Brigadir Polisi."

 

"Dia tidak bisa mendampingi pas autopsi, sehingga dia tidak tahu apa yang dilakukan di dalam," ungkap Kamaruddin.

 

Kamaruddin mengakui tidak ada unsur pemaksaan dalam penandatangan surat tersebut.

 

"Tidak dibilang pemaksaan, tetapi lebih kepada perintah, yaitu perintah atasan kepada bawahan atau perintah jenderal kepada brigadir," ucapnya.

 

Peran Brigadir Hendra Kurniawan

Kemudian untuk peran Brigjen Hendra Kurniawan, diungkap kuasa hukum Brigadir J yang lainnya Johnson Pandjaitan.

 

Brigjen Hendra Kurniawan diketahui berperan dalam proses pengiriman jenazah Brigadir J ke Jambi dan disebut melarang keluarga membuka peti jenazah.

 

"Dia yang melakukan pengiriman mayat dan melakukan tekanan kepada keluarga untuk membuka peti mayat," kata Johnson kepada wartawan, Selasa (19/7/2022).

 

Johnson menuturkan tindakan Hendra dinilai telah melanggar prinsip keadilan bagi pihak keluarga.

 

Tak hanya itu, tindakan itu dinilai melanggar hukum adat.

 

"Jadi selain melanggar asas keadilan juga melanggar prinsip-prinsip hukum adat yang sangat diyakni oleh keluarga korban. Menurut saya itu harus dilakukan," jelasnya.

 

Sementara itu, Kuasa Hukum Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak menyatakan bahwa Brigjen Hendra dinilai tidak berperilaku sopan dengan pihak keluarga almarhum dengan melakukan sejumlah intimidasi.

 

"Terkesan intimidasi keluarga alamarhum dan memojokan keluarga sampai memerintah untuk tidak boleh memfoto, tidak boleh merekam, tidak boleh pegang HP, masuk ke rumah tanpa izin langsung menutup pintu dan itu tidak mencerminkan perilaku Polri sebagai pelindung, pengayom masyarakat," ungkapnya.

 

Kamaruddin menyayangkan bahwa tindakan Brigjen Hendra dilakukan saat pihak keluarga sedang berduka.

 

"Apalagi beliau Karo Paminal harusnya membina mental Polri, tetapi ini justru mengintimidasi orang yang sedang berduka," katanya.

 

menyikapi hal itu, Pemeriksa Utama Divisi Propam Polri Kombes Leonardo membatah bila Brigjen Hendra Kurniawan disebut melarang pihak keluarga untuk membuka peti jenazah Brigadir J saat tiba di rumah duka di Jambi.

 

Menurut dia, Brigjen Hendra tidak ada di lokasi saat peti jenazah diantarkan ke rumah duka Brigadir J.

 

"Tidak ada (Karo Paminal), dia datang itu setelah dikuburkan dan datang atas permintaan keluarga untuk menjelaskan kronologis dan itu aja," kata Leonardo kepada Tribunnews.com, Rabu (20/7/2022).

 

Leonardo menjelaskan pihak yang membawa peti jenazah Brigadir J ke rumah duka tidak lain adalah dirinya sendiri.

 

Dia bilang, tuduhan larangan membuka peti jenazah merupakan tidak benar.

 

"Tuduhan melarang buka peti tidak benar dan tolong diluruskan sesuai fakta yang ada di video. kok banyak beredar seperti itu. Yang mengantar itu saya yang paling senior. Saya enggak ada melarang dan mempersilakan," ungkapnya.

 

"Jadi tidak benar kalau peti jenazah itu dilarang untuk dibuka. Dari awal sudah, awal saya berbicara sudah silahkan. Mereka pengen dibuka, dibuka padahal kita belum ada komunikasi. nah itu saya sampaikan," sambungnya.

 

Lebih lanjut, Leonardo menambahkan bahwa isu mengenai larangan buka peti jenazah disebut telah terlalu melebar.

 

Apalagi, ada informasi yang menyebut dirinya meminta pihak keluarga untuk menandatangani suatu surat.

 

"Jadi jangan sampai ada pemberitaan kita mempunyai keluarga dan anak juga. Karena pemberitaannya sudah kemana mana saya sodorkan dulu surat, padahal saya tidak ada sodorkan surat untuk ditanda tangan," pungkasnya. (law-justice)




SANCAnews.id – Dari penjelasan yang buka tutup dalam kasus Duren Tiga pembunuhan Polisi oleh Polisi di kediaman Polisi nampaknya Komnas HAM bukan saja tidak profesional tetapi juga terkesan masuk angin.

 

Arah penjelasan mengikuti ritme yang sudah ada. Komnas HAM semestinya fokus dalam kasus ini pada ada tidaknya pelanggaran HAM. Bukan berfungsi sama dengan atau sebagai humas Polri.

 

Ketika Polri serba sulit dan serba salah memberi penjelasan terbuka pada publik atas peristiwa kriminal yang cukup aneh ini, maka Komnas HAM ternyata mengambil porsi seksi humas tersebut.

 

Agenda dan langkah pemeriksaan menjadi bahan untuk diinformasikan dengan tahapan penjelasan yang bernuansa penggiringan. Komnas yang awalnya ingin mandiri nyatanya membebek juga.

 

Dilansir law-justice, dulu saat Komnas HAM dipercaya untuk menyelidiki kasus pembunuhan enam laskar FPI kerjanya juga ternyata kacau. Dasar penyelidikannya salah.

 

Komnas HAM tidak mau mendasarkan diri pada ketentuan UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang memberi kewenangan besar bagi Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan.

 

Akibatnya saat proses peradilan hasil kerja Komnas HAM menjadi sia-sia atau tidak berguna. Di buang ke tempat sampah.

 

Kini terkesan Komnas HAM menjadi bagian kerja Kepolisian. Sebagaimana karakter rezim yang lip service, Komnas HAM juga menjadi bagian yang sama saja.

 

Teriak ke publik independen namun prakteknya tidak menunjukkan independensinya. Tidak ada informasi baru dari Komnas HAM. Soal CCTV juga Polisi sudah mengumumkan akan keberadaan CCTV di sekitar TKP tersebut.

 

Ekspos terakhir Komnas HAM soal jaringn komunikasi yang dibeberkan Choirul Anam. Video menggambarkan lembaran kertas yang dibeberkan dan diujungnya ternyata dilipat.

 

Komnas HAM payah di satu sisi dibuka dilain sisi ditutup. Terlepas yang ditutup itu rahasia, tapi konperensi pers seperti ini sangat buruk. Begitulah Komnas HAM bekerja yang ujungnya “ditutup”.

 

Persis saat Km 50 yang aktif juga panggil sana sini seperti institusi independen, namun gagah di awal melorot di ujung. Di tengah juga mulai tanda-tanda loyo.

 

Tidak berani keluar dari skenario. Seperti takut-takut mengungkap temuan dan merekomendasi “cari aman”. Saat bekerja waktu itu Komnas HAM sudah ada yang mendorong agar sebaiknya dibubarkan.

 

Kasus yang luar biasa aneh pada peristiwa yang terjadi di ruang kepolisian ini dimana penembak jelas dan yang ditembak juga jelas tetap saja tersangka tidak jelas.

 

Komnas HAM lambat menegaskan pelanggaran HAM telah terjadi atau tidak, siapa dan berapa orang pelanggar HAM siapa pula yang dilanggar HAM nya, keluarga Ferdy Sambo, Brigadir J dan keluarganya, atau pihak lain. Komnas HAM bukanlah Polisi yang harus menjelaskan tahap penyidikannya.

 

Komnas HAM tidak memberi solusi, bahkan dapat dianggap melakukan penggiringan opini. Ini tidak sesuai dengan visi penegakan Komnas HAM “proses tindakannya dalam rangka pencarian kebenaran guna mengetahui terjadinya pelanggaran HAM serta memberi sanksi bagi siapapun yang terbukti melakukan pelanggaran tanpa adanya diskriminasi guna memberikan rasa keadilan”.

 

Ingat di antara misi Komnas HAM adalah :       

“mempercepat dan memastikan pemajuan, perlindungan, penegakan, dan pemenuhan serta penyelesaian kasus pelanggaran HAM terutama pelanggaran HAM berat”.

 

Tugas Komnas HAM tidak lain untuk menguji serius dalam kasus penembakan di kediaman Irjen Ferdi Sambo itu ada pelanggaran HAM atau tidak atau mungkin juga terjadi pelanggaran HAM berat. Kasus ini serius karena ternyata diduga melibatkan banyak pihak. (*)



 

SANCAnews.id – Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan saat ini pihaknya fokus memeriksa digital forensik dan uji balistik dalam mengusut kasus Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

 

Brigadir J tewas ditembak Bharada Richard Eliezer atau Bharada E. Keduanya merupakan ajudan mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.

 

Taufan mengatakan, Komnas HAM tetap melakukan pengusutan setelah penyidik Bareskrim Polri menetapkan Bharada E sebagai tersangka.

 

Pria kelahiran Pematang Siantar, Sumut, itu menjelaskan pendalaman digital forensik termasuk pemeriksaan kamera pengawas atau CCTV menjadi penting lantaran adanya keterangan berbeda antara ajudan satu dengan lainnya.

 

Ajudan-ajudan Ferdy Sambo telah menjalani pemeriksaan di Komnas HAM pada pekan lalu.

 

"Fokus dulu di CCTV yang sejak awal kami persoalkan itu, kok bisa dikatakan rusak dengan keterangan yang berbeda satu dengan lainnya. Yang satu bilang disambar petir, ADC bilang sudah rusak sejak lama," ucap Taufan saat dihubungi, Kamis (4/8) malam.

 

Taufan bahkan curiga bahwa sudah ada unsur kesengajaan terhadap keterangan mengenai CCTV ini.

 

"no sekarang sudah ada indikasi kuat unsur kesengajaan. Bisa disebut obstruction of justice, dugaan melawan hukum yang mengganggu proses penegakan hukum," jelasnya.

 

Komnas HAM pun masih fokus mencari tahu apakah hanya Bharada E yang terlibat dalam kasus baku tembak yang menewaskan Brigadir J itu.

 

Bahkan, Komnas HAM mulai ragu apakah benar terjadi baku tembak.

 

"Apakah benar ada tembak-menembak antara Barada E dengan Joshua? Apakah hanya mereka berdua saja atau bagaimana sesungguhnya peristiwa itu terjadi," tambah pria 57 tahun itu.

 

Diketahui, penyidik Bareskrim Polri telah menetapkan Bharada E sebagai tersangka dalam insiden berdarah itu.

 

Bharada E dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, juncto Pasal 55 KUHP tentang turut serta, dan Pasal 56 KUHP tentang membantu melakukan kejahatan. (law-justic)



 

SANCAnews.id – Pengusutan kasus kematian Brigadir J masih terus berjalan. Sejauh ini ada 25 nama anggota Polri yang ikut terseret dalam pusaran kasus mengerikan ini.

 

Terbaru, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo resmi memutasi tiga perwira polisi sebagai Pati Yanma, salah satunya adalah Irjen Pol Ferdy Sambo. Bersama dengan Brigjen Hendra Kurniawan dan Brigjen Benny Ali, eks Kadiv Propam Polri itu kini menjalankan tugas di bidang pelayanan Mabes Polri.

 

Jabatan Baru Ferdy Sambo sebagai Pati Yanma, Apa Itu? Keputusan mutasi ketiga perwira polisi itu tertuang dalam ST Nomor: 1628/VIII/KEP/2022 yang diteken Kapolri pada Kamis (4/8/2022) kemarin.

 

Mereka kini mendapatkan jabatan baru sebagai Pati Yanma Polri. Pati Yanma Polri merupakan akronim dari Panglima Tinggi Pelayanan Markas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Yanma masih masuk dalam struktur organisasi kepolisian di tingkat Mabes (Markas besar).

 

Secara umum mereka yang berada di Yanma Polri bertugas di bidang pelayanan seperti urusan perumahan, angkutan, pengawalan, penjagaan markas, hingga protokoler untuk pimpinan di Mabes Polri. Maka jabatan Pati Yanma Polri bertugas mengatur seluruh urusan pelayanan tersebut.

 

Kapolri menyebut, mutasi mereka ke Yanma Polri adalah untuk memudahkan proses pengungkapan kasus Brigadir J. “Saya yakin Timsus akan bekerja keras dan kemudian menjelaskan kepada masyarakat dan membuat terang tentang peristiwa yang terjadi," ungkapnya di Mabes Polri. Ia menyebut total sudah ada 25 personel Polri yang diperiksi inspektorat khusus.

 

Mereka diduga menghambat pengungkapan kasus kematian Brigadir J. Adapun ke-25 personel Polri yang dimaksud berasal dari kesatuan Propam, Bareskrim, Polda, hingga Polres. Mereka dijadwalkan menjalani pemeriksaan kode etik.

 

Kapolri dengan tegas menyatakan kemungkinan pengusutan proses pidana bagi personel Polri yang menghambat penanganan kasus Brigadir J. "Dan tentunya apabila ditemukan adanya proses pidana, kita juga akan memproses pidana yang dimaksud," ucapnya.

 

Jabatan Ferdy Sambo dan 2 Perwira Polisi Sebelum dan Sesudah Dimutasi:

Irjen Pol Ferdy Sambo sebelumnya menjabat Kadiv Propam Polri kini dimutasi sebagai Pati Yanma Polri.

 

Brigjen Pol Hendra Kurniawan sebelumnya menjabat Karo Paminal Divpropam Polri kini dimutasi sebagai Pati Yanma Polri.

 

Brigjen Pol Benny Ali sebelumnya menjabat Karo Provos Divpropam Polri kini dimutasi sebagai Pati Yanma Polri. (tvone)


 

SANCAnews.id – Tersebar Isi Chat Putri Candrawathi untuk Brigadir J Pakai Bahasa Inggris: 'Aku Bersyukur Memilikimu', Apa Maksudnya ya?

 

Drama kematian sang ajudan, yakni seorang anggota polisi bernama Nofryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J pelan-pelan sudah menemui titik terang, Jumat (5/8/2022).

 

Adapun saat ini satu orang sudah menjadi tersangka yakni atas kematian Brigadir J, yakni Bharada E. Sosok Brigadir Ofryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. (ist) Kemudian, Irjen Ferdy Sambo pun mulai diperiksa namun statusnya hingga saat ini masih sebagai saksi.

 

Drama kematian Brigadir J memang menjadi buah bibir lantaran kasus tersebut banyak kejanggalan.

 

Bermula dari dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, kemudian terjadi aksi adu tembak antara polisi vs polisi.

 

Ya, kematian Brigadir J diduga tak luput dari aksi saling balas tembak antara Brigadir J dengan Bharada E, sesama ajudan Irjen Ferdy Sambo.

 

Menurut keterangan pihak Irjen Ferdy Sambo, Bharada E datang untuk menolong Putri Candrawathi yang disebut-sebut dan mengaku berteriak setelah mengaku dilecehkan oleh Brigadir J.

 

Dan terjadilah aksi saling tembak yang berujung pada kematian Brigadir J. Namun hal itu berbeda dengan keterangan versi keluarga Brigadir J. 

 

Mereka sama sekali tak percaya Brigadir J melakukan pelecehan seksual terhadap istri atasannya, yakni Irjen Ferdy Sambo.

 

Justru, keluarga melalui kuasa hukumnya, yakni Kamaruddin Simanjuntak menyebut bahwa ada dugaan bahwa Brigadir J tewas karena memang ada upaya dan aksi pembunuhan berencana.

 

Namun sebelum sidang, semua hal yang diucapkan kedua belah pihak pun belum bisa dipastikan benar.

 

Namun yang menjadi pertanyaan publik, benarkah Brigadir J punya hubungan 'spesial' dengan istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi?

 

Dalam sebuah postingan di Facebook milik tante Brigadir J, yakni Roslin Emika, ia membuka sebuah isi chat atau pesan yang dikirim Putri Candrawathi kepada Brigadir J.

 

Adapun menurut postingan Roslin Emika itu, kala itu, Putri Candrawathi mengirimkan chat tersebut saat Brigadir J berulang tahun.

 

Saat Brigadir J ulang tahun, ia disebut mendapat ucapan selamat dari Putri Candrawathi.

 

Dalam sebuah pesan melalui chat WhatsApp, Putri menyatakan beruntung memiliki ajudan seperti Yoshua.

 

Isi chat yang diduga dikirimkan Putri Candrawathi untuk Brigadir J dan diungkap oleh Roslin Emika itu dituliskan dalam bahasa Inggris.  (tvone)

 

facebook.com/story.php?story_fbid=1358474511345105&id=100015477061687">



SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.